EPILOG

3.9K 255 148
                                    

Putar Mulmednya yak.

eh iya kalau pakai Mulmed biasanya kalian putar kagak?

***

Author POV. . .

Nara menatap semua orang dengan tatapan kebingungan, Mama melepaskan pelukkannya kemudian menggiring Nara duduk di sofa menghadap kearah Opa dan Mimi.

"Ada apa?" tanyanya bingung. Tapi entah kenapa rasanya dia ingin menangis. Dan kenapa pula mereka semua ada di rumahnya?

Setelah cukup lama bungkam akhirnya Rama buka suara. "Davi kecelakaan mobil," katanya membuat mata Nara membulat, tanpa dapat di cegah air mata yang sejak tadi di tahannya keluar begitu saja. Sebegitu mudahkah dia menangis?

"Kok bisa? Bukannya dia mau tunangan?" tanya Nara kembali dengan suara bergetar. Dan air matanya mengalir lebih deras saat mengatakan kata tunangan, menyakiti perasaanya sendiri.

Semua terdiam membuat Nara kesal tidak sabar menunggu jawabannya tapi semua malah terdiam sembari menatapnya. Rafli mengangkat bahunya, kemudian memecah keheningan tidak tahan membiarkan Nara menagis lebih lama.

"Tanya sendiri sama dia," ucap Rafli acuh.

Nara menegakkan tubuhnya kebingungan. Melihat kesekeliling, memperhatikan semua wajah orang yang berada disana yang mendadak menahan tawa. Nara semakin bingung kemudian mengusap air matanya. Mama menepuk punggung Nara.

"Dia di taman belakang, sana gih susul," ucap Mama sembari tersenyum. Nara terdiam jantungnya berdetak semakin kencang. Dengan cepat Nara bangun dari duduknya dan berlari menuju taman belakang rumahnya dengan pikiran yang campur aduk.

Nara terdiam berdiri di tengah pintu, mengusap matanya yang basah saat melihat sosok seorang lelaki berbaju batik senada dengan Rama dan Rafli sedang berdiri membelakanginya didekat kursi taman, kakinya seakan lemas. Beberapakali Nara mencubit lengannya sendiri, sakit, berarti bukan mimpi bukan?

Dengan langkah pelan Nara mendekati orang yang sangat dirindukannya itu. Davi membalik badannya langsung menghadap gadis itu. Nara menggenggam erat tangannya agar tidak menghambur ke pelukan lelaki, ah tidak Davi sekarang justru terlihat seperti seorang Pria. Terlihat berbeda dengan terakhir kali bertemu Nara, bahkan terlihat berbeda dengan foto di majalah bisnis yang sering dibelinya. Davi terlihat lebih dewasa, tubuhnya sedikit lebih berisi dan wajahnya semakin tampan.

"Hay." Sapa Davi sembari tersenyum. Berbeda dengan Nara yang masih berdiri kaku ditempatnya. Nara menggigit bibir bawahnya gugup.

"Kebiasaan deh gigit bibir begitu, jadi pengen gigit juga kan," canda Davi. Namun Nara masih mematung menatapnya kebingungan.

"Kakak gak apa-apa?" Davi menaikkan alisnya bingung dengan pertanyaan Nara.

"Memangnya kakak kenapa?" Davi bertanya balik.

"Bang Rama bilang kakak kecelakaan mobil?" tanya Nara mengingat apa yang dikatakan Rama sembari matanya naik turun mencari kecacatan di tubuh pria itu.

Davi tertawa kecil menampakkan deretan gigi putihnya. "Ini maksudnya?" tunjuk Davi kearah keningnya yang tertempel plester berwarna biru.

Nara mengikuti arah tangan Davi menunjuk, "Itu kenapa?" tanya Nara lagi sembari berjalan mendekat kearah Davi yang masih tertawa.

"Apa kecedot pintu mobil bisa disebut kecelakaan mobil juga ya?" Davi tersenyum menampakkan giginya, senyum jahil yang sangat dia hafal.

"Kejedot?" Davi mengangguk.

"Kamu di kerjain Rama," katanya lagi.

"Kok bisa?" Nara menatap intens kearah Davi, dalam hati dia masih berpikir apakah ini hanya mimpi? Atau memang kecelakaan.

Perfect BoyFriend ?  √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang