Jangan berusaha jadi pemeran utama lagi, tempat anda sudah di rebut.~
***
Pagi ini lapangan SMA Pandawa dipenuhi lebih banyak orang yang membentuk lingkaran membiarkan dua remaja bertarung di dalamnya.
"AAAAAA!" para gadis berteriak histeris menyaksikan seorang siswa secara terus-menerus memberi bogeman pada lawannya yang sudah mati kutu.
"Jangan pernah lo sebut Renata!" dia Rendi yang sedang menarik kerah seragam Yuda yang terlentang lemah di atas lapang dengan wajah bonyok.
"Cih..." Yuda malah tertawa di sela batuknya. "Renata, gak bener-bener suk..."
BUGHHH
Rendi memberi bogeman sekali lagi membuat Yuda kalah telak."Udah gue bilang jangan sebut Renata dengan mulut lo!" Rendi melotot marah sambil menarik kerah seragam Yuda.
"RENDI!" suara seorang gadis mendadak terdengar nyaring mengalahkan ratusan siswa di sekelilingnya.
"Kamu kenapa sih?!" tanya Renata sambil mendorong tubuh Rendi agar menjauh. Gilang dan Hendra yang sejak tadi hanya berani menyaksikan di pinggir lapang pun mendekat ke arah Yuda yang terbaring lemas tak berdaya.
Rahang tegas Rendi mengeras, dadanya naik turun, sorot matanya menggambarkan jika dia sedang marah besar dan tangannya di kepal kuat-kuat di samping tubuh.
"Tenangin diri Ren, kamu bisa bikin orang mati!" seru Renata mengingatkan dengan nafasnya yang sudah ikut naik turun.
Bukannya tenang, Rendi justru semakin marah. Kepalan tangannya menguat dan ingin maju lagi, tapi Renata buru-buru menahannya.
Amarahnya memuncak bukan tanpa sebab, tapi karena Yuda yang tersenyum miring ke arahnya.
"RENDI!" seru Renata keras. Berharap orang di depannya lebih bisa mengontrol emosinya.
"Ada apa ini?! Ada apa?!" beberapa guru menerobos nemasuki kerumunan.
"Astaghfirullah Yuda!" bu Leni mendekati Yuda yang sudah babak belur. Mata kanannya bengkak, pipi kanan-kirinya lebam, sudut bibirnya berdarah bahkan pelipisnya pun ikut berdarah. Wajahnya benar-benar kacau sekarang.
"RENDI!" pak Yanto maju. "SUDAH GILA KAMU?!" tanyanya dengan suara menggelegar.
"Rendi, kamu kenapa sih?" Renata melembutkan suaranya, dia tau jika ikut marah suasana akan semakin kacau.
"RENDI IKUT SAYA KE KANTOR!" seru pak Yanto sambil menarik Rendi secara paksa. Pak Indra juga ikut menarik tangan satunya.
Sebenarnya Renata baru saja tiba di sekolah tadi, bahkan tasnya masih ada di punggung. Dia tertarik dengan kerumunan saat baru tiba di lapang. Begitu melihat wajah Rendi, dia langsung menerobos kerumunan dan memisahkan kedua remaja laki-laki yang sebenarnya sedang merebutkan dirinya.
"Yuda ayo kita ke UKS, luka-luka kamu harus cepat di obati." ucap bu Leni.
"Iya bu." jawabnya pelan dengan nafas tak beraturan.
"Gilang, Hendra bantu Yuda! Ibu mau ke BK dulu. Takut Rendi mengamuk." perintah bu Leni yang segera diangkuki. Bu Leni pun pergi dari sana.
Renata yang sudah tak dapat melihat jelas punggung Rendi lagi pun berbalik. Matanya langsung mendapati Yuda yang juga menatapnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kurang Cantik
JugendliteraturSemua orang dilahirkan bukan menurut apa yang di inginkan. Kita tak akan bisa meminta untuk dilahirkan jadi apa dan bagaimana. Seperti Renata, yang merasa dirinya kurang beruntung karena terlahir tak cantik. Kepercayaan dirinya hilang dan air matany...