v; hilangnya rahasia

3.3K 292 14
                                    


Dua Puluh Dua.


***

         Intan memutuskan untuk diam. Meski sejujurnya banyak sekali kalimat yang ingin ia keluarkan. Tatapan mata laki-laki itu berhasil membungkamnya.

"Mana mungki—"

"April Mop!"

Ah.

Intan terkekeh kaku, begitu pula Aldo di sebelahnya. Keduanya nampak salah tingkah.

"Hampir aja gue laper," seloroh Intan seraya mendorong bahu Aldo, ragu-ragu.

"Ha-ha. Lagian mana mungkin," Aldo menggedikkan dagu ke arah Intan tanpa menatap lawan bicara. "Kayak gak ada yang lebih bagus aja."

"Iya, makanya."

"Iya."

Obrolan macam apa, sih, ini?

Selanjutnya, Aldo berdeham, mencoba mencairkan suasana. "Yah, intinya gue ngajak lo ke sini adalah, gue pengen ngomong. Jangan sedih-sedih terus. Apalagi cuma karena orang yang peduli sama lo aja enggak. Oke?"

"K," sahut singkat Intan seraya mengangguk.

"Ya udah. Udah malem. Gue mau balik," ucap Aldo, bangkit dari duduknya sambil merenggangkan badan.

"Sana."

"Motor gue 'kan di rumah lo, Cantik."

Mendengar itu, refleks Intan memegang kedua pipinya, tersipu-sipu. "Aw! Gue dibilang cantik."

Hal itu membuat Aldo tertawa. Lalu menarik hidung Intan, gemas. "Nyesel gue ngomongnya."

Intan terkekeh, mengusap hidungnya. "Eh, Do. Seandainya, ya, seandainya gue suka sama lo, lo bakal terima gue gak?"

"Hm," Aldo nampak berpikir, bersamaan dengan mereka yang mulai berjalan meninggalkan taman. "Gue kayaknya perlu mandi kembang tujuh rupa dulu," jawabnya, nyeleneh.

Intan mendengkus untuk membalas senyum menyebalkan Aldo. "Emang harus sabar, ya, ngomong sama lo."

"Kapan-kapan aja nanya kayak gitunya."

"Emang kenapa kalo sekarang?" sahut Intan, kepo.

Aldo menoleh pada Intan, lalu tak lama menatap jalanan lagi. Tersenyum simpul. "Sekarang belum serius."

Mulut Intan terbuka sedikit, ingin berbicara, namun tidak jadi. Ia bingung dan memilih untuk diam saja.

Hingga suara dering ponsel Aldo terdengar memutus keheningan malam.

Laki-laki itu nampak mengerutkan kening kala menatap layar ponsel, sebelum akhirnya diangkatnya.

"Kenapa, Sal?"

"Nyokap lo!"

Tiba-tiba saja, langkah kaki Aldo terhenti, membuat Intan kontan mengikuti. Menatap bingung laki-laki yang kini raut wajahnya berubah pucat.

Holla, Hiper! (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang