Tujuh Belas.***
"Udah lama nggak ngumpul gini, ye," ucap Galang seraya mengupas kuaci, memandang temannya satu-persatu. "Weh, Cak, muka lo kusut banget kayak jemuran kering belom digosok.""Tau aja lo. Kerja sambilan tukang cuci gosok, ya?" Sahut Cakra, menyeringai.
Lalu, tiba-tiba lemparan bantal mengenai wajah laki-laki itu. "Anak TK juga tau kalo jemuran kering itu kusut. Makanya bantu-bantu emak kalo di rumah, tuh!" ujar Aldo, yang langsung diamini oleh Faisal dan Galang.
Cakra mengubah posisi menjadi duduk, menunjuk ketiga temannya. "Ini anak bertiga kompak banget udah kayak Trio Kwek-Kwek."
"Kutakut mamaku marah ... kutakut papaku marah—"
"Stop, Faisal, jangan nyanyi! Suara lo itu jauh dari kata indah!"
"Indah Dewi Pertiwi? Kakak gue itu, mah. Makanya suara gue bagus," sahut Faisal, tidak nyambung.
"Bodo amat, Sal!" gerutu Aldo seraya meraup kesal wajah temannya itu.
"Punya temen yang tiap hari gadoin micin emang harus sabar," ucap Cakra, kembali pada posisinya, merebahkan diri untuk kembali menonton televisi.
Omong-omong, mereka sedang berada di rumah Galang, lantaran keluarga laki-laki itu sedang menginap di Bandung selama dua hari.
Kemudian, pandangan Galang beralih pada satu sosok di atas sofa yang sejak tadi asik berkutat dengan gitarnya.
"Woy! Diem-diem bae, Rel. Ngomong apa ngomong."
Farel lantas melirik Galang, tersenyum. "Gue lagi nyoba-nyoba bikin lagu, nih. Sorry, kalo dari tadi diem-diem bae."
"Lagu buat siapa? Pujaan hati?"
Petikan gitar Farel berhenti, fokusnya beralih pada si penanya. "Gak ada pujaan hati, Cak. Iseng aja gue bikin."
"Oh, gitu."
Kening Aldo mengerut.
Mungkin bagi yang lain, tidak ada yang aneh pada pertanyaan Cakra barusan, tapi tidak bagi Aldo. Dia menyadarinya. Menyadari raut datar temannya itu. Seolah ada maksud terselubung yang hanya ia sendiri yang tau.
"Eh, eh, gue lupa mulu mau bahas ini." Galang kembali mengambil alih pembicaraan. Seraya merobek bungkus kuaci ketiga, ia melanjutkan, "salah satu temen kita ini yang lagi deket sama cewek, lho!"
"Siapa-siapa?" tanya Faisal, penasaran.
Mata Galang memicing pada Aldo yang tengah serius menonton televisi, atau sebagai kamuflase semata.
"Kemaren gue liat ada cowok sama cewek berduaan di gazebo taman!" Galang berseru heboh. "Terus mereka kayak ketawa-ketiwi gitu, sosweet, deh!"
Mendengarnya, jakun Aldo nampak naik-turun.
"Anjir! Bukan gue, tuh!" sahut Cakra, sama heboh.
"Siapa, dah?" Faisal menggaruk rambut, benar-benar penasaran. "Di sini yang jomblo 'kan lo," ia menunjuk Galang. "Aldo sama Farel."
"Songong, ye, mentang-mentang taken," gerutu Galang seraya melempar kulit kuaci yang ia kumpulkan ke arah Faisal.
Laki-laki berbaju hitam itu pun melotot. "Kotor, Bego! Gue aduin ke emak lo kalo lo yang ngotorin rumah! Mampus!"
"Gak takut!"
"Beneran gue bilangin! Gue udah punya bukti rekaman suara lo!"
Lagi, Galang melempar kulit kuacinya. "Dasar idiot! Lo nggak megang hape!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Holla, Hiper! (Complete)
Teen Fiction[Side's Story of Favorably] Terkadang, rasa cinta yang awalnya indah bisa berbalik menyerangmu. Dan Cinta yang kamu agung-agungkan, bisa memutar balik hidupmu dalam sekejab mata. Setiap manusia memiliki ekspektasi dalam cinta. Berharap terus begini...