29. Masalah Rendi

4.1K 282 18
                                        

Jika kaki masih menapak di bumi maka bersiaplah dengan masalah, jangan pernah lari atau sembunyi. Hadapi adalah jalan keluarnya.

-Kurang Cantik

***

Tak terasa kini sudah saatnya pembagian rapot. Semua siswa beserta orangtuanya berbondong-bondong memasuki kelas masing-masing.

Terkecuali Rendi yang sedang duduk santai di atap sekolah dengan selipan rokok di tangannya.

Drttt... drttt...
Ponsel Rendi yang berada di sebelahnya bergetar, ia menatap layar ponsel yang tertulis nama Surya. Sebelum mengangkat telepon, ia mematikan dahulu rokoknya.

"Hallo?"

"Iya Hallo Rendi, papah mau minta maaf ya sekarang gak akan bisa ambilin rapot kamu soalnya papah lagi ada meeting sama client. Ini penting banget." ucap orang di sebrang dengan terburu-buru

Mendengar itu, Rendi langsung memutus sambungan telepon.

Drttt... drttt...
Ponselnya kembali bergetar dan nama yang tertera di layar masih sama. Surya.

Cowok itu tampak tak tertarik mengangkatnya, ia hanya diam saat ponselnya masih bergetar.

"Bego, ngapain sok minta maaf. Dari dulu juga gak pernah dateng buat ambilin rapot." makinya saat ponsel berhenti bergetar.

Drttt...drttt...
Ketiga kalinya ponsel bergetar, tapi kali ini bukan Surya melainkan bi Surti, asisten rumah tangganya. Rendi langsung mengangkat.

"Hallo bi, kenapa?" tanyanya lebih dulu.

"Hallo Rendi!" justru suara Papah yang terdengar.

"Papah,"

"Iya ini Papah jangan tutup teleponnya, yang sopan sama ya orang tua. Jangan matiin telpon duluan, tau aturan dikit." ucap Surya ketus.

Rendi menghela nafas. Lagi-lagi ceramah, pikirnya.

"Rendi kamu harus tau diri ya, untung papah kemarin mau memohon sama guru supaya kamu tidak di keluarkan. Jadi jangan seenaknya sama papah. Harusnya kamu berterimakasih dengan cara jadi anak yang sopan!"

Rendi tertawa kecil mendengar penuturan papahnya yang seolah-olah menjadi pahlawan.

"Kalau papah kemarin gak mohon-mohon, kamu gak mungkin bisa nerima rapot hari ini. Jadi kamu sekali aja tolong ngertiin papah."

Cowok itu tertawa sebelum mengatakan ini. "Ngertiin? Bukannya Rendi selalu ngertiin papah? Sejak kecil bahkan. Terus soal papah ke sekolah dan memohon sama guru biar aku gak dikeluarin, itu emang kewajiban papah sebagai orangtua. Kalo papah gak mau dateng kemarin gak pa-pa kok, Rendi kan bisa langsung kerja biarpun cuman kuli bangunan."

"Eh denger ya, papah gak mau kamu kerja kayak gitu. Papah kemarin itu mempertahankan harga diri Papah. Apa kata orang kalo anak seorang pengusaha besar dikeluarkan dari sekolah karena mau mau mukul gurunya sendiri. Citra perusahaan papa bisa rusak. MEMALUKAN!"

Rendi lagi-lagi tertawa miris pada dirinya sendiri. "Citra perusahaan Papah kayaknya lebih penting, daripada Rendi." katanya.

Orang disebrang diam.

"Udah ya, Rendi capek hidup dibawah tekanan dan aturan papah yang selalu nuntut Rendi untuk jadi apa yang Papah mau."

"Rendi denger, perusahaan yang Papah bangun itu untuk kamu juga. Kamu gak akan hidup seenak sekarang, kalo papah gak berbisnis kayak gini."

"Tapi itu bukan yang Rendi mau Pah, aku mau papah sempetin waktu buat bagi cerita sama Rendi. Punya waktu biar Rendi bisa cerita semua pengalaman aku yang rasanya semua pahit semejak mamah meninggal. Rendi gak sekaya sekarang juga gak pa-pa, Rendi cuman butuh keluarga yang sekarang cuman ada Papah." cowok itu kini tak dapat menahan air matanya.

"Papah terlalu egois." ucapnya bergetar.

Orang disebrang hanya diam.

"Jadi mulai sekarang, gak usah sok peduli lagi!" Rendi langsung memutus sambungan terlepon. Ia kini memilih menundukan kepalanya menahan rasa kekesalanannya yang ia tahan selama ini.

Sinar matahari pun menyorotinya, seakan memberi semangat agar oa tak bersedih lagi namun, mendadak cahayanya redup.

"Rendi lo kenapa?" suara lembut terdengar cukup dekat.

Cowok itu mengangkat kepalanya dan mendapati Renata yang sudah berlutut di depannya.

"Renata." ucapnya.

"Eh lo nangis?" gadis itu bertanya saat menyadari mata Rendi sedikit berair.

"Gak gue gak nangis, cuman kelilipan." ia langsung mengelap air matanya.

"Lo boong."

"Gue beneran, ngapain boong?" ia mencoba tersenyum seperti biasanya.

"Rendi, kalo ada apa-apa lo cerita aja sama gue."

"Hm iya pasti."

Hening sejenak.

"Eh lo gak kuning lagi ya?" Rendi mencoba mengalihkan topik.

"Oh, iya udah nggak." jawab Renata, kemarin ia sengaja tak melulur kulitnya dengan kunyit, khawatir akan kuning saat bagi rapot.

"Hm, baguslah. Kalo kuning lo jelek, bagus kayak gini. Manis." ucap Rendi mencoba mencairkan suasana demi menyembunyikan masalahnya.

"Ih apa sih Ren, udah deh gak usah sok muji!"

"Emang bener." kali ini Rendi bisa tertawa dalam artian tidak miris dengan dirinya sendiri. Ia tertawa karena lucu melihat Renata salah tingkah.

"Udah deh apa sih!"

"Idih itu muka lo merah?"

"Eh apa nggak!" gadis itu langsung memegang wajahnya.

"Boong."

"Ngga!"

"Ah boong lo, salting ya dibilang gitu?"

"Ih apasih, terserah deh." balas Renata yang diam-diam sudah tersenyum.

Rendi hahya tertawa. Lagi-lagi hening

"Eh iya, lo rapot diambil sama orangtua Ren?" tanya Rendi.

"Oh bukan, gue diambilin sama bi Minah asisten rumah tangga gue."

"Emang orangtua lo kemana?"

"Hm, mereka sibuk ngurusin bisnis di luar negeri, biasanya sih pulang enam bulan sekali tiap libur sekolah terus kita liburan sekeluarga, tapi kali ini kayaknya gak bisa. Katanya jadwalnya padet."

"Oh gitu, beruntung ya lo biarpun enam bulan sekali bisa liburan sekeluarga. Gak kaya gue."

"Loh papah lo bukannya tinggal di Bandung? Pasti serumah dong."

Rendi tersenyum tipis. "Gue emang tiap hari liat dia, tapi kalo ngobrol panjang kayaknya gak pernah kecuali dia ceramah lewat telpon."

"Oh gitu, sayang banget padahal serumah."

"Iya, ya udah ya gue mau ke kelas. Mau ambil rapot."

"Loh ambil sendiri?" tanya Renata.

"Ya-iyalah, sama siapa lagi." cowok itu menggendong tasnya lalu segera berlalu pergi menuju kelasnya.

-
-
-

Hai-hai enjoy ya sama ceritanya.
Sampai ketemu di hari jumat!

Oh iya btw, kalo aku nulis quotes diatas itu hasil pemikiran aku ya. Kalo ada kemiripan sama orang lain, mungkin mereka yang niru
Atau mungkin emang ada kemiripan, tapi beda. Gitu loh, semoga ngerti wkwk

Jangan lupa vote dan komen ya❤

Salam hangat

Sara Magdalena

24-04-2018/28-04-2020

Kurang CantikTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang