Dua Puluh Satu.
***Berkali-kali Aldo mengambil dalam napasnya begitu tiba di depan rumah Intan, dan ia sudah melakukan itu sejak sepuluh menit ia datang. Rasa gugup membuat tangan serta kakinya terasa membeku.
"Apa gue pulang aja, ya?" Aldo bermonolog sambil menggerakkan kakinya, gelisah. Dia belum turun dari motor, bahkan belum melepas helm.
Lantaran takut anak panah lagi-lagi melesat, lalu parahnya, kali ini mengenai kepala.
Lebih baik mencegah sebelum terjadi, 'kan?
"Tapi, kalo gue pulang, pengecut, dong?" gerutunya lagi, kali ini sambil menatap plastik yang menggantung di batang spion. "Enggak-enggak, gue nggak boleh pulang. Gue harus—"
"Ciee, grogi."
Eh?
Secepat kilat, Aldo mendongak ke sumber suara. Dan ternyata, suara cempreng itu berasal dari Intan yang nongol di tembok pagar. Tengah tersenyum geli ke arahnya.
"Jangan grogi, Mas Dodo. Mama gak gigit, kok, sekarang. Udah jinak."
"Sejak kapan lo di sana?"
Intan mengetuk dagu, pura-pura berpikir. "Sejaaak denger suara motor lo."
"Terus lo denger suara ocehan gue dari awal dan nggak ngomong apa-apa?" todong Aldo, sedikit kesal. Dan anggukkan polos Intan membuat kata sedikit, menjadi banyak.
Gadis ini benar-benar minta diteluh!
"Ayo, masuk," ajak Intan, lalu menghilang, dan tak lama kemudian, gerbang terbuka.
Dengan sekali hembusan napas, Aldo pun masuk sembari mendorong motornya dan diparkirkan di halaman, samping mobil Mama Yuni yang belum masuk garasi.
"Intan, ini buat—"
Kalimat Aldo berhenti saat ia berbalik menghadap Intan di belakangnya, lalu mengerjap mata dan berbalik lagi. Nampak salah tingkah.
"Lo nggak pake celana?"
"Hah?" Intan mengernyit, lalu melihat kakinya sendiri. "Pake, kok. Enak aja."
"Nggak keliatan."
"Ya, emang. Orang ketutupan baju," ucap Intan sambil memegang kaos kebesaran berwarna merah mudanya.
Perlahan, Aldo berbalik, namun pandangannya tidak pada Intan, melainkan ke arah lain. "Ada cowok selain gue yang suka ke sini nggak?"
"Aldo, lo kenapa, sih? Gue di sini, bukan di sana," Intan mengernyit bingung. "Ada, Farel sama Cakra," imbuhnya.
"Farel?"
"Iya."
Baru setelah itu, Aldo berani menatap Intan, datar. "Terus pas Farel ke sini, lo juga pake baju kurang bahan begini?" Laki-laki itu lalu menunjuk kaki Intan yang terbuka.
Intan pun berdecak. "Ini, tuh, bukan kurang bahan, tapi model zaman sekarang."
Gadis itu mengangkat sedikit kaos oblongnya, yang langsung dihadiahi Aldo sentilan di dahi.
"Sakit!"
"Model zaman sekarang emang sesat semua!" gerutu Aldo. Ia menaruh plastik di tangannya di atas kap mobil lalu membuka jaketnya, disodorkan pada Intan. "Pake! Iket di pinggang lo!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Holla, Hiper! (Complete)
Teen Fiction[Side's Story of Favorably] Terkadang, rasa cinta yang awalnya indah bisa berbalik menyerangmu. Dan Cinta yang kamu agung-agungkan, bisa memutar balik hidupmu dalam sekejab mata. Setiap manusia memiliki ekspektasi dalam cinta. Berharap terus begini...