Page 36

236 20 0
                                    

Kenapa why selalu always? Karena because tidak pernah never!

Haha bercanda!

Anna menatap buku biologinya lekat-lekat. Ia frustasi! Keningnya berkerut-kerut dengan alis yang ikut di dalamnya. Belum lagi tubuhnya yang ikut mencondong ke depan.

Sedari tadi ia sudah membolak-balikkan buku pinjaman sekolahnya. Menginjak kelas 12 ini Anna bertekad untuk belajar dengan sungguh-sunggguh agar bisa mencapai cita-citanya untuk menjadi psikolog suatu hari nanti. Ia ingin memberi banyak orang solusi atas masalah mereka. Entah kenapa, Anna suka sekali mendengar cerita orang banyak. Apalagi orang berpengalaman. Menurut Anna, tanpa ia sendiri yang merasakannya, Anna bisa ikut merasakan bagaimana jadi mereka. Apalagi gaji menjadi psikolog yang menggiurkan. Benar-benar pekerjaan idaman!

Sudah setengah jam guru biologi meninggalkan kelas mereka. Anna masuk ke dalam kelas 12 Ipa 5. Berbeda dengan Zean yang berada di gedung Ips atau Zela yang berada di Ipa 1. Guru biologi menyuruh seluruh murid membaca-baca buku biologi dengan perasaan penuh penasaran yang menggebu-gebu. Murid lain sih gak ada yang penasaran dengan isi bukunya. Melihatnya saja sudah malas. Tapi Anna mencoba untuk menumbuhkan rasa penasarannya dan mulai melihat-lihat dalamnya. Tapi bukannya suka dengan bukunya dan mulai terhanyut dengan bacaan di dalamnya, malah membuat kepala Anna berdenyut keras. Membuat Anna menutup bukunya kencang. Sakit!

"Kamu gak papa Na?" tanya perempuan alim di sampingnya, Sabil.

"Gapapa Sa. Pusing aja kepala gue mikirin ini buku." jawab Anna sambil menunjuk-nunjuk buku biologi dengan kesal.

Sabil tertawa anggun karena kelakuannya. Padahal Anna memang benar-benar pusing, tidak bohongan.

Anna memang lebih memilih sebangku dengan Sabil. Sewaktu kelas 11 mereka sekelas meskipun tidak terlalu dekat. Sabil merupakan perempuan berhijab dengan wajah yang cantik nan manis. Tuturan katanya benar-benar lembut. Rasanya dia tidak pernah marah-marah. Sekalipun marah juga tidak kasar. Mungkin itu yang membuat laki-laki tidak berani mengganggunya. Tapi jangan salah! Ada teman sekelasnya dulu yang ditolak Sabil ketika doa menembak perempuan itu. Anna tertawa jahat mengingat hal itu. Jawaban Sabil simple, karena perempuan itu tidak diperbolehkan untuk pacaran oleh Umi dan Abinya.

"Nanti istirahat kamu turun gak Na?" tanya Sabil.

"Turun. Lapeeeer." balas Anna.

"Hehe.. Bareng ya Na." Anna mengangguk sebagai jawaban.

Ini baru hari ketiga sekolah. Buku-buku pinjaman kelas 12 dari tahun kemarin baru dibagikan tadi. Dengan otomatis hari ini adalah hari pertama belajar meskipun masih bercerita-bercerita. Anna mulai tidak suka bersekolah.

Dirinya berkembang menjadi seorang perempuan yang pemberani. Di belakangnya, terdapat dua laki-laki yang sangat kalem. Kalau ditanya namanya, dia Adnan dan Radit. Anna sih tidak dekat sama sekali dengan mereka. Karena Anna sama sekali tidak pernah sekelas dengan mereka berdua. Nama pun terlalu asing untuk Anna. Anna tau nama, tapi tidak tau kepribadiannya. Anna juga jarang mendengar nama Radit, hanya saja ia tau bahwa Radit masuk ke dalam ekskul bela diri di sekolahnya. Kalau Adnan.. Hanya keburukan laki-laki itu yang ia tau. Tukang pemain wanita dan perusak wanita. Tubuhnya yang tinggi menjulang dengan wajah manisnya memang mendukungnya untuk menjadi laki-laki seperti itu meskipun kulitnya tidak terlalu putih, tetap saja para perempuan akan nempel dengannya bila di dekati. Karena jurus andalannya memang gila!

Anna sih tidak tertarik sama sekali.

"Minta label dong!" teriak Adnan.

Anna meraih label yang ia punya dan menaruhnya di meja belakang.

Kriiiiiiing Kriiiiiiiing Kriiiiiiiing

Bel istirahat berbunyi nyaring. Semua siswa mulai memasukkan buku-buku mereka ke dalam tas. Sedangkan anak laki hanya menutup buku lalu setelahnya keluar berhamburan menuju kantin.

The HiddenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang