Jika tak suka, ucapkan tak suka. Jangan seolah-olah kamu kuat dan baik-baik saja ketika dijadikan bahan lelucon. Tolong, kasihani dirimu.
-Kurang Cantik-
***
"Hei broo!" mendadak seorang cowok datang dan langsung ke meja Ilham juga Vino, ia menyalaminya satu-persatu.
Perawakan cowok ini tinggi dan tubuhnya sedikit berisi, warna kulitnya sawo matang. Rambutnya sedikit gondrong dan dibelah dua. Celananya cutrbray. Layaknya anak pencinta style classic.
"Eh, dari mana aja lang?" tanya Vino sambil membalas tangan Gilang lalu memeluknya, ala-ala cowok yang saling memukul pundak dengan keras.
"Biasa, habis liburan man!" balas Gilang sambil menaik turunkan kedua alisnya.
"Njir gaya, liburan kemana?"
"Ke Belanda!" Gilang nyengir lalu berganti memeluk erat Ilham.
"Njis gaya banget! Bagi oleh-olehnya dong!" Vino mengadahkan tangan kanannya.
"Nih!" seru Gilang sambil meletakan tangannya diatas tangan Vino tanpa memberikan apa-apa.
"Mana? Ah bohong lo!"
"Serius, ke belakang dapur maksud gue!" kata Gilang lalu tertawa dengan suara beratnya.
"Gue kira beneran!"
Mendengar itu, tawa Gilang tambah keras. "Lo belum berubah juga, masih gampang di begoin!"
Mendengar itu, Vino hanya bisa diam.
"Nih Vin gue kasih tau, bego tu jangan dipellihara! Udah item bego lagi!" tawa Gilang semakin pecah.
"Ya elah lo juga bego! Udah kena razia tetep aja masih pake celana cutbray!" Vino mencoba melakukan pembelaan diri.
"Yey ini kan style gue! Emangnya elo style-nya kampungan, kulit item, tapi sosoan! Haha..." canda Gilang
Namun, ekspresi wajah Vino seketika berubah. Ia tampak tersinggung dengan bercandaan Gilang.
"Lo diterima di band Yuda pun gara-gara jago main gitar. Prediksi gue nih ya, lo bakal di tendang dari anggota band kalau Yuda udah berhasil nemuin gitaris yang jauh lebih ganteng dari lo haha..." Gilang semakin tertawa sambil memegangi perutnya yang sakit. Sebenarnya ia hanya ingin bercanda.
"Gilang jaga omongan lo!" Ilham yang tadi sibuk membaca mulai menghentikan kegiatannya karena menyadari ekspresi Vino yang sudah berubah.
Seketika itu juga, Gilang berhenti tertawa. "Astaga!" serunya sambil memukul pelan mulutnya, ia baru menyadari perkataannya tadi menyinggung Vino.
"So-sorry bro, lo tau kan gue nyeplos orangnya." tambah Gilang.
Vino tertawa garing. "Gak pa-pa santai aja bro!"
Gilang ikutan nyengir garing.
Diwaktu yang sama, di meja Renata.
"Gila ya, si Gilang frontal banget ngomongnya." bisik Daniar dan hanya terdengar oleh teman-temannya.
"Haha... iya, gue sih berharap Vino bakal nyadar deh sama kekurangannya." Tarisa angkat suara.
"Haha... iya puas banget gue liat ekspresi malunya!" sambung Lily.
"Iya, gue kira urat malunya udah putus, taunya belum!" timpal Daniar.
Kini mereka tertawa bersamaan kecuali Renata yang masih sibuk membaca buku biologinya, pelajaran biologi harusnya berlangsung sekarang, tetapi sepertinya Pak Edi datang terlambat.
"Kita ikutan ledek dia juga yu sekarang?" usul Lily.
"Nah iya-iya!" Daniar langsung setuju.
"Eh jangan!" mendadak Renata angkat suara.
"Kenapa jangan?" tanya Lily.
"Ya, maksud gue kalian jangan ledek dia. Kasian."
"Yey ngapain harus kasian?" Lily bertanya lagi.
"Ya terserah deh. Berarti kalo kalian ngeledek dia, kalian sama aja kaya Yuda."
Mendengar itu semua temannya diam.
"Bener juga lo." Daniar setuju.
"Pagi murid-muridku!" mendadak Pak Edi datang dengan langkah cepat lalu duduk di bangkunya.
"Pagi Pak!" seru semua siswa bersamaan.
"Sebentar ya, Bapak nafas dulu. Cape." kata Pak Edi yang terlihat berkeringat.
"Habis maraton-an pak?" Vino bertanya.
Mendengar itu Pak Edi melihat ke arah muridnya yang paling cerewet itu.
"Eh itu siapa?" tanya Pak Edi sambil menunjuk Gilang.
"Saya Gilang Pak!" seru cowo celana cutbray itu.
"Murid baru?" tanya Pak Edi sambil berdiri.
"Bukan pak, saya emang murid kelas sini. Tapi kemarin ada acara keluarga jadi belum bisa masuk."
"Oh gitu, terus kalian ngapain duduk bertiga kaya cabe-cabean?" tanya Pak Edi dan sukses membuat siswa dalam kelas tertawa.
"Ya abis gimana pak, kita bertiga udah sehati gak bisa dipisahin!" balas Gilang sambil tersenyum, tetapi terlihat bodoh.
"Nggak, nggak bisa gitu dong. Satu pindah ke situ!" Pak Edi nenunjuk bangku kosong di belakang Daniar dan Lily yang sudah diisi oleh cowok berkacamata.
"Ya udah Vin lo pindah sana!" usir Gilang.
"Yaelah lo aja kali yang pindah, gue udah duluan duduk disini sama Ilham."
"Ih ngalah kek lo!" balas Gilang lagi.
"Ayo cepat!" Pak Edi bersuara lagi.
"Buruan!" Gilang mendorong tubuh Vino yang duduk di ujung.
"Gak mau!"
"Ya udah gue aja." Ilham berdiri dari duduuknya.
"Eh jangan, nanti gue nyontek kesiapa?!" Gilang menarik supaya Ilham kembali duduk.
"Udah sana Vino, lo aja!" lagi-lagi ia kembali mendorong tubuh Vino.
Tak ada pilihan, Vino mengalah lalu duduk ke bangku yang dimaksud Pak Edi.
Baru saja duduk, Lily yang tak suka dengan kehadiran cowok itu menatap sinis.
"Eh liatinnya biasa aja dong!" seru Vino sambil berdiri dan berhasil mengundang semua siswa dalam kelas melihatnya
"Eh ada apa lagi?" Pak Edi yang baru saja ingin menulis sesuatu dipapan tulis kembali melihat ke arah Vino.
"Ini pak, dia kayak yang gak suka kalo saya duduk disini. Padahalkan saya juga bayar di sekolah ini!" Vino terlihat marah.
"Yey lo aja yang baperan, gue biasa aja tuh!" balas Lily.
"Biasa dari mana?!" Vino bertanya kesal.
"Eh sudah-sudah! Kalian berisik, bapak keluarkan!" kata pak Edi.
Vino kini tampak menghela nafas, mengatur emosinya lalu kembali duduk.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kurang Cantik
Roman pour AdolescentsSemua orang dilahirkan bukan menurut apa yang di inginkan. Kita tak akan bisa meminta untuk dilahirkan jadi apa dan bagaimana. Seperti Renata, yang merasa dirinya kurang beruntung karena terlahir tak cantik. Kepercayaan dirinya hilang dan air matany...