Lima Belas.***
"Katanya nggak bawa motor, dasar tukang kecot."
Intan mendengkus melihat Aldo tidak menanggapinya dan malah sibuk mengelap jok Si Antik—yang ternyata ditaruh di tempat penitipan motor yang tak jauh dari bengkel.
"Lo mikirlah, nggak mungkin 'kan gue nggak bawa motor."
"Ya, gue mah percaya aja kalo lo ngomong. Lo 'kan selalu jujur." Di akhir kalimat, nada bicara Intan terdengar mengolok, dan Aldo tertawa dibuatnya.
"Gue nggak sesuci itu kali." Laki-laki itu memakaikan helm pada kepala Intan. "Gue sama kayak cowok-cowok kebanyakan. Tukang boong."
Tangan Intan bergerak merapikan rambut yang menyembul dari helm. "Tapi, gue belum nemu kebohongan lo dan sifat lo yang katanya kayak cowok-cowok lain," ungkapnya.
Aldo hanya tersenyum sambil menyela Vespanya.
"Gue setiap liat motor lo, pasti selalu mikir, kenapa, ya, ada orang seaneh lo," celoteh Intan lagi.
Dahi Aldo mengerut. "Anehnya?"
"Iya, di saat kebanyakan anak cowok seumuran lo gencar banget sama motor keren dan mahal biar dinotice cewek, lo justru enggak," Intan menepuk jok Chucky, dua kali, tersenyum lebar. "Lo malah milih Vespa ini, motor yang jarang banget dilirik cewek. Udah gitu, warna kuning lagi."
"Kayak eek, ya?"
"Iya, kayak eek."
Kedua lesung pipi Aldo terlihat setelahnya. Entah kenapa ia ingin sekali tersenyum mendengar penuturan lugas Intan. Dia menaiki motornya lalu menyuruh Intan naik. Dan gadis itu menuruti.
"Gue nggak terlalu suka motor kayak punya Cakra atau Farel," jelas Aldo ketika motor telah melaju mengikuti arus kendaraan lain di jalan raya.
Intan memajukan sedikit kepalanya ke bahu Aldo. "Kenapa?"
"Karena emang gue sadar diri kalau gue nggak sekeren mereka. Terus juga—"
"Lo keren, kok," sela Intan saat Aldo hendak melanjutkan. "Menurut gue, cowok yang bales chat cepet dan selalu bawa helm dua pas tau mau jalan sama cewek, itu keren banget. Lo ini minderan banget, deh! Jangan gitu, gue nggak suka sama orang minder."
Lagi dan lagi, celotehan—-yang sejujurnya tidak penting—itu membuat Aldo tersenyum. Gadis lugu, tapi sedikit bodoh ini tidak juga sadar diri kalau ia pun kadangkali selalu merendah.
"Gue bales cepet, karena gue tau nunggu itu nggak enak. Dan gue selalu bawa helm dua, bukan cuma kalau mau jalan sama cewek, tapi sama cowok juga. Buat keselamatan. Btw, makasih pujiannya."
"Farel nggak pernah gitu ke gue."
Meski Intan berbicara pelan, tapi Aldo bisa mendengarnya dengan jelas.
"Farel nggak pernah bawa dua helm kalo sama gue, tapi ... kalo sama dia, pasti bawa," lanjutnya lagi.
Setelah itu, Aldo merasakan punggungnya berat. Intan bersandar di sana, tanpa suara. Sementara Aldo hanya diam, benar-benar diam tanpa pikiran apa pun di kepalanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Holla, Hiper! (Complete)
Teen Fiction[Side's Story of Favorably] Terkadang, rasa cinta yang awalnya indah bisa berbalik menyerangmu. Dan Cinta yang kamu agung-agungkan, bisa memutar balik hidupmu dalam sekejab mata. Setiap manusia memiliki ekspektasi dalam cinta. Berharap terus begini...