Page 71

193 18 0
                                    

Setiap hati patah karna harapan yang tidak terpenuhi, bukan karena orang itu yang sengaja mematahkannya. Atau teori lain mengatakan, hati tidak akan berharap jika orang itu tidak memancing harapan itu ada. Tapi, pemilik hati adalah diri kita sendiri. Seberusaha apapun orang lain berusaha menerobos dinding yang telah kamu buat, jika kamu tidak membukanya dan tidak menaruh angan-angan baik bersamanya, hatimu tidak akan kebobolan. Right?

Bilang saja jika Anna salah satu korban kebodohan itu. Ia berpikir, selama ini Riga telah menggantikan nama Rean dengan nama dirinya. Nyatanya tidak sama sekali. Dan sialnya, ia tidak bisa menyalahnya Riga atas kesakitan ini karna nyatanya Riga tak pernah menjanjikan apapun pada dirinya tentang hati. Seharusnya, ia lebih menjaga hatinya untuk tidak memiliki perasaan lebih terhadap sahabatnya itu. Nyatanya ia gagal. Anna terlanjur jatuh cinta pada semua hal tentang Riga.

Anna tidak membiarkan siapapun mengetahui jika hatinya sedang patah karena harapan liar yang ia buat sendiri. Ia membiarkan dirinya terluka sendirian tanpa mau berbagi. Anna tak mau Riga disalahkan, karna memang ini bukan salah Riga. Ini salah dirinya sendiri kan karena telah berharap lebih pada Riga?

Tapi sakit. Hatinya sangat sakit. Dadanya begitu sesak.

"Kenapa sesakit ini ya? Padahal Riga cuma nolak ngobrol sama gue doang. Itu juga karena dia ada janji sama Ocha buat nemenin cewe itu nemuin Dokter. Seharusnya kan gue ngertiin, bukan malah galauin dia di sini," gumam Anna.

Ia sedang berada di taman dekat rumah sakit itu. Tamannya cukup luas dan sepi. Baginya ini tempat yang cukup untuk meluapkan kesedihan yang ia rasa. Dan rasanya, sepertinya ia sudah menjadi bagian dari orang-orang alay karena menangisi hal yang tak perlu ditangisi.

"Gue tuh heran. Yang gadir sebenernya siapa sih? Gue yang ngerusuhin kehidupan Ocha sama Riga yang dulunya bahagia, atau Ocha yang ngerusuhin kehidupan gue sama Riga yang mulai membaik?" tanyanya entah pada siapa.

"Kesel tau gue! Ngasih tau Riga kalo gue udah ketemu sama keluarga gue juga gak sampai dua menit! Pelit banget waktu heran!" ujar Anna mendumel.

"Si Riga juga! Gak bosen apa seminggu barengan sama Ocha terus? Sama guenya kapan?!" tanyanya pada angin.

"Kapan-kapan!"

Anna menoleh ke belakang. Mendapati laki-laki yang ia kenal berdiri di sana dengan wajah datarnya.

"Ngapain lo di sana? Nguping?!" tanya Anna.

Azam berjalan menghampiri Anna, lalu menghapus sisa-sisa air mata yang ada.

"Udah gue bilang jangan ke sini sendirian. Batu sih lo, nangis lagi kan," ujar Azam.

"Suka-suka gue dong. Air mata juga air mata gue, badan juga badan gue, kenapa lo yang ribet?" balas Anna yang sentimen.

"Gini ya Na. Lo tuh udah kaya janda gila yang ditinggalin sama suami kaya. Yang endingnya suami lo mati yang bukannya ninggalin banyak harta malah ninggalin banyak hutang. Kasian-kasian, mana masih muda," ujar Azam.

"Bodo amat," balas Anna.

Azak terkekeh, "Kenapa sih masih ke sini? Ada yang mau lo omongin sama dia?" tanya Azam.

"Gue cuma mau ngasih tau kalo orang tua kandung gue udah ketemu Zam. Dulu dia yang bantuin gue total buat nemuin gue sama orang tua kandung gue, dia jadi rumah kedua gue, dia jadi tempat gue keluh kesah. Tapi kenapa sekarang dia berubah?" ujar Anna.

"Gak lewat chat aja ngasih taunya?" tanya Azam.

"Gak. Gue gak akan ngasih tau dia sampai dia nanya sendiri gue mau ngomong apa. Ayo balik! Lo bawa kendaraan kan?" ajak Anna.

The HiddenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang