Chapter 43

2.4K 163 11
                                    

Vote.

Happy reading. . .

***

Nara POV. . .

"Kenapa sayang? Kok ngelamun?" kak Davi berdiri di samping gue yang sekarang lagi ngelamun didepan pemanggang, membantu Bi Onah ART rumah kak Davi memanggang jagung. Gue memutar kepala menuju arah suara. Iya entah kenapa perasaan gue jadi campur aduk setelah mendengar apa yang Opa ucapkan tadi.

"Kak, gak akan ada masalah lagikan di hubungan kita?" tanya gue berharap jawaban kak Davi akan membuat gue sedikit merasa tenang.

"Kenapa? Kok ngomong begitu? Opa ngomong yang aneh – aneh ya?" gue terdiam bingung mau manjawab apa.

"Dengar." Kak Davi memegang bahu gue dan memutar badan gue menghadap kearahnya " Setiap hungungan pasti ada pasang surutnya, tinggal bagaimana cara kita menyingkapinya. Kamu percaya sama kakak kan?" sesaat gue terdiam memperhatikan sorot mata kak Davi yang penuh keyakinan. Yah benar sekali setiap hubungan pasti ada kendala yang akan menjadi ujian agar hubungan kami semakin erat.

Gue mengangguk dan benar saja perasaan gue menjadi sedikit lebih baik. Dan bisa gue lihat sorot bahagia di mata kak Davi. Tatapan yang kadang membuat gue merasa jadi wanita yang istimewa.

"Apa keluarga kakak akan nerima Nara?" gue melirik sedikit kearah Opa dan Mimi yang masih duduk santai di tempat tadi. Opa dengan Tab nya dan Mimi yang sedang asyik memainkan ponselnya dan mengarahkannya kearah kami. Foto kah?

Kak Davi melebarkan mulutnya kemudian tertawa. "Kamu becanda ya sayang? Jelas mereka nerima kamu, satu – satunya perempuan yang pernah dibawa kerumah dan satu – satunya perempuan yang pertama kali menyandang gelar Pacar Arka Davi" kemudian tangan Kak Davi menangkup kedua sisi pipi gue membuat gue menarik nafas dalam kemudian menutup mata sesaat dan kembali membukanya sembari tersenyum. Yah gue tau, gue pacar pertama kak Davi begitupun kak Davi, dia adalah pacar partama gue.

"Apapun yang terjadi beradalah di sisi ku," Ucapnya membuat gue menangguk mantap kemudian tersenyum. Yang harus gue lakukan sekarang adalah yakin dengan apa yang harusnya gue perjuangkan. Dan gue berharap kak Davi adalah bagian dari masa depan gue.

Gue memegang tangan kak Davi yang berada di pipi gue dengan kedua tangan gue menikmati momen indah ini. Bodo amat dah lagi di tontonin sama Mimi dan Bi Onah. Malu? Mereka juga pernah muda kali.

Sesaat kami hanya diam dan saling pandang.

"Kamu pakai cincin?" tanya kak Davi membuat gue menurunkan tangan kiri melihat kearah jari manis gue yang sudah bertengger sebuah cincin berwarna putih.

"Di kasih Mama tadi sebelum berangkat, katanya jangan di lepas, jangan sampai hilang sebelum yang sesungguhnya menggantikan posisinya," Ucap gue mengulang kalimat yang tadi di lontarkan nyokap gue walaupun gue sama sekali gak ngerti maksudnya apa?. Tapi sebagai anak yang baik gue manut aja toh cincinnya pas dan bagus banget, semoga Mama gak keluar duit banyak buat beliin gue cincin ini.

"Bagus, Jangan di lepas." Kak Davi memegang tangan kiri gue kemudian jarinya mengelus lembut jari manis dan cincin gue.

"Kenapa jangan dilepas?" tanya gue bingung.

"Cocok dijari kamu, cantik," katanya lembut membuat gue tersipu. Kayaknya gue jadi doyan di puji deh. Lagian jarang – jarang kak Davi muji gue biasanya ngatain gue baboon. Ngomong-ngomong gue kangen di panggil baboon gembul. Eh

***

Hari sudah menunjukkan pukul delapan malam, setelah makan malam dengan gaya heboh tadi di sinilah kami berdiri berdua di balkon kamar kak Davi sambil menyesap coklat panas buatan Mimi yang maknyus tenan.

Perfect BoyFriend ?  √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang