Empat Puluh Sembilan.
***
Setelah kepergian Aldo, suasana seketika berubah suram. Niat hati yang tadinya ingin bersenang-senang, jadi melambung ke udara bersama harapan. Mereka semua, terduduk lesu di setiap sudut rumah yang berbeda. Tidak ada canda, tidak ada tawa, atau celotehan Galang mengenai game Pamali yang akan ia mainkan.Mereka berduka, bukan karena ada yang mati, melainkan karena ada satu yang memisahkan diri.
Karena sebuah perkara. Perkara yang paling dihindari dalam setiap pertemanan.
Cinta.
"Gue kehabisan kata-kata, Rel," Cakra menunduk, memainkan rumput yang ia duduki. "Kalo udah main tangan, gue gak yakin bakal selesai segampang itu."
Galang tiba-tiba bangkit berdiri, mengalihkan perhatian Panjul di sampingnya. "Mau ke mana?"
"Pulang."
Siapa pun membiarkan, tidak ada yang melarang. Bahkan Faisal, yang seringkali mengekori Galang, tidak berbuat apa pun, selain duduk termenung, menghadap pagar rumah yang terbuka lebar. Dan, tidak ada yang melihat, bahwa matanya telah berkaca-kaca di balik sana.
Baginya, ini seribu kali lebih menyakitkan dari tamparan Agil waktu lalu.
Farel sendiri, sebagai sumber masalah, tidak melakukan apa pun, tidak bergerak, berbicara atau membela diri pun tidak. Ia terus tertunduk, menikmati beban di punggungnya yang terasa semakin berat.
"Gue ... kayaknya pulang juga—"
"Jangan, Jul. Temenin gue sama Faisal."
Panjul mengambil napas dalam, kemudian duduk kembali ke tempatnya semula seperti titah Cakra, di samping tiang rumah. Jujur, ia kebingungan, ingin berkata, namun takut salah arah.
"Gue kenal Aldo. Lebih kenal dari kalian," Faisal berkata pelan, namun menusuk. "Dia keras kepala, dan gak bisa semudah itu maafin orang."
"..."
"Asal lo semua tau. Dia pernah punya konflik sama nyokap-bokapnya. Itu bukan cuma sehari-dua hari, tapi dua tahun. Karena apa? Karena dia gak maafin kesalahan mereka, orang tuanya."
Mendengar itu, cengkeraman tangan Farel yang bertumpuk kian menguat, namun lagi-lagi, tak ada satu kata pun yang keluar dari mulutnya.
"Terus sekarang, mungkin bagi sebagian orang, ini masalah sepele, tapi gue yakin, persahabatan kita gak bakal balik lagi kayak dulu."
Tidak ada yang membantah, karena diam-diam, mereka menyetujui itu. Dengan sangat berat hati.
"Gue bahkan gak ada niat buat bujuk Aldo," Faisal terkekeh. "Karena percuma, dia gak bakal luluh dan malah nganggep gue berkomplot sama orang yang nusuk dia."
"Faisal!"
Cakra berteriak, namun Faisal tidak menggubris dan tetap melangkah pergi menjauhi rumah Cakra bersama motor bebeknya.
Sekarang Farel tau, tidak ada kata ampun baginya.
"Gue balik."
***
Galang : gara gara lo, sialan
Intan baru saja memegang ponsel, dan bukan ini yang ia harapkan setelah berjam-jam menunggu kabar. Tubuhnya yang setadian belum terisi makanan jadi semakin lemas kala membaca direct message dari laki-laki itu. Kata-kata singkat, namun menusuk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Holla, Hiper! (Complete)
Teen Fiction[Side's Story of Favorably] Terkadang, rasa cinta yang awalnya indah bisa berbalik menyerangmu. Dan Cinta yang kamu agung-agungkan, bisa memutar balik hidupmu dalam sekejab mata. Setiap manusia memiliki ekspektasi dalam cinta. Berharap terus begini...