ff; perubahan warna hati

3.5K 296 19
                                    


Tiga Puluh Dua.


***

"Lan?"

"Apaan?"

Intan terdiam sejenak, mengambil napas dalam-dalam, sebelum akhirnya bertanya, "waktu pertama kali lo sadar lo suka Cakra, itu gimana?"

"Apanya?"

"Ya ... rasanya?" jelas Intan seraya melakukan gerakan tangan memutar, layaknya Mario Teguh yang sedang memberi motivasi.

Dan dengan wajah datarnya, Alana menjawab, "lupa."

Hal yang berhasil membuat Intan bercita-cita untuk menjadi teroris lalu membombardir Alana.

Berdecak, Intan cemberut. "Gak guna banget jadi temen."

Lalu, suara tawa terdengar. Siapa lagi kalau bukan dari orang di sebelahnya.

"Nanti juga lo sadar sendiri," ucap Alana, tersenyum miring. "Udah, ya, gue duluan. Pangeran Kuning Lo udah nungguin, tuh."

Intan yang melengos lantas menghadap Alana yang sudah berlari menuju parkiran. "Pangeran Kuni-eh-eh! Lanaaa! Pangeran Kuning siapaaa?!"

"Liat depan gerbang!" titah Alana, balas berteriak.

Tanpa berpikir, Intan pun mengubah arah pandang ke tempat yang Alana maksud. Dan ia paham sekarang.

Ternyata ada Aldo bersama motor antik kuningnya itu. Oh! Jangan lupa helmnya yang juga kuning.

Sudut bibir Intan terangkat, dengan rona merah yang diam-diam muncul di kedua pipinya.

"Duh ... kok gue jadi grogi gak jelas gini, sih!" Kemudian, plak! Intan menampar pipinya sendiri agar ia segera sadar dari ilusi. "Jangan jadi manusia najisun, dong, Intaaan!"

Gadis itu mulai berjalan, tentu saja sambil terus mengoceh, "itu 'kan cuma Aldooo! Aldo yang waktu itu nyebur kolam ikan, Aldo yang waktu itu ngehina-hina looo! Iiihhh geli! Masa, sih, gue?"

Hal berikutnya yang ia lakukan adalah mengacak rambut seperti orang sakit jiwa, di tengah lapangan, diperhatikan banyak orang, tanpa tau malu.

Hingga Aldo pun ikut mengamatinya dari kejauhan.

"Mikirin apa lagi?" tanya Aldo, sabar, ketika gadis berambut acak-acakan itu sudah berada di sampingnya, tak lupa juga air muka keruhnya.

"Gak tau. Lupa," ketus Intan.

Aldo pun geleng kepala. "Dasar cewek," ledeknya seraya memakaikan Intan helm.

Intan semakin manyun. "Dasar cowok!" sahutnya, tidak mau kalah.

"Emang cowok." Lalu, Aldo meleletkan lidah dan tertawa kala melihat Intan bertambah kesal. "Udah, buru naik, takutnya di jalan masih macet, terus lo pulang telat."

Intan menurut. Dia duduk sedikit ke belakang sebagai bentuk kekesalannya tersebut.

Menyadarinya, Aldo pun tertawa, kemudian menarik kedua tangan Intan agar melingkari perutnya. "Begini aja, biar ngambeknya ilang."

Holla, Hiper! (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang