Jadi manusia baik saja rasanya belum cukup. Kenapa fisik lagi-lagi HARUS dijadikan tumpuan dalam menilai seseorang?
-Kurang Cantik-
***
"Akhirnya!" seru Renata saat sudah berada di rooftof sekolah, ya sekarang pembelajaran telah berakhir.
SMA Pandawa memang salah satu sekolah elite di kota bandung. Memiliki empat lantai dan bangunan yang cukup luas.
Renata mendongkak ke atas dengan mata terpejam. Menikmati teriknya matahari di siang hari.
"Sialan!" seru seorang cowok yang berhasil membuat Renata langsung menatap ke arah sumber suara.
Ternyata itu adalah cowok kulit putih dengan perawakan tinggi, dan alis tebal. Ia tampak sempurna namun sayang, seragamnya terlihat berantakan dan keriting.
Cowok itu kini heboh menginjak-ijak kecoa yang sudah tak berdaya. Renata pun melangkah mendekat.
"Ada apa?" tanya Renata penasaran.
Cowok itu tampak kaget dengan kehadiran Renata yang mendadak sudah berdiri di belakangnnya.
"E-elo ngapain disini?" cowok itu balik bertanya. Kini tampak tangannya sedang memegang sepuntung rokok yang masih berasap.
"Eh ini area sekolah, gak boleh ngerokok!" dengan refleks Renata menegur.
Cowok itu mengkerutkan dahinya. "Ya suka-suka gue."
Renata menatap kesal cowok di depannya. "Matiin! Atau gue laporin!"
"Ya udah, laporin aja kalo berani." balas cowok itu sambil menghisap rokok lalu menghembuskannya pas ke wajah Renata.
Dengan gerakan cepat, Renata menutup mulut dan hidungnya sembari melihat ke arah lain. "Kalo mau mati konyol gara-gara asap jangan ajak orang lain juga!" serunya kesal.
"Gue gak ajak lo mati kok."
"Tapi secara ga langsung, cara lo tadi..." ucapan Renata terputus karena mendadak cowok tampan itu maju selangkah.
"Apa?" tanyanya.
Renata tampak menghela nafas. "Nama lo siapa? Biar gue laporin!" katanya sambil mundur selangkah.
Cowok itu menatap kebawah, melihat sambil menunjuk nametag yang tertempel di seragamnya. "Rendi Alfaro." katanya.
Renata yang tampak familiar dengan nama itu, diam sejenak.
"Eh lo Rendi dua belas IPS lima?" Renata ingat cowok yang dibicarakan Lily sewaktu istirahat.
"Iya." jawabnya.
Renata hanya bisa diam sambil mulai mengamati cowok di depannya dari ujung rambut hingga ujung kaki.
"Udah ngeliatinnya?" tanya Rendi tiba-tiba dan berhasil membuat Renata mengangkat kepalanya dan kembali menatap cowok yang lebih tinggi darinya.
"Sekarang, ayo lo laporin gue!" tantangnya.
Renata diam, bingung menjawab apa. Sebenarnya, tadi itu hanya gertakan supaya Rendi mau mematikan rokoknya.
"Ka-kali ini gue maafin lo."
"Kenapa gak jadi dilaporin?"
"Gue males ke BK!" Renata segera beralasan.
"Yah, gak seru!" Rendi membuang puntung rokok lalu menginjaknya. Setelah itu, berbalik dan mengambil tas di tempat ia menginjak-nginjak kecoa tadi.
Renata hanya bisa diam memperhatikan.
"Jangan lupa sisir rambut." mendadak Rendi berbisik pada Renata lalu pergi menjauh.
Gadis itu kini membulatkan mata, mulutnya seakan ingin mengumpat tapi, ditahan.
***
Keesokan harinya di pagi hari yang cerah, Renata dan Zee sedang berada di perjalanan menuju sekolah.
"Ren tugas ekonomi gue udah? Lo bawa gak?" tanya Zee.
"Iya gue bawa." Renata membuka tasnya lalu mengambil barang kepunyaan sang kakak.
"Nih!"
"Udah selesai kan?" tanya Zee sambil menerima bukunya.
"Udah."
"Makasih adek ku sayang muah!" Zee tersenyum bahagia.
Renata hanya memutar bola matanya.
"Eh lo turun disini ya!" Zee memberhentikan mobil di jalanan yang cukup sepi.
"Iya." jawab Renata malas sambil melepas sabuk pengamannya.
"Nanti baliknya gue tunggu di tempat biasa ya!"
"Iya." Renata kini telah membuka mobil. Selama bersekolah di SMA Pandawa, Renata dan Zee selalu berangkat bersama tetapi Zee selalu menyuruh Renata untuk turun di radius kurang lebih dua puluh meter dari gerbang sekolah. Renata hanya bisa mengiyakan, lagipula ia tak bisa menyetir.
Kini, gadis berambut kusam itu berjalan menyusuri jalan. Sesekali mobil dan motor melintas dijalan sepi yang dipenuhi pohon rimbun.
"Eh item-item!" mendadak seruan terdengar memenuhi jalanan sepi ini.
Renata menatap ke samping dan mendapati Vino yang tampak tertawa sambil melambai-lambaikan tangan melalui kaca mobil merah.
"Woi jangan panas-panasan lagi, tambah gosong baru tau rasa!" Hendra ikut-ikutan muncul di kaca mobil yang sudah mulai menjauh.
Kini, Renata hanya bisa menghela nafas, manahan emosi lalu kembali berjalan. Baru beberapa langkah berjalan, kakinya terhenti.
"Apa gue harus berubah?" tanyanya pada diri sendiri sambil mengamati penampilannya.
"Ah nggak-nggak, gue harus tetep jadi diri gue sendiri." ia menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Pergi kau setan-setan penggoda!" umpat Renata lalu melanjutkan langkahnya.
Saat sudah tiba di gerbang sekolah, Renata mempercepat langkahnya. Baru saja memasuki wilayah lapang, Renata kembali mendapat ledekan.
"Yuda pacar lo mandi gak sih?!" Hendra bertanya dengan suara lantang lalu tertawa keras setelahnya.
"Eh, apa sih?! Buat lo aja!" balas Yuda yang masih tetap fokus memperhatikan permainan bola di lapangan.
Mendengar itu, Renata semakin mempercepat langkahnya.
"Ish ogah gue, punya pacar kayak dia!" suara Hendra bergema memenuhi lapang. Setelah itu, terdengar suara tawa dari beberapa siswa di lapangan.
Renata yang malu setengah mati segera berlari.
"Ya ampun, salah gue sama kalian itu apa sih?" batin Renata berteriak kesal.
Hai guys!
Beri dukungan untuk cerita ini yu! Dengan cara memberikan Vote dan Komentar❤
KAMU SEDANG MEMBACA
Kurang Cantik
Teen FictionSemua orang dilahirkan bukan menurut apa yang di inginkan. Kita tak akan bisa meminta untuk dilahirkan jadi apa dan bagaimana. Seperti Renata, yang merasa dirinya kurang beruntung karena terlahir tak cantik. Kepercayaan dirinya hilang dan air matany...