Holla, Intan!

7.3K 436 8
                                    


         Di suatu pagi yang cerah, namun mendung di hati, seorang perempuan sedang menghapus papan tulis dengan wajah tertekuk lantaran kesal karena guru di sebelahnya terus saja mengomel.

Ini masih pagi, lho! Seharusnya dibuka dengan keceriaan, bukan omelan!

"Makanya, piket, tuh, datengnya pagi, bukan telat begitu! Teman-teman kamu nggak salah, dong, kalo nyisain kotoran buat kamu biar kamu bertanggungjawab?!"

"Iya, Bu."

"Terus, sekarang gimana kita mau belajar kalo kamu aja lagi piket? Coba pikir!"

"Iya, Bu."

"Jangan iya-iya aja! Nggak nyambung kamu ini. Masa' perempuan, tapi males banget piket. Malu, dong, sama Ibu Kartini yang udah susah payah memperjuangkan hak wanita!"

Perempuan dengan nametag Zavelin Tania. A itu menaruh balok penghapus secara dramatis. Menyandarkan kepala pada papan tulis sama dramatisnya.

Ya Allah ... yang nggak nyambung di sini itu siapa?!

Guru yang ternyata wali kelasnya tersebut kembali berceloteh, "kira-kira kapan kamu selesainya? Kamu belum nyapu, belum balikin buku paket ke perpustakaan, mau kapan selesainya?"

Intan nyerah!

"Kalo gitu, saya balikin buku dulu, deh, Bu," ucapnya lesu. Lalu mengambil setumpuk buku tebal menggunung dengan malas.

"Jangan mangkir kamu, ya!" Gerundelnya lagi, namun Intan tidak menyahut.

Sebelum benar-benar keluar kelas, Intan memandang ke sekeliling kelas, memperhatikan wajah mereka. Ada yang tersenyum puas, mengejek, tidak peduli dan menertawakan. Hanya Alana satu-satunya yang memandangnya sedih.

Huh, derita tidak punya teman.

        Biasa dipanggil Intan, pecinta anime lawas seperti Tokyo Mew-Mew dan Web Diver sampai mati. Hanya memiliki satu teman dan tipe perempuan yang tidak bisa diam. Anak IPS dan suka Farel.

Ah, mengingat Farel, Intan jadi sedikit lebih semangat. Senyum lembut laki-laki itu selalu terngiang dalam bayangan hari-harinya. Seperti suntikan kebahagiaan. Perempuan itu benar-benar menyukai semua dari diri Farel.

Namun, sangat disayangkan karena rasa sukanya bertepuk sebelah tangan.

Farel menyukai temannya, Alana, dan tetap begitu meski tau Alana telah berpacaran dengan Cakra, sahabat laki-laki itu sendiri.

"Hm, jadi sedih," gumamnya seraya tersenyum miris.

Intan memelankan laju jalannya saat merasakan tumpukkan bagian atasnya seperti hendak jatuh. Perlahan, ia mencoba menggerakkan tumpukkan buku yang tingginnya sehidung itu agar kembali ke posisi aman.

"Susah banget," gerutu Intan. Ia melihat ke kanan dan kirinya, berniat mencari bantuan, namun ia terlalu segan karena murid-murid di sana nampak asik sendiri.

Pasrah, deh.

Sejurus kemudian Intan berbelok, karena letak perpustakaan yang dekat dengan kelas bahasa. Entah untuk tujuan apa. Mungkin agar belajar mereka lebih mudah.

Bruk! Brak!

"Aduh, maap-maap!"

Intan menepuk jidat lalu berjongkok membereskan buku-bukunya yang terjatuh lantaran menabrak seseorang.

Sial

"Arrghh! Sial banget, sih, gue hari ini!"

Hah? Intan terdiam, berpura-pura tidak mendengar amukkan orang di depannya itu.

"Kalo jalan liat-liat bisa nggak? Sakit, nih, punggung gue!"

Ya ampun, galak banget. Dua kali gue diomelin pagi ini, batinnya, nelangsa. Intan pun mendongak, mencoba berani. Tadinya, Intan ingin minta maaf lagi, tapi melihat wajah orang di depannya yang menyeramkan, kata-kata itu hanya tertahan di tenggorokan dan ia malah kembali membereskan buku.

Hingga suara hentakkan sepatu yang menjauh menjadi tanda bahwa laki-laki itu telah pergi.

"Kagak dibantuin itu, Do?!"

"Males!"

Do? Dodol?

Eh, tapi sebentar, deh. Intan memiringkan kepala, air mukanya menampakkan raut bingung. "Kayaknya pernah liat itu cowok," gumamnya. Lalu ia mengangkat kepala lagi, memperhatikan punggung angkuh itu dalam diam.

Sampai di satu titik, Intan mengingat sesuatu.

"Oh, temannya si Cicak. Pantes sama reseknya."

*~*

Jum'at, 08 Desember 2017

Holla, Hiper! (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang