Empat Puluh Dua.
***"Bener gak mau masuk? Pamit dulu sama Farel," tawar Intan pada Aldo ketika ia sudah berdiri tegak di depan pagar rumah Farel.
Tersenyum tipis, Aldo menggeleng. "Enggak. Gue titip salam aja."
"Ya udah," Intan lalu menggamit tangan Aldo, kemudian diciumnya, yang mana hal itu berhasil membuat wajah tegang Aldo sedikit melunak. "Jangan ngebut-ngebut naik motornya—"
"Vespa paling ngebutnya segimana, sih, Tan."
"Ya, pokoknya semacam itu," sahut Intan, cemberut.
Aldo terkekeh, menyubit gemas pipi gadis itu. "Iya, tenang aja," katanya. "Kalo gitu, gue pulang, ya. Nanti mau dijemput lagi gak?"
"Gak usah," tolak Intan. "Gue sama ojol aja. Soalnya gak langsung pulang ke rumah."
"Mau ke mana dulu emang?"
"Jemput Bang Ilyas di bandara."
Saat mengatakan itu, senyum Intan benar-benar menyebalkan di mata Aldo. Seolah mengejek dirinya yang mulai gelisah sekarang.
"Abang lo mau ke sini?" Tapi, Aldo mencoba tetap menjaga keseimbangan ekspresinya seperti biasa.
Intan mengangguk. "Nanti mau ketemu sama lo katanya."
"Oke."
"Mau diajak duel."
Aldo tersenyum terpaksa, dan itu sangat-sangat lucu bagi Intan. Ia sungguh ingin tertawa, tapi ditahannya karena tidak ingin membuat Aldo jadi semakin tertekan.
"Ya udah, kalo gitu gue beneran pulang," ucap Aldo sembari menyela motornya. "Mau nyiapin mental," tambahnya, membuat Intan tak lagi dapat menahan tawa.
"Siapin fisik juga, ya?"
"Pastinya."
Brum! Chucky pun nyala. Aldo mengusap sekilas kepala Intan. "Aku pulang, ya? Jangan kangen."
Intan tersenyum. "Iya. Hati-hati."
Setelah Aldo tak lagi berada dalam jangkauan mata, Intan kemudian mengetuk pagar rumah Farel beberapa kali seraya mengucapkan salam, dan tak lama, si pemilik rumah pun akhirnya membukakan pagar sambil tersenyum.
"Baru dateng?" tanya Farel.
"Iya," angguk Intan, lalu matanya memicing ke arah motor matic merah yang terparkir di samping mobil. "Ada Nindi, ya, Rel?"
"Ada. Dia juga baru dateng."
Senyum Intan merekah. "Asik ... berarti cepet kelar, dong, kita?"
Farel menggedikkan bahu, tersenyum miring. "Mungkin," ucapnya, kemudian ia mendekatkan mulut ke telinga gadis itu. "Tapi, kata Nindi, jam dua dia mau pulang duluan, tuh."
Mata Intan membulat. "Yaaah! Kok, gitu?"
Farel yang sudah jalan lebih dulu hanya terkekeh mendengar gerutuan Intan di belakangnya.
***
"Udah punya cewek, mah, sombong," Bang Burhan memasang air muka keruh sambil mengganti oli. "Udah gak pernah main, jarang nginep, jarang bantu-bantu gue. Apalah gue sekarang, cuma butiran debunya Aldo."
KAMU SEDANG MEMBACA
Holla, Hiper! (Complete)
Dla nastolatków[Side's Story of Favorably] Terkadang, rasa cinta yang awalnya indah bisa berbalik menyerangmu. Dan Cinta yang kamu agung-agungkan, bisa memutar balik hidupmu dalam sekejab mata. Setiap manusia memiliki ekspektasi dalam cinta. Berharap terus begini...