⏩ Aluna : Terlambat Kembali ⏪

2.7K 479 27
                                    

Penyesalan selalu datang di akhir.

Sepertinya kalimat itu selalu benar. Jika saja aku tahu bahwa buku itu bisa membuat Sekala mengingatnya, harusnya aku memberikan buku itu sejak awal. Namun sudahlah, Sekala sudah ada dalam dekapanku dan tidak akan aku lepaskan lagi.

Kami berdua duduk di kursi malas kediamannya. Isi rumah itu lebih menakjubkan dari yang kubayangkan. Ya kalian tahu, orang menengah ke atas seperti orang tua Sekala sekarang tidak akan memasang karpet seharga seratus ribu.

Tangan kirinya menjadi bantalku, sementara tangan kanannya memeluk pinggangku. Dia meletakkan dagunya di atas puncak kepalaku, sambil sesekali menciumku. Aku bisa merasakan napas hangatnya berderu di atas kepalaku. Rasanya hangat, seperti matahari pagi. Rasanya bahagia, aku tidak ingin membiarkan Sekala pergi lagi.

"Sekala, udah sejam lebih gini," ucapku. Aroma parfum tubuhnya begitu menenangkan. "Nggak pegel."

"Enggak," Sekala mengeratkan pelukkannya. "Saya masih rindu kamu."

"Bentar lagi jadi suami orang juga," Aku mendengus lalu mendorong tubuh Sekala.

Sekala segera duduk, begitupula lagi. Dahinya tampak berkerut tipis. Sepertinya dia lupa memikirkan hal itu tadi.

"Aluna," panggilnya dengan nada serius.

"Ya?"

"Apa kamu mau menikah dengan saya?" Sekala menatapku. Sebuah tatapan serius tapi meneduhkan.

"Nik..nikah?" tanyaku. Aku sedikit terkejut sebenarnya.

Ya, aku tidak mau Sekala menikah dengan Nadia tapi jika aku yang menggantikannya?

Sekala mengangguk mantap. "Menikahlah dengan saya, Aluna."

"Ya tapi ini tiga hari loh. Pasti persiapan nikahnya udah siap terus aku belum ngomong apa-apa lagi sama orang tua. Nanti dipikirnya macem-macem terus--"

Sekala meraih wajahku lalu mendekatkannya. Dia mencium keningku dengan lembut selama beberapa detik. Rasanya damai. Dia kemudian menatapku teduh.

"Kamu percaya sama saya 'kan, Aluna?"

Aku mengangguk. "Ya tapi ini--"

"Kamu lupa saya mahlul ajaib?" timpalnya seraya tersenyum simpul.

Dia kemudian membelai rambutku perlahan. "Kamu dan saya akan menikah tiga hari lagi. Saya akan urus semuanya."

"Terus Nadia?"

Walaupun dia jahat kepadaku, bukan berarti aku harus membalasnya juga. Walaupun dia adalah seorang psikiater, tapi dia juga bisa stres. Apalagi untuk hal gagal menikah seperti ini.

"Saya bisa mengurusnya," jawab Sekala dengan tenang.

"Kamu mau poligami?"

Aku memang tidak mau membalas Nadia tapi aku juga tidak ingin membagi suamiku nanti dengan orang lain. Itu adalah mimpi buruk.

Sekala terkekeh lalu menggelengkan kepalanya. "Tujuan saya menunggu ratusan tahun itu untuk kamu, bukan Nadia."

Aku menatap sekeliling ruangan itu, tapi tidak ada jam di sana. Rasanya sudah lama sekali sejak aku meninggalkan kantor.

"Sekala, sekarang jam berapa?"

"Pukul dua siang," jawabnya seraya melihat arloji yang melingkar di tangannya.

"Mampus!"

Aku segera bangkit dan mengambil tasku. Cepat-cepat aku memakai sepatuku dan merapikan rambutku yang berantakan karena diacak-acak Sekala tadi.

"Kenapa?"

"Jam makan siangnya udah lewat," jawabku panik. "Aku harus cepet-cepet balik ke kantor."

Sekala menarik tanganku dan membuatku duduk lagi. "Temani saya di sini. Saya masih ingin bersama kamu."

"Tapi nanti aku bisa dimarahin," tolakku.

Tak lama kemudian ponselku bergetar. Aku segera mengambilnya dari tas. Benar saja, Resha sudah menelponku berulang kali namun aku tidak menyadarinya.

"Halo?"

"ALUNA, LO ITU KEMANA AJA? INI PAK BAKRI MINTA LAPORANNYA! JAM MAKAN SIANG UDAH LEWAT SEJAM YANG LALU, KOIDAH!"

Aku menjauhkan ponsel itu dari kupingku sejenak. Omelan Resha itu cukup keras, bahkan Sekala bisa mendengarnya karena dia tampak tertawa kecil.

"LO DIMANA SEKARANG?!" tanya Resha garang. Seperti emak-emak yang sedari anaknya ketika sudah kelewat malam. Padahal ini masih siang.

"Gue--"

Sekala merebut ponselku dan menyalakan speaker.

"Aluna lagi di rumah calon mertuanya sekarang. Dia lagi ngurusin calon suaminya," jawab Sekala yang membuat lidahku kelu seketika.

"CALON--EH?! INI SUARA COWOK? ALUNA, MAU NIKAH?! WHAT THE--LUN! KENAPA LO ENGGAK KABAR-KABAR SIH?!"

Sekala dan aku terkekeh.

"Eh, bentar. Kok suaranya rada familiar ya? Kaya siapa gitu?"

"Pak Sekala?" Kali ini aku yang menjawab.

"Nah, iya itu."

"Iya, saya Sekala. Saya memang Sekala," jelas Sekala yang membuat Resha kembali memekik.

"EH, SUMPAH YA! INI SEBENERNYA APA MAKSUD?! PAK SEKALA SAMA ALUNA MAU NIKAH? TERUS SI ITU YANG DI KANTOR?"

"Udah ya, Resha. Kamu kerjain laporannya dulu. Besok kalau saya selesai cuti, saya tagih laporan kamu," jawab Sekala sebelum akhirnya menutup panggilan telepon itu.

Aku tersenyum menatap Sekala.

"Seneng?"

Aku mengangguk. "Tapi emang enggak apa-apa?"

Sekala kemudian menarikku ke dalam pelukkannya. "Selagi saya sama kamu, semuanya baik-baik saja."

Aku membalas pelukkan Sekala dan menenggelamkan kepalaku.

"Stand by me, Aluna."

[.]

RindumuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang