Chapter 18

3.4K 198 55
                                    

Hay Hay ada yang kangen sama Davi dan Nara?

atau mungkin Kangen sama Author? #ngarep

Happy Reading. . . .

***

Nara POV. . . .


Oh demi Neptunus dan kerang Ajab, situasi macam apakah gerangannya ini? Ruangan yang tadinya sepi sekarang mendadak rame, yakali gak rame sekarang lagi istirahat makan siang dan kalian tau semua anggota BEM udah ngumpul disini iya disni diruang BEM, dan gue ? jangan tanya, gue masih dengan posisi tadi selonjoran dengan kak Davi dipangkuan ilahi, eh dipangkuan gue, Astaga.

Ini situasi paling nggak banget dalam sejarah hidup gue selama pacaran sama kak Davi, jadi pusat perhatian, dan tatapan sini dari cewek-cewek. Apalagi tatapan 3 cabe-cabean yang tadi nyegat gue, itu tatapannya berasa kayak kiriman teluh sodara-sodara.

"Gak makan Ra?" Bang Rafli menyodorkan sebotol teh dingin kearah gue, dan langsung mendaratkan bokongnya duduk disamping gue. "kalau mau nyuruh dia cepat bangun, pencet aja hidungnya, kalau enggak jambak, gue jamin dia langsung bangun" Gue yang tadinya lagi khusuk nyoba buka ni tutup botol jadi noleh dan natap horor kearah Bang Rafli, gimana enggak ni orang idenya kelewat brilian.

Bang Rafli duduk disamping gue, dia tau kali yak kalau gue dari tadi malu plus gugup setengah cengo. kapan ni makhluk bangunnya ya? seandainya aja sepi betah dah gue lama-lama dalam posisi begini, mana kak Davi anteng bener dari tadi, gerak aja enggak, untung masih napas, kayaknya.

"kalau mau makan ni ada jatahnya Davi, makan aja" gue menggeleng lemah, gue suka heran sama temen kak Davi yang satu ini orangnya rada dingin, ngomongnya ketus tapi bisa jadi Presiden BEM. Dan satu lagi fakta yang baru gue tau soal bang Rafli setelah gue pacaran sama kak Davi adalah dia juga punya sisi kelam, alias gak suka kelam (gelap) dan sama kayak kak Davi gak suka nonton horor.

"Zar, berita baru ni gak mau difoto?" sayup-sayup gue dengar ada yang bisik-bisik didekat orang yang gue tau namanya Nazar, gila ni orang bisik-bisik tapi seisi ruangan gue yakin juga dengar.

Gue lihat orang yang dibisikinnya menggeleng kecil, "Gue masih sayang nyawa" gue menyerjitkan kening gue bingung, yah bodo amatlah.

Dan walaupun gue jadi pusat perhatian tapi sejak tadi gak ada yang berani nanya ini itu sama gue, smua diam seolah paham, dan malah gue yang ngerasa gak paham disini.

Gue memperhatikan sekeliling ruangan melihat satu-satu wajah kelaparan para panitian bazar yang sekarang khusuk dengan nasi bungkusnya, termasuk dia sicewek bermuka dewi, hueeek... tapi bermulut cabe-cabean, paling enggak dalah hati gue bersyukur ni orang masih napak di bumi soalnya masih mau makan nasi bungkus.

"Lo yakin gak mau makan ? muka lo kayak orang kelaparan gitu" Bang Rama menatap kearah gue, ya kali gue gak ngerasa lapar setelah melihat dan mencium aroma nasi bungkus tercintah. "mau disuapin?" gue melotot kearah Bang Rafli, kaget eey. . .

Coba bayangin gue lagi dalam posisi begini tiba-tiba ada cowok lain yang nyuapin gue makan apa kata dunia? Cowoknya ganteng pula, alamat tinggal bangke gue pulang.

"Lu suapin dia, tangan lo gue patahin" eh suara dari mana tu? Gue ngerasa kak Davi menggeliat kecil, yah suara serak tadi suara kak Davi, sejak kapan ni orang sadarkan diri, akhirnya.

Bang Rafli menghembuskan napasnya kasar, "bodo lah"

"kakak udah bangun" kata gue, yakali belom bangun Nara ini orang aja udah duduk sambil ngucek-ngucek matanya, wiih bangun tidur aja cuakep gini, bahagianya kalau nanti tiap pagi ngelihat pemandangan begini, eh.

Perfect BoyFriend ?  √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang