tt; pemberontakkan

2.5K 273 33
                                    


Empat Puluh Enam.


***


        Untuk pertama kalinya, mereka berkumpul di rumah Panjul, dan seperti biasa, orang tua dari si pemilik rumah sedang tidak ada. Namun, penggantinya adalah dua adik kembar perempuan Panjul yang bernama Zena dan Zara. Umur mereka enam, dan mereka sangat-sangat-sangat usil!

"Zara, topinya Aa Aldo diumpetin di mana?"

Zara, si bocah gingsul itu nyengir, sambil berusaha melepaskan diri dari pelukan Panjul. "Cari aja, Aa," sahutnya, ngocol.

Panjul menghela napas, gantian menarik adiknya yang satu lagi, Zena, yang ciri khasnya adalah memiliki satu lesung pipi. "Zena, di mana Zara naroh topi Aa Aldo?"

"Di rak sepatu Aa."

Mendengar itu, Aldo jadi tertawa, lalu menarik dua anak dalam pelukan Panjul itu, mencium pipinya bergantian, berkali-kali. "Kok,  iseng, sih? Anak siapa, sih, kalian? Hm? Aa Irfan, ya, yang ngajarin jail? Iya?" membuat Zena-Zara terkekeh geli karena kumis tipis Aldo terasa menggelitik di pipi.

"Jul, adek lo gue bawa satu, dah!" celetuk Galang yang sejak tadi memperhatikan interaksi mereka dari sofa, di samping Faisal yang tertidur pulas. "Lama-lama bete juga jadi anak tunggal."

"Bawa, gih," sahut Panjul, sembari menarik pelan kepangan kedua adiknya yang masih duduk di kaki Aldo. "Paling sebulan hidup bareng, rambut lo langsung berubah ubanan," imbuhnya.

"Senakal itu?" Farel menyambung dari sofa sebelah yang Galang dan Faisal duduki.

"Bukan nakal, sih. Anaknya pada iseng aja," jelas Panjul, meluruskan. "Gue sering banget dibikin geregetan sama mereka. Pernah, nih, shampo gue, isinya diganti sama slime, dan parahnya, gue gak sadar. Sadar-sadar pas rambut gue udah pada lengket."

"Weh, suka, nih, gue sama bocah-bocah macem ini," sahut Cakra yang baru keluar dari kamar mandi, cengengesan, lalu mengajak si kembar bertos ria. Yang sayangnya langsung ditolak anak-anak itu dengan berlari menjauh sambil meleletkan lidah.

Farel tersenyum. "Rame, ya? Andai aja gue punya adik cewek."

"Rame plus pusing," kekeh Panjul. "Tapi, biar gimanapun, kalo mereka gak ada, rasanya mending gak ngerokok daripada gak liat mereka."

Aldo menyipitkan mata, tersenyum jenaka. "Gak yakin gue," ledeknya. Panjul nyengir. "Ooh, ya, dari kemaren gue mau nanya ini sebenernya."

kalimat tambahan dari Aldo itu lantas membuat semua kepala menoleh padanya, menatap penasaran.

"Nanya apa?"

Aldo terdiam sejenak, kilatan matanya berubah seakan ia ingin mengungkapkan sebuah rahasia. Ia mendongak, memandang teman-temannya satu-persatu. "Menurut kalian, apa, sih, karma yang pantes buat temen pengkhianat?"

"..."

Semuanya mendadak bungkam dengan raut bertanya-tanya, kecuali satu orang yang sedang menggenggam gitar. Air mukanya nampak tenang, tapi Farel tau apa yang sedang temannya itu bahas.

"Tumben nanya yang aneh-aneh," ucap Galang, keningnya bahkan sampai mengerut karena heran. "Emang ada yang berkhianat sama lo? Siapa? Faisal, ya?" lalu, Galang dengan sadis memukul pipi Faisal hingga dia terbangun. "Woy! Sadar lo sadar!"

"AH! KENAPA, SIH, ANJ**G!"

Galang melotot. "Lo apain Aldo?!"

"Apain apa? Emang lo hamil anak gue, Do?" Faisal balas melotot, kemudian menatap Aldo.

Holla, Hiper! (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang