***
Nara POV. . . .
Gue duduk bersila didepan kaca besar yang langsung memamerkan keindahan malam dari luar jendela, ini lantai 30 cuuy LANTAI 30 bisa dibayangin gimana kayak semutnya mobil yang lagi lululalang memenuhi jalanan dibawah sana, dan pastinya ini momen yang bagus difoto dan divideo tentunya dan itulah yang sejak tadi gue lakuin.
Kak Davi dimana? Dia lagi nongkrong di Ruang tengah bareng duo abang yang namanya sama-sama berawalan 'Ra' katanya ada yang mau diomongin perkara kerjaan dan gue gak mau ikut campur.
"hayooo masih anteng aja duduk disini?" kak Davi langsung duduk disamping gue
"bener kata kakak kalau malam lebih bagus" gue melihat kearah kak Davi yang menghadiahi gue dengan senyum manisnya. kak Davi terdiam seolah ikut hanyut melihat pemandangan dibawah sana.
"kak"
"hmm"
oke gue mulai muak dengar gumaman kak Davi setiap kali gue manggil dia.
"kak"
"hmm" sabar Nara sabar ini cobaan.
"bukannya kakak takut ketinggian ya?" gue merubah arah duduk gue sekarang menghadap kak Davi, gue cuma mau ngelihat ekspresi wajah kak Davi yang bukan hanya takut film horor tapi juga takut ketinggian jadi mendadak insting jahil gue muncul.
kak Davi memutar badannya menghadap gue jadilah kami hadap-hadapan sambil duduk bersila.
"kalau gak ada pembatasnya atau pembatasnya cuma sepinggang dan kakak langsung bisa lihat kebawah tanpa penghalang kakak gak berani" kak davi tersenyum sambil memamerkan giginya
"Oo" gue ber-o ria sambil mengangguk-ngangguk "satu lagi" gue mengancungkan jari telunjuk gue "kenapa kakak tinggal ditempat ini? dan setinggi ini?" akhirnya gue berani juga menanyakan pertanyaan yang sejak pertama kali datang tadi ingin gue tanyain. kak Davi nampak berpikir sebentar dan kemudian mengangkat bahunya seolah dia sendiri bahkan tidak tau alasannya.
"kak"
"hmm" oke kata hmm akan masuk blacklist gue, entah berapa ratuskali gue dengar kata hmm dari kak Davi bahkan gue gak tau hmm itu termasuk kata atau bukan.
"kenapa. . ." gue terdiam sesaat mencoba merangkai kata yang pas untuk pertanyaan gue berikutnya yang gue rasa cukup sensitif mungkin buat kak Davi
"iya?" kak Davi mengintrupsi pikiran gue "tanya aja kalau bisa nanti kakak jawab" katanya ala-ala bapak guru lagi ngajar.
"kenapa kakak gak pernah cerita soal keluarga kakak sama Nara" tanya gue tanpa berani melihat kearah wajahnya, iya gue buta banget soal kak Davi, yang gue tau cuma nama dan kebiasaan anehnya dia doang
"karna. . ." kak davi terlihat berpikir sesaat, kemudia kak Davi mengulurkan tangannya ke arah muka gue sampai sesaat kemudian gue bisa melihat wajah kak Davi dekat banget sama wajah gue, kening kami saling bersentuhan dan jangan tanya apa kabar jantung gue, karna sekarang rasanya jantung gue lagi dangdutan didalam sana.
gue bahkan gak berani bersuara, sesaat mikir juga semoga napas gue gak bau naga, walau gue udah sikat gigi tentunya. gue menelan saliva gue kasar, kak Davi tidak bicara apapun dia cuma fokus ngelihat mata gue dan membuat gue salah tingkah, ada apa dengan kak Davi kenapa dia agresif sekali? apa karna ini, DIKAMAR nya? heeeh?
sampai kemudian satu sentilan dari jari kak Davi dikening gue menyadarkan lamunan gue, eh kapan kak Davi mengenyahkan wajahnya dari depan muka gue.
"Abis sauna neng? merah amat?" katanya sambil tertawa dan gue yakin yang dia maksud itu muka gue, sial gue dikerjain, gue mendengus kesal dan membuang wajah kearah jendela.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect BoyFriend ? √
Teen Fiction[Warning : Mager Revisi, masih amburadul. Jangan hate komen yak, 😉] "Abisin !" tatapnya tajam ke gue sumpah gila ya niat banget ni orang bikin gue gendut. kalo aja nggak sayang udah gue tendang ni muka gantengnya. **** Selamat Membaca --by : author...