Empat Puluh Tujuh.
***"Gak lucu, Farel!" Intan berteriak, menatap tajam laki-laki yang masih kukuh di atas sepedanya itu. "Dan, kalo emang bener lo suka gue, ini telat banget. Sumpah, Rel, TELAT!"
"Gue tau," Farel menjawab tenang. "Makanya gue mau nebus itu semua sekarang."
"Apaan, sih!" Intan tertawa miris. Mengusap dahinya frustrasi. "Gue mau pulang."
Intan benar-benar pulang, meninggalkan Farel yang terdiam, lalu berteriak tertahan.
Sepanjang jalan, gadis itu menahan tangis dengan tangan yang gemetar. Intan tidak tau mengapa dia harus menangis, yang pasti saat ini dadanya terasa sesak. Sesak sekali. Seolah perkataan Farel barusan telah mencekiknya.
Apa-apaan barusan? Suka katanya? Intan mengusap sudut matanya yang berair dan semakin mempercepat laju langkahnya. Seharusnya, kalau memang suka, ia mengatakannya sejak dulu, bukan sekarang ketika dirinya bahkan sudah dimiliki! Kali ini Intan tidak mengerti Farel. Entah laki-laki itu bodoh atau dia terlalu lamban menyadari semuanya.
Intan benci Farel!
Tiba-tiba, gadis itu terpaku, memukul dadanya berkali-kali seraya mengambil napas dalam-dalam, kemudian berjongkok, termenung memikirkan apakah ada yang salah dengannya.
Kenapa terasa sesak? Kenapa begini?
Intan geleng kepala, bangkit kembali dan berjalan. Ia harus melupakannya. Malam ini tidak pernah ada, juga pengakuan itu. Semuanya hanya mimpi yang tak perlu diingat.
Ya, 'kan?
"Hai, Cantik!"
Intan yang tadinya menunduk, lantas mendongak, menatap kaget sosok di depannya, yang berdiri persis di depan pagarnya. Sedang tersenyum lebar dengan dua kotak besar berisi entah apa di tangannya.
Tenggorokan Intan mendadak tercekat, ia ignin menangis, namun segera ia sembunyikan oleh senyuman.
"Mas Dodo!"
Aldo tersenyum riang, mengangkat kedua tangannya. "Gue bawain makanan, nih! Buat lo, Mama sama Bi Marni," ucapnya. "Tenang aja, bukan sisa, kok. Ini udah—"
Grep!
Kalimat Aldo terputus, oleh pelukan tiba-tiba Intan. Memeluk lehernya erat seakan tidak ingin laki-laki itu pergi barang sedetik pun. Aldo terdiam sejenak, mencerna apa yang terjadi, sebelum akhirnya ia menaruh dua kotak di tangannya ke tanah, lalu mengusap lembut punggung Intan.
"Kenapa?"
"Gue sayang banget sama lo."
Pelukan Intan semakin kuat, dan Aldo tertawa. "Ini semacam bisikan cinta hadiah ulang tahun?"
Dengan napas tercekat, Intan mengangguk. Tangannya gemetar, namun ia langsung mengepalkannya agar Aldo tidak menyadari.
Menyadari jika saat ini ia sedang kacau.
"Iya, pokoknya gue sayang banget sama lo."
Intan akan terus menegaskan kalimat itu, supaya semua kegundahan di hatinya sirna. Hingga akan tinggal nama Aldo saja yang tertanam di pikirannya.
"Gue juga sayang sama lo."
Aldo membalasnya, membalas cintanya, sampai Intan bahkan tak sanggup lagi menahan tangis karena ia merasakan betapa tulusnya laki-laki dalam pelukannya ini.
![](https://img.wattpad.com/cover/131139809-288-k838288.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Holla, Hiper! (Complete)
Teen Fiction[Side's Story of Favorably] Terkadang, rasa cinta yang awalnya indah bisa berbalik menyerangmu. Dan Cinta yang kamu agung-agungkan, bisa memutar balik hidupmu dalam sekejab mata. Setiap manusia memiliki ekspektasi dalam cinta. Berharap terus begini...