g; malam Selasa

3.8K 334 14
                                    


Tujuh.


***

"Intan, mama besok ke Jogyakarta, ya. Cabang toko kita udah resmi buka di sana. Tadi, Om Reza ngasih tau mama."

Intan yang sedang membuat susu lantas menghentikan kegiatannya. Menoleh pada mamanya secara dramatis. "Ma, Mama bahkan baru hari ini di rumah. Masa' mau pergi lagi."

Mama Yuni menjauhkan ponsel dari wajah, balik menatap sendu anaknya. "Mama tau. Tapi, sekarang keadaannya benar-benar penting. Om Reza nggak mungkin ngurus sendirian di sana."

"Nggak mungkin atau emang Mama yang mau sama Om Reza," cetus Intan sambil lanjut mengaduk susunya, terdengar datar.

Raut wajah Mama Yuni nampak syok. "Intan!"

"Jadi, Mama bakal berapa hari di Jogyakarta?"

Helaan napas terdengar dari Mama. "Kira-kira seminggu."

"Oke."

Setelah obrolan singkat yang tidak menyenangkan itu, Intan langsung berjalan menjauhi dapur dengan gelas susu di tangannya, mengabaikan sang mama yang memanggil namanya berkali-kali dari meja makan.

Intan mencoba biasa saja. Berusaha untuk menerima jika mamanya adalah wanita sibuk demi memenuhi kebutuhan hidupnya. Tapi, sekuat apa pun Intan menyugestikan diri agar terus kuat, nyatanya ia tetap tidak bisa. Lambat-laun kedua tangannya akan bergetar dan air mata mengalir dari pipinya. Intan bukanlah anak perempuan yang setegar itu ditinggalkan kedua orang tuanya. Karena yang namanya ditinggalkan, oleh siapa pun itu, pasti terasa menyakitkan.


***

       Makan malam bersama keluarga adalah hal yang paling Aldo benci sejak saat itu. Makan di luar terasa lebih nyaman dibanding di rumahnya sendiri. Maka, di sinilah dia, di rumah makan pinggir jalan yang terkenal dengan kenikmatan nasi kebulinya.

Aldo duduk di salah satu meja paling pojok dekat televisi, sendirian. Nampak lahap memakan nasinya tanpa menoleh ke kanan dan kiri saking laparnya. Tadinya, Aldo ingin mengajak Dista, tapi adiknya itu malah ketiduran di rumah Tante Tami. Jadi, ia berencana membungkusnya saja untuk Dista.

Drrtt!

Menahan kunyahannya, Aldo mengambil ponselnya yang berdering di saku jaket. Lalu, melanjutkannya lagi setelah mengangkat telepon masuk tersebut.

"Apaan? Gue sibuk."

"Yee, si Kambing, gue aja belom ngomong!" Seru seseorang di seberang sana, Galang.

Aldo terkekeh. "Iya, mangap," katanya. "Ada apaan nelepon?"

"Calon mertuaku, sedang mengadakan acara makan-makan di rumahnya. Kita disuruh dateng nanti jam delapan."

Kening Aldo mengerut. "Calon mertua? Siapa?"

"Tante Raina."

Wajah Aldo kembali datar. "Kata Faisal, lewatin dulu mayatnya kalo lo mau jadi iparnya dia," ucapnya asal.

"Faisal udah jinak sama gue," balas Galang, terdengar pongah. "Eh, gimana, lo mau dateng nggak?"

Aldo tidak langsung menjawab, ia menenggak minumnya dulu lalu berkata, "duh, gue baru makan lagi. Lo ngasih kabar kenapa nggak dari tadi, sih?"

Holla, Hiper! (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang