Vote.
Typo koreksi aja. haha
***
Author POV. . . .
Nara memandang keluar jendela mobil yang sekarang sedang melaju dengan kecepatan sedang membelah jalan di kegelapan malam. Sesekali tangannya mengusap pipinya, menghapus setiap tetes air mata yang tidak bisa dia tahan lagi.
Sesekali Davi melirik kearah Nara yang mematung melihat keluar jendela seolah ada hal menarik di luar sana. Beberapa kali lelaki itu ingin membuka mulutnya mengatakan sesuatu. Namun kemudian dia urungkan, takut apa yang akan dia katakan justru akan membuat Nara semakin sakit.
Davi menepikan mobilnya tepat di depan pagar rumah Nara. Belum mesin mobil mati, Nara sudah membuka pintu, dan langsung bergegas masuk ke dalam rumah tanpa sedikitpun berbicara dan menoleh ke belakang.
Davi hanya mematung memperhatikan tubuh Nara yang berjalan menjauh memasuki rumah. Sampai kemudian fokusnya terhenti saat sebuah matanya tidak sengaja melihat sebuah benda pipih yang tergeletak di kursi tempat Nara duduk tadi. Davi mengambil benda itu kemudian tersenyum getir saat melihat gambar yang muncul di layar ponsel Nara. Foto dirinya yang sedang memeluk Nara dari belakang dengan Nara yang tersenyum ceria.
Nara membuka dengan kasar pintu rumahnya, stilleto yang tadi dipakainya sudah dilepaskannya dan di biarkan tergeletak di teras rumah. Mama yang sedang duduk di depan televisi bersama Vino sontak langsung berhamburan mendekati suara. Nara yang sedang menangis sambil berlari masuk ke dalam kamarnya, membiarkan teriakan Mama dan adiknya yang menanyakanapa yang terjadi padanya.
Dengan langkah gontai Davi berjalan masuk ke dalam rumah Nara. Mama dan Vino sudah menunggunya dengan wajah khawatir.
"Abang apain tu Nara sampai nangis gitu?" tanya Vino yang menatapnya sembari mengerutkan dahi, mengingat seharusnya malam ini Nara akan kembali dengan wajah sumringah bahagia, bukan malah menangis seperti itu.
Davi hanya tersenyum tipis, raut wajahnya sarat akan kesedihan.
"HP Nara ketinggalan." Davi menyodorkan ponsel Nara yang kemudian diambil oleh Vino yang masih menatapnya dengan bingung. Berbeda dengan Mama yang hanya diam sembari menatap Davi dengan tatapan tak habis pir kemudian menghembuskan nafasnya pelan.
"Semoga apapun keputusan kalian, ini adalah yang terbaik untuk kalian," nasehat Mama yang hanya di angguki oleh Davi.
"Ada apa sih?" tanya Vino yang tidak mengerti apa yang sedang terjadi.
"Syuut," kode Mama, membuat Vino mengulum bibirnya, bungkam.
"Besok Davi berangkat jam 11," ucap Davi.
Mama mendekat, sejurus kemudian memeluk Davi erat. "Jaga diri baik – baik ya, rumah ini selalu terbuka untuk kamu. Mama percaya jika kamu memang takdir Nara, pasti akan selalu ada jalan." Mama melepas pelukannya kemudian menepuk pelan bahu Davi yang hanya tersenyum miris mengingat inilah akhirnya.
"Emang Abang mau kemana? Terus Nara gimana?" Vino menunjuk pintu kamar Nara dilantai dua dengan ibu jarinya.
"Jangan banyak tanya ah," Protes Mama, membiarkan anak lelakinya itu kebingungan sendiri.
Davi memeluk Vino sebentar sembari menepuk beberapakali punggung lelaki yang sudang dianggapnya adik itu. "Gue titip Nara ya, jangan sering berantem."
Vino hanya terdiam kemudian mengangguk, walau dia masih belum mengerti apa yang sedang terjadi.
***
Sesampainya di kamar, Nara sudah tidak bisa menahan dirinya lagi untuk tidak menangis, mengingat apa yang barusaja terjadi. Hal yang meruntuhkan dunianya seketika.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perfect BoyFriend ? √
Подростковая литература[Warning : Mager Revisi, masih amburadul. Jangan hate komen yak, 😉] "Abisin !" tatapnya tajam ke gue sumpah gila ya niat banget ni orang bikin gue gendut. kalo aja nggak sayang udah gue tendang ni muka gantengnya. **** Selamat Membaca --by : author...