hh; bahagia dan terluka

3.4K 295 30
                                    


Tiga Puluh Empat


***

       Senyum Aldo mengembang saat melihat Intan baru saja keluar rumah sambil tersenyum sumringah ke arahnya. Terasa lucu, namun kelucuan tersebut berhasil membuatnya seolah terombang-ambing dalam lautan kebahagiaan.

"Pagi, Pacar!" sapa Intan, heboh.

Aldo tertawa dari atas motornya. "Ooh, ceritanya sekarang udah gak malu-malu lagi," ledeknya sambil menarik sebelah pipi Intan, begitu mereka dekat.

"Udah, dong. Soalnya malu-malu kucing, tuh, gak seru. Bukan gue banget."

Aldo hanya berdecak-decak dengan air muka kagum.

Memang benar, setelah akhirnya keduanya resmi berpacaran, besoknya dan dua hari setelahnya, sikap Intan berubah. Dia jadi gadis super-duper pemalu yang selalu menunduk saat tertawa, berjalan pelan layaknya Putri Solo, makan secimit (sedikit) dan selalu bersuara lembut saat bicara.

Sungguh bukan Intan sekali! Namun, saat Aldo bertanya kenapa harus semalu itu, dengan polosnya gadis tersebut menjawab, "namanya juga baru jadian, 'kan harus jaim-jaim dulu."

Awalnya, jika Intan menjawab serius, Aldo ingin marah, tapi begitu mendengarnya berkata demikian, Aldo membiarkan.

Karena nyatanya, kegilaan Intan takkan berubah.

"Mas Dodo makin ganteng aja," sekarang, Intan mulai berani menggoda.

Maka, Aldo membalasnya dengan hal yang sama, "kalo tambah ganteng, sun dong," katanya sambil menepuk pipi dengan jari lalu mengerling.

"Berani berapa?"

"Tuker nyawa, deh."

Intan terbahak. "Udah, ah, jangan bacot mulu! Nanti telat sekolah."

"Cium dulu."

"Cepe' dulu!"

"Ngutang dulu, boleh?"

"Gak ada duit, gak ada barang."

Aldo tergelak dengan perasaan yang benar-benar ingin menghabisi Intan saat ini juga saking gemasnya.

Menghabisi dengan cinta maksudnya.

"Gue udah rela mati padahal," ucapnya, pura-pura sedih, kemudian ia memakaikan helm pada Intan—kebiasaan yang tanpa sadar selalu dilakukan. "Helmnya lucu gak?" imbuh Aldo.

"Hah?" Dahi Intan mengerut, lalu ia mengaca di spion dan terkekeh. "Iih ... gue gak sadar lo bawa helm baru. Kuning lagi, kayak—"

"Eek," sambung Aldo, menyeringai.

Keduanya lagi-lagi tertawa, untuk hal yang sebenarnya tidak begitu lucu. Namun, entah mengapa, masing-masing dari mereka, selalu ingin terus tertawa, untuk menggambarkan, bahwa saat ini, mereka sedang bahagia.

"Gue gak merhatiin lho, swear!" Maksud Intan adalah helmnya.

"Gak apa-apa, perhatiin gue aja terus. Gue seneng, kok."

Holla, Hiper! (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang