Delapan.***
"Sepeka lo yang tau gue peduli sama Intan."Selanjutnya, Aldo mendengar Farel tertawa. Tawa yang lebih condong ke arah mengejek.
"Bagus kalo lo mulai peduli sama cewek yang nyata." Farel menggerakkan jarinya di atas kepala seperti tanda kutip pada kalimat cewek yang nyata. "Soalnya selama ini gue taunya lo cuma peduli sama cewek-cewek Korea lo itu."
Aldo terdiam, namun tak lama mendengkus. "Hm, mungkin gue bisa bikin dia lupa sama lo."
Dua laki-laki itu kembali berperang tatapan mata.
"Good luck," ujar Farel, menyeringai. Yang dibalas senyuman angkuh oleh Aldo.
"Wei, pada ngomongin apaan? Serius amat gue perhatiin." Tiba-tiba Cakra datang, duduk di samping Farel sambil merangkul bahu temannya itu. Cengengesan lalu menatap keduanya bergantian. Penasaran.
"Bukan apa-apa," ucap Farel yang diamini oleh Aldo.
Drrtt!
Nada dering dari ponsel Aldo lantas mengalihkan perhatian ketiganya. Setelah permisi, Aldo pun pamit dari teman-temannya. Berjalan sedikit menjauh untuk menerima telepon. Dahi laki-laki berhidung mancung itu mengerut melihat nomer tak dikenal yang menelepon.
Namun, alih-alih mengabaikan, Aldo tetap mengangkatnya. "Halo?"
"Hola!"
Wajah Aldo berubah datar mendengar suara riang yang menyapa. "Siapa?"
"Nggak kenal sama suara gue, ya?"
Aldo mencoba berpikir keras.
"Ini yang tadi minta nomer lo, hih!"
Oh?
Laki-laki itu menghela napas, bersandar pada tembok pagar di sampingnya. "Ngapain nelepon?" tanyanya jutek. "Gue sibuk, nih."
"Maaf, deh, kalo ganggu. Gue cuma mau bilang makasih buat nasi kebulinya. Enak. Lain kali, gantian gue yang beliin lo, deh! Janji."
"Iya, terserah lo aja," balas Aldo seraya mengusap jambulnya. "Udah 'kan, cuma ngomong itu doang?"
"Satu lagi. Makasih buat mau nyamperin gue tadi."
Pip!
Perlahan ponselnya berpindah ke depan wajahnya begitu telepon terputus sepihak. Aldo memandang diam ponselnya seolah benda tersebut adalah Intan. Tiba-tiba saja ia teringat percakapannya dengan Farel barusan. Percakapan yang mengatakan bahwa ia akan membuat Intan lupa pada laki-laki yang namanya lebih dikenal dibanding dirinya itu.
"Gue ngapain, dah?" gumam Aldo, merutuki diri.
Jelas-jelas sangat mustahil mengingat siapa itu Farel. Dia ganteng—kedua setelah Cakra, lalu dia cukup famous di Jaya Bangsa, teman-temannya dari mana saja, pernah menang kompetisi futsal juga mendapat predikat pemain terbaik di seluruh tim, anak orang kaya. Kurang apa lagi? Apa yang membuat Aldo nekad menantang Farel?
Dibanding Farel, Aldo sungguh tidak ada apa-apanya selain kecintaannya pada cewek-cewek Korea—fakta yang membuat sebagian perempuan ilfil padanya—dan pada motor Vespanya, juga kulit putih dan kedua lesung pipinya, selanjutnya tidak ada. Aldo itu ... paling payah di antara keempat temannya.
Kampretlah!
***
"Kamu dari mana?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Holla, Hiper! (Complete)
Teen Fiction[Side's Story of Favorably] Terkadang, rasa cinta yang awalnya indah bisa berbalik menyerangmu. Dan Cinta yang kamu agung-agungkan, bisa memutar balik hidupmu dalam sekejab mata. Setiap manusia memiliki ekspektasi dalam cinta. Berharap terus begini...