page 6

559 44 5
                                    

Riga berhenti berlari.

Itu Anna.

"Kenapa berhenti?" Tanya Pak Burhan setelah menanggapi ucapan Anna.

Riga hanya menggeleng dan kembali berlari.

Hingga putaran ke tiga pun mata Riga tak bisa lepas dari gadis yang sedang berbicara dengan teman di sampingnya. Padahal Anna tidak bertingkah lebih seperti cewe cewe yang lainnya yang mungkin sedang mencari perhatian darinya, sayangnya perhatiannya justru terpaku pada gadis yang sedang tertawa dengan temannya itu.

"Kayanya Riga yang anak ips liatin lo terus deh." Kata Zean.

Anna pun merasa begitu. Tapi pikirannya slalu ia tepis. Riga seperti pusat para cewe. Mana mungkin orang seperti dia melirik kearah cewe macam dirinya?

"Perasaan lo aja kali." Tukas Anna.

"Seriusan Na. Ya masa dah sampe putaran ke lima masih aja ngeliriknya ke elo." Balas Zean dengan nada meninggi.

"Apaan si lo." Sahut Anna.

"Cie diliatin kakak hits." Goda Zean.

"Gajelas." Sengit Anna.

"Cie diperhatiin Riga." Goda Zean lagi.

Anna memutar bola matanya malas.

**

Riga menatap kearah luar jendela. Tubuhnya masih terbaring di ranjangnya. Matanya masih setengah iklas terbuka. Ia sangat malas untuk bangun dari posisinya.

"Bang."

Gisel memasuki kamarnya dengan menggunakan tas selempang.

Pasti ada maunya.

Perlahan Gisel mendekati Riga yang masih berbaring. Bokongnya ia jatuhkan di pinggir kasur.

"Gue mau curhat, dengerin ya." Ucap Gisel dengan nada rendah.

Riga bangkit dari duduknya. Selimutnya ia pinggirkan begitu saja.

"Gue lagi suka sama cowo." Kata Gisel dengan wajah riang.

"Tapi sayang, dia suka cewe lain." Lanjutnya dengan raut wajah sedih.

Riga menatap adiknya dengan tatapan iba. Tatapannya berubah saat adiknya kembali berbicara.

"Temenin gue ke mall yuk! Lo yang traktir!" Ajak Gisel dengan riang.

"Baru banget gue simpatik sama lo." Gumam Riga.

"Aelaah. Temenin kek yuuuk! Hari libur juga ini! Ayoo! Gue tau lo jomblo makanya temenin gue!" Bujuk Gisel.

Riga hanya diam menatap adiknya kesal.

"Gue temenin main basket dehh.." bujuk Gisel lagi.

"Hm."

Gisel berseru senang. Riga cepat cepat mengusir adiknya itu dengan ancaman yang berhasil membuatnya menurut.

Gisel tak ingin gagal ke mall.

Setelah Gisel pergi, Riga mengambil dompet dan kunci motornya. Ia hanya memakai kaos abu abu polos dan lepis sedengkul. Ia menyemprot parfumnya sedikit sebelum benar benar meninggalkan kamarnya dengan menyisakan bau khas tubuhnya.

Mall tampak ramai hari ini. Sedari masuk pintu masuk, Gisel terus menarik tangannya sambil mengoceh hal yang dapat menguras dompetnya.

"Gue pengen bubble hop hop. Gue pengen main timezone. Gue pengen belanja. Gue pengen pizza. Gue pengen big burger. Gue pengen moccafloet kfc. Gue pengen capcin juga. Gue pengen kentang. Gue pengen miyamin. Gue pengen dimsum. Gue pengen ricebento. Gue pengen ramen. Gue pengen--"

Banyak mata yang memandang mereka. Entah menatap aneh atau apa Riga pun tak mengerti dengan tatapan mereka. Yang dapat dipastikan, saat ini ia sangat risih dijadikan pusat perhatian karna Gisel yang terus mengoceh dan menarik tangannya.

Padahal tanpa ditarik pun ia bisa mengikuti langkah adiknya itu sendiri.

Gisel berbalik, "gue pengen hop hop. Yuk." Ajaknya.

"Lo kan punya uang sendiri. Uang lo juga lebih banyak dari gue. Kenapa lo minta jajanin gue? Lo minta baju. Lo minta makan. Lo minta main. Lo minta segala galanya yang harganya gue yakin melebihi duit jajan gue. Lo mau bikin gue bangkrut?" Balas Riga sengit.

Gisel menunduk dalam. "Lo gamau jajanin gue?" Tanya Gisel rendah.

"Gue gapapa lo minta jajan.. tapi jangan boros Gisel!" Geram Riga.

"Yaudah deh, gue cuma mau main basket sama lo, hop hop, kentang, big burger, sama switter." Balas Gisel dengan kepala menunduk.

"Makan nasi Gisel." Tukas Riga.

"Gamau, lagi diet." Tolak Gisel.

"Atau gak gue beliin sama sekali." Balas Riga.

"Iyaiya! Gue beli ricebento aja." Kesal.Gisel.

"Pintar. Yuk." Riga jalan didepan Gisel membuat gadis itu kesal.

Di tempat bubble hop hop banyak sekali yang melirik Riga dengan senyum senyum tidak jelas.

Gisel juga aneh. Sedari habis mereka beli hop hop, Gisel memeluk tangannya erat. Ketika bermain basket pun Gisel sering kali menaruh kepalanya di dadanya.

Mereka bukan tipe saudara yang sering bertengkar. Tapi bukan berarti mereka romantis seperti ini. Ini malah menggelikan dimata Riga.

Kayak orang pacaran saja.

**

"Lo lagi pms ya?" Tanya Riga curiga.

Mereka sedang makan di salah satu cafe didalam mall itu. Permintaan Gisel yang tadi hanya sekedar hoax. Mereka berdebat cukup lama tentang pesanan.akhirnya mereka memilih titik tengah meskipun Riga merasa rugi, Gisel memesan big burger, kentang, serta ricebento. Belum lagi moccafloetnya.

"Enggak." Jawab Gisel.

"Kenapa dari tadi sering banget meluk tangan gue? Belom lagi suka naro pala lo di dada gue." Tanya Riga.

Gisel berhenti sebentar, selanjutnya ia tertawa kencang hingga beberapa pengunjung menatap mereka.

"Lucu banget sih. Daritadi tuh, banyak cabe cabean yang liatin lo. Gue gatahan kali liat mereka. Makanya gue meluk tangan lo supaya mereka ngira lo jalan sama pacar." Jelas Gisel.

"Pacar?!" Tanya Riga kaget.

Gisel hanya mengangguk dan melanjutkan makannya.

"Permisi mba, mas, apa ada tambahan pesanan lagi?" Tanya pelayan yang sejak tadi menatap kearah Riga dengan senyum termanisnya.

"Saya mau kentangnya lagi." Balas Gisel memancing.

Lebih menyebalkannya lagi, pelayan itu tetap menatap Riga.

HELO! YANG MESEN GUE BUKAN ABANG GUE! batin Gisel menjerit.

"Mba? Pacar saya pesan kentang." Gumam Riga menekankan kata 'pacar'.

Sang pelayan langsung menatap Gisel dengan tatapan takut takut. Gisel pura pura menatap pelayan itu sinis. Sang pelayan langsung menjauhi mereka dengan langkah terburu buru.

Tawa Gisel pecah setelah pelayan itu pergi. Wajah pelayan itu benar benar berubah menjadi masam. Ditambah wajah polos Riga yang menatap Gisel setelah Gisel tertawa, itu menambah energinya untuk tertawa.

Tak lama pelayan lain mengantar pesanan susulan Gisel, laki laki itu terus memandang Gisel yang juga menatapnya. Bedanya laki laki itu menatap Gisel dengan tatapan kagum. Sedangkan Gisel menatapnya dengan tatapan bingung.

"Ehm. Pesanan pacar saya jadi berapa mas?" Deheman Riga menyadarkan sang pelayan. Sang pelayan segera memberi strukturnya dan berhenti menatap Gisel.

Riga memberi seratus ribuan tiga lembar. Tatapannya terpaku pada tempat jarum jam angka tiga.

Anna liat semuanya?

Dirinya mendadak risau tanpa sebab.

The HiddenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang