Tiga Puluh Satu.***
Tidak seperti sebelumnya, Intan
yang biasanya malas-malasan berangkat sekolah, entah kenapa hari ini nampak bersemangat sekali. Dimulai dari bangun tidur yang diawali dengan senyum, mandi dan berganti pakaian yang diiringi nyanyian, lalu sapaan hangat pada Om Reza yang lantas membuat pria itu terkaget karena hal itu hampir jarang terjadi.Wah ... ada apa dengan Intan?
Masakan Bi Marni yang sebenarnya sedikit asin saja ia bilang pas, sempurna, luar biasa dengan air muka bahagia yang tidak dibuat-buat.
Meski semua orang di rumah jadi kebingungan sekaligus penasaran—kecuali Mama yang sudah berangkat kerja, namun tidak dipungkiri bahwa mereka juga merasa lega melihat keceriaan tersebut.
"Udah siap?" tanya Om Reza sembari menggulung lengan kemeja biru bergarisnya.
Intan pun mengangguk setelah selesai memakai sepatu. "Ayo berangkat!"
Melihat Intan yang begitu gembira, Om Reza hanya geleng kepala diiringi senyuman. Selama perjalanan pun, tidak pernah sekali pun Intan bersikap judes pada Om Reza, gadis itu amat sangat penurut dan sopan seperti kerbau yang dicocok hidungnya.
Namun, nampaknya kebahagiaan itu tidak bertahan lama ketika mendapati jalan raya mendadak macet karena kecelakaan. Senyum serta canda itu pun lenyap, tergantikan oleh raut wajah panik yang tidak tertutupi.
"Om, kayaknya aku bakal telat."
Raut wajah Om Reza pun tidak jauh berbeda. Ia sendiri hanya terdiam seraya mengusap wajah, frustrasi. Frustrasi karena tanggung jawabnya pada anak di sebelahnya itu.
"Om pesenin ojol aja gimana? Mungkin kalo naik motor bisa lewat jalan tikus."
Sebelum menjawab, Intan menyempatkan diri untuk menatap jam digital yang terdapat di dashboard mobil. Pukul tujuh kurang lima menit. Mau naik motor lewat jalan tikus pun sepertinya akan berakhir sama saja.
Baiklah, Intan pasrah.
"Ya udah, Om."
Tidak butuh waktu lama, yang ditunggu pun datang. Setelah berpamitan, Intan langsung naik motor kemudian melaju pergi sesuai dengan rute yang direncanakan. Dan begitu sampai sekolah lima belas menit berikutnya, Intan lntas berlari tak tentu arah, bingung antara harus lewat gerbang yang sudah tertutup rapat lalu menerima hukuman atau lewat belakang dan tidak dapat turun tembok.
Intan bimbang!
"Lewat mana, ya? Aduh!" Gadis itu menggaruk rambut, frustrasi.
Jika keadaannya begini, Intan jadi teringat akan pertemuannya dengan Aldo dulu. Bedanya, sekarang tidak ada laki-laki itu di sini.
Ingin minta tolong pun sia-sia saja, Alana maupun Aldo pasti sudah ikut upacara di dalam.
"Terpaksa, deh!"
Akhirnya, karena tidak mau membuang waktu, Intan memutuskan untuk lewat belakang, lewat pohon beringin besar yang penuh oleh mitos (buatan Panjul).
Dan, di sinilah Intan sekarang. Di bawah pohon beringin, ditemani kerisauan yang membuatnya susah sendiri.
"Gue harus jadi monyet lagi, nih?" Intan bermonolog seraya memandang satu-persatu batang pohon yang akan menjadi pijakannya, lalu mendesah lesu. "Ya udahlah. Mbah ... permisi, ya, dedek numpang lewat."
![](https://img.wattpad.com/cover/131139809-288-k838288.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Holla, Hiper! (Complete)
Novela Juvenil[Side's Story of Favorably] Terkadang, rasa cinta yang awalnya indah bisa berbalik menyerangmu. Dan Cinta yang kamu agung-agungkan, bisa memutar balik hidupmu dalam sekejab mata. Setiap manusia memiliki ekspektasi dalam cinta. Berharap terus begini...