vv; arti kehancuran dua menara

2.7K 286 119
                                    


Empat Puluh Delapan.


***

"Ada notif di hape gue?"

Tersenyum, Aldo memberikan ponsel di tangannya pada Intan yang baru datang. "Gak ada. Coba periksa aja."

Intan menatap Aldo, lalu memeriksa ponselnya. Dan memang benar, tidak ada notifikasi apa pun di sana. "Iya, gak ada."

"Makan lagi es krimnya, abis itu pulang."

Mendengar itu, kening Intan mengerut. "Kok, cepet banget?"

Sembari menyendok es krimnya, Aldo menjawab, "mendadak ada urusan."

"Oke."

       Setengah jam kemudian, mereka pulang, dengan keadaan canggung yang mulai Intan sadari sejak Aldo tidak memakaikannya helm. Bahkan, selama perjalanan, laki-laki itu tidak banyak bicara atau protes karena Intan tidak memeluknya. Intan ingin bertanya, namun enggan. Ia sendiri pun sedang dilanda perasaan bimbang sejak tadi.

"Sampe."

Tersentak, Intan tersadar dari lamunan, lalu turun dari motor.

"Farel ... nyatain perasaannya sama lo?"

Intan yang baru saja melepas helm, menatap Aldo dengan terkejut. "Lo ... tau dari mana?" tanyanya, grogi.

Aldo tersenyum tak sampai mata. "Jadi, bener?"

"Tapi, gue nganggepnya biasa aja, Do," elak Intan, seraya menggenggam tangan Aldo yang sayangnya langsung laki-laki itu lepas.

"Ya, semoga aja begitu, ya, Tan." Aldo menyalakan motornya lagi, dan tanpa menatap gadis di sampingnya, ia melanjutkan, "meskipun isi chat lo sama dia gak sebiasa yang lo bilang."

"Do—" belum sempat Intan menyelesaikan penjelasan, Aldo sudah lebih dulu menarik gas motornya menjauh. Meninggalkan Intan yang terpaku tanpa berbuat apa pun.

***

       Sejak pagi, Aldo tidak mau diajak bicara.  Seribu kalipun Intan mencoba mendekat, tapi Aldo selalu menjauh. Hal itu membuat Intan frustrasi dan tidak konsen sepanjang pelajaran.

Alana yang menyadari tingkah aneh temannya itu pun lantas menepuk bahu Intan. "Lo lagi ada masalah, ya? Kenapa?"

"Aldo, Lan," Intan menyebutkan nama sumber kegalauannya. "Dia salah paham soal hubungan gue sama Farel."

Kening Alana mengerut. "Salah paham gimana?"

Intan mengusap rambut, mendongak memandang sekeliling kelas yang untungnya sudah mulai sepi karena jam istirahat telah berlangsung.

"Gue gak tau kenapa bisa tiba-tiba, tapi, Lan, Farel nyatain perasaannya ke gue."

"Hah?!" Alana jelas tidak bisa menahan raut terkejutnya mendengar itu, namun ia tak dapat berkata-kata saking bingungnya.

Bagaimana bisa?

"Tapi, tapi gue gak ada perasaan apa-apa sama Farel, Lan," Intan menutup wajahnya dengan telapak tangan, seolah tidak ingin gadis di sampingnya membaca ekspresinya. "Dia cuma masa lalu gue," imbuhnya.

"Ya udah, kalo emang masa lalu, lo gak perlu segalau itu, 'kan?"

Intan menatap Alana, termenung, lalu bangkit dari kursinya. "Gue mau nyari Aldo dulu."

Kali ini, Alana tidak diam saja melihat Intan pergi. Dia pun ikut berdiri, mengikuti ke mana Intan pergi.

Perasaannya tidak enak, entah kenapa. Yang pasti saat mendengar Intan bilang Farel menyukai temannya itu, Alana sudah merasa ini tidak benar.

Holla, Hiper! (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang