Chapter 33

2.2K 154 17
                                    

Voteee

Typo bertebaran....

***

Author POV. . . .

Davi berjalan keluar dari rumah Nara dengan langkah tegap, kemudian masuk kedalam mobilnya.

"Haaah" teriaknya saat pintu mobilnya tertutup, "bodoh, bodoh, bodoh" rutuknya, mencecar apa yang sudah dia lakukan, hampir dua minggu tidak bertemu dan dia malah mengacuhkan Nara, sejujurnya dia merindukan Nara karena itulah dia nekat datang kemari.

Setelah meredakan sedikit deguban jantungnya yang terasa tidak karuan Davi menyalakan mobilnya kembali ketempat menyebalkan yang membuatnya sibuk sepanjang hari.

Davi memarkirkan mobilnya di halaman sebuah gedung tinggi dengan logo 'A.J' didepannya, 'A.J Group' perusahaan milik keluarganya atau lebih tepatnya milik Opanya yang nantinya sudah jelas akan diwariskan kepadanya, cucu satu-satunya.

Dengan gontay ia berjalan masuk kemudian menuju ke lift tanpa menghiraukan sapaan dari para pegawainya, Davi masuk ke ruangannya dan berjalan menuju kursi dibelakang meja dengan tulisan general manager diatasnya, jengah itulah yang ia rasakan saat melihat berkas bertumpuk diatas meja kerjanya, Davi menjatuhkan badannya diatas kursi kemudian menyenderkan kepalanya keatas meja.

Sreeek....

Pintu ruangannya terbuka memunculkan dua sosok manusia yang sejak pagi membuatnya berkutat dengan kertas.

"Ketemu Nara tadi?" tanya Rafli sembari meletakkan sebuah map diatas meja kemudian duduk di sofa bersama Rama yang sekarang asyik menyesap kopi yang terlihat masih mengepulkan hawa panas.

Davi mengangguk kecil, malas menanggapi.

"Belum baikkan juga" Rama menaruh gelas kopinya keatas meja.

"gimana mau baikan kalau dia aja masih jalan sama Reno" desahnya berat, benar saja sebenarnya tadi dia ingin mengajak Nara ngobrol tapi setelah tau Nara di jemput Reno, ia urungkan niatnya, semula ia ingin memberikan Nara waktu untuk berpikir dan berpikir Nara mungkin akan merasa kehilangannya namun setelah melihat Nara baik-baik saja tadi membuatnya sedikit kecewa bukannya ingin gadisnya itu sakit, hanya saja paling tidak Nara mungkin terlihat sedikit merasa bersalah, kecuali satu, Nara terlihat lebih kurus yah sedikit namun membuat Davi merasa tidak tenang.

"gue pengen banget jejelin dia bolu" gumam Davi yang masih terdengar di telinga kedua sahabatnya itu.

"Yah dibeliin, ke bakery terus antar kerumah dia, terakhir lo pelototin dah dia lagi makan kayak biasanya, gitu aja kok repot" saran Rama mengingatkan kebiasaan Davi jika Nara belum makan atau terlihat kurus dimatanya.

"maunya gitu, tapi mau gimana lagi?" keluh Davi matanya masih menerawang entah kemana, mengingat bagaimana rewelnya Nara saat ia paksa makan makanan yang dibawanya, mungkin memang terasa aneh mengingat ia sangat suka melihat Nara makan, rasanya dia terpesona setiap kali melihat gadis itu lahap mengunyah makanannya.

"udah, entar aja galaunya, periksa tuh, abis itu tanda tangan" perintah Rafli yang mulai bosan setiap hari mendengar keluhan Davi, kalau memang mau baikan yah tinggal datang, bertemu minta maaf kemudian baikan, terdengar mudah namun hal itu sangat sulit untuk dilakukan.

"gue baru dua puluh tahun, dan gue udah merasa muak kerja, gue masih pengen kuliah, santai, pacaran" Davi menghela nafasnya berat matanya terasa berat bahkan dia sudah merasa bosan mengeluh pada Opanya kalau dia tidak mau bekerja di perusahaannya dan memilih menikmati saja hasil dari saham Opanya sebagai pemilik saham terbesar.

"ngeluh sama Opa lo, jangan ngeluh sama gue" yah Rafli pun sebenarnya merasa bosan, usia mereka bahkan terlalu muda untuk mendapatkan jabatan dan tanggung jawab sebesar ini.

Perfect BoyFriend ?  √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang