Tiga Puluh Delapan.
***"Oke, segitu aja wejangan dari ibu hari ini. Tolong simpan baik-baik di kepala, jangan cuma masuk kuping kanan, keluar kuping kiri. Ngerti?!"
Secara kompak, semua menyahut, namun dengan nada yang lesu bercampur malas.
"NGERTI, BUUU!"
Guru yang baru kita ketahui bernama Dita itu lantas berdiri dari kursi, sekali lagi memandang seluruh muridnya.
"Sebelum ibu keluar, ada yang mau bertanya?"
Dan, tak disangka, Cakra mengacungkan jari.
"Kenapa kamu?" tanya ketus Bu Dita, seolah tau jika ujung-ujungnya pertanyaan anak didiknya yang satu ini tidak bermutu.
"Kenapa wali kelasnya masih Ibu aja?"
Nah, 'kan.
Mencoba untuk sabar, Bu Dita menyahut tenang, "kenapa memangnya?"
Cakra menopang dagu, memelaskan wajah. "Yaaa, 'kan perlu suasana baru gitu, lho, Bu. Paham 'kan maksud saya?" diakhir kalimat, ia memainkan alis mata.
Membuat Bu Dita nyaris mengeluarkan tanduknya. "Iya, paham. Maksudnya kamu bosan sama saya? Iya, 'kan?" todongnya. "Kamu pikir saya juga gak bosen liat kamu terus selama dua tahun? Saya juga bosen tau!"
Di belakang Cakra, Alana menutup wajah. Tidak mau lagi melihat kelakuan aneh laki-laki itu.
"Alana!"
Mendengar namanya disebut, Alana kontan menegakkan tubuh, menatap kaku Bu Dita. "I-iya, Bu?"
"Cakra pacarmu, 'kan?"
"Bukan."
Jawaban cepat dari Alana itu, tak ayal membuat seluruh isi kelas tertawa. Terutama Panjul yang suaranya terdengar paling menggelegar. Sementara Cakra sendiri, hanya bisa diam dengan muka masam sambil menatap Alana.
"Tuh, pacarmu sendiri aja gak mau ngakuin," ledek Bu Dita, tersenyum penuh kemenangan. "Ya sudah, ibu mau pulang. Kalian juga langsung pulang, ya! Banyak culik sekarang."
"Udah gede gini, mana doyan penculiknya," gerutu Cakra seraya menggendong tasnya.
Mendengkus geli, Alana beralih melirik Intan yang sejak tadi tidak banyak bicara. "Heh! Diem aja. Kenapa?"
"Gak apa-apa. Tadi 'kan gue ikut ketawa pas yang lain ketawa," jawab Intan, cepat. Saking cepatnya hingga berhasil membuat Alana curiga.
"Masa', sih?"
Intan mengangguk.
"Tapi—"
Belum sempat Alana menyelesaikan kalimat, Cakra sudah menarik tangan perempuan itu lebih dulu. "Ayo, pulang-pulang! Gue mau bikin perhitungan sama lo!" ucapnya, mengabaikan protesan Alana yang minta dilepaskan.
"Lepasin, Bego! Duh!" Bukannya melepaskan, Cakra malah berubah merangkul leher Alana, hingga gadis itu tak dapat berbuat apa pun selain pasrah. Lalu, ia melambai pada Intan. "Gue duluan, ya! See you tomorrow!" teriaknya, sebelum akhirnya menghilang di balik pintu.
Meninggalkan Intan dan seseorang di depannya yang entah sedang apa dengan ponselnya.
Mencoba mengusir canggung, Intan berdeham. Dan untungnya Farel langsung menoleh. "Gak balik?"
"Bentar lagi. Nanggung, download-an tinggal sepuluh persen," jelasnya, terkekeh.
"Dasar pemuja wifi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Holla, Hiper! (Complete)
Jugendliteratur[Side's Story of Favorably] Terkadang, rasa cinta yang awalnya indah bisa berbalik menyerangmu. Dan Cinta yang kamu agung-agungkan, bisa memutar balik hidupmu dalam sekejab mata. Setiap manusia memiliki ekspektasi dalam cinta. Berharap terus begini...