rr; kebohongan pertama

2.6K 249 47
                                    


Empat Puluh Empat.


***

"Mas Dodooo!"

       Aldo yang hendak memasukkan motor lantas menoleh kaget ke belakang. Ia pikir ada kuntilanak dari mana yang menggodanya malam-malam begini, ternyata pacarnya sedang berdiri di luar gerbang sembari menangis. Aldo yang panik pun menyandarkan motornya lagi, lalu berlari membukakan pagar.

"Eh, eh, kok, di sini? Sama siapa?"

Begitu gerbang terbuka, tanpa malu Intan langsung memeluk laki-laki itu, menumpahkan tangisan di kaos hijau tuanya. "Bang Ilyas, hiks, udah pulang lagi ...."

Mendengar itu, Aldo mengusap lembut bahu serta kepala Intan. "Ssttt ... udah jangan nangis, yang penting masih bisa ketemu, 'kan?"

"Tapi, lama ...."

Aldo mengangkat wajah Intan, menyingkirkan anak rambut yang bersatu dengan air mata di pipinya. "Daripada gak ketemu sama sekali?"

Intan cemberut, memeluk Aldo lagi. "Iya juga, sih," gumamnya setuju. "Tapi, kadang masih gak ikhlas gitu, lho."

"Gue ngerti, kok," sahut Aldo, lalu ia mengerutkan dahi. "Yang gue gak ngerti adalah, gimana caranya lo di jam sepuluh malem bisa ke sini."

Intan melepaskan diri, nyengir. "Gue 'kan baru nganter Bang Ilyas sama Om Reza sama Mama juga, terus pulangnya gue minta ke sini dulu, mau ketemu lo."

"Gak dimarahin?"

"Enggak. 'Kan gue bilang, lo yang bakal nganter gue nanti. Jadi, pasti gue aman," tutur lugu Intan, membuat Aldo gemas ingin membuang gadis ini ke Ciliwung.

Laki-laki itu lalu menangkup pipi Intan, sambil ia menunduk agar tinggi mereka sejajar. "Terus, mau ketemu gue biar apa?"

"Sedih gue belom ilang kalo belom meluk lo," Intan terkekeh. "Gue ganggu, ya, malem-malem?"

Aldo tersenyum hingga memperlihatkan lesung pipi indahnya. "Enggak," katanya, kemudian menarik Intan ke dalam pelukan. "Malah gue lagi kangen, terus lo tiba-tiba nongol. Jadi seneng, deh."

Dalam dekapan nan hangat itu, Intan tersenyum bahagia. Mencintai Aldo memang tidak pernah terasa sulit.

"Ya udah, sekarang anterin pulang."

Nah! Ini dia yang merusak momen.

***

        Biasanya, Farel selalu lari pagi sebelum berangkat sekolah setidaknya tiga puluh menit, selain bagus untuk kesehatan, lari juga bertujuan untuk memperkokoh otot kakinya yang memiliki peran penting dalam dunia bola. Awalnya memang merepotkan, tapi seiring berjalannya waktu, ia terbiasa dan seperti ada yang hilang ketika tidak melakukannya.

"Udah jam enam ternyata," ucap Farel sambil melihat jam tangannya ketika berhenti sejenak untuk mengatur napas. Karena ia sudah berlari dari jam setengah enam, itu artinya sekarang ia harus pulang untuk bersiap-siap.

Farel menarik napas lalu berjalan santai sembari sesekali tersenyum ramah pada tetangga yang berpapasan dengannya. Ya, Farel sedang berlari di kawasan kompleknya.

Setelah beberapa meter jalan ke depan, entah kenapa, di pinggir jalan taman kompleknya, tepatnya di tukang ketoprak yang biasa mangkal, Farel seperti melihat seseorang, gadis berkuncir satu, pipinya tembam dan senyumnya lucu.

Intan.

Kedua sudut bibir Farel terangkat, dengan hati berdebar, ia melangkah mendekat, dan ketika jarak hanya terhitung seujung bayangan, ia iseng menyolek bahu gadis itu, hingga seperti biasa, dia terkejut.

Holla, Hiper! (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang