Hari ini hari terakhir liburan.
Seharusnya Riga tidak berada di kamarnya guling-guling seperti anak perempuan. Seharusnya ia menghabiskan hari terakhir liburannya dengan jalan keluar bersama teman atau keluarga.
Tapi ini lah kenyataannya, dia seperti anak perempuan yang sedang datang bulan. Sikapnya begitu labil. Perasaannya gelisah. Tubuhnya terus geser sama geser sini tidak bisa diam.
Jadi, rencananya Riga ingin sekali jalan dengan Anna. Maksudnya, mengajak cewe itu jalan bersama dengannya. Tapi niatnya untuk mengajak selalu ia urungkan. Karna malam itu, karna malam itu mereka berdua selalu canggung. Menatap pun rasanya sulit. Ada yang membuncah dari dalam dirinya entah apa itu.Riga gelisah. Ingin jalan tapi tak berani mengajak.
Tok tok tok
"BUKA PINTU BANG!"
"GUE MAU MASUK!"
"ABANG!"
"RIGA!"
"KETEL LO YA?!"
"WOY! LO LAGI PAKE HEADSET YA?!"
Rasanya gendang telinga Riga ingin pecah mendengar suara menggelegar dari Gisel. Boleh tidak kalau ia membekap mulut adiknya itu? Dengan sangat malas Riga bangkit dari kasurnya dan membuka pintu kamarnya yang tidak terkunci.
"Ngapain?" tanya Riga dengan suara serak.
"Temenin beli kue yuk." ajak Gisel.
"Ngapain?" tanya Riga lagi.
"Mama mau kerumah. Terus nanti ada tamu juga." balas Gisel.
"Tamu?" ulang Riga, nadanya menyirat kebingungan.
"Percaya lo bakalan suka sama tamunya. Ayo gece!" paksa Gisel.
"Bentar."
Riga masuk kembali ke kamarnya dengan perasaan gundah gulana. Entahlah. Riga tidak ingin berusaha mengartikan perasaannya. Setaunya, ia hanya menyukai Rean. Bukan gadis lain. Jadi tidak mungkin sekali kalau ia jatuh cinta pada Anna. Kecuali kalau gadis itu ternyata Rean.
Setelah menyambar kunci mobilnya, Riga keluar dan menghampiri Gisel yang sibuk memakan keripik singkong di ruang tengah.
"Mau beli dimana?" tanya Riga.
"Yang deket sekolah lo pas SMP itu loh. Tempat Kak Roni beli kue. Enak kayanya disitu." jawab Gisel.
Setelah Riga mengangguk mereka langsung berjalan beriringan menuju mobil Riga. Tidak mungkinkan beli kue pakai motor?
Di perjalanan menuju toko kue pun Gisel senyum-senyum sendiri. Riga sesekali melirik kearah Gisel dengan kerutan di dahinya. Apa adiknya sehat? Atau gadis itu sedang datang bulan? Ah masa datang bulan terus. Baru saja dua hari yang lalu berhenti.
"Lagi jatuh cinta ya lo?" tebak Riga tak tahan.
Tawa Gisel pecah begitu saja.
"Enggak lah. Apaan banget deh lo." balas Gisel.
"Terus ngapain senyum-senyum gak jelas gitu?" tanya Riga.
"Senyum itu ibadah. Emang dosa gue senyum-senyum kaya tadi." sewot Gisel.
"Ya enggak. Tapi lo keliatan kaya orang gila." balas Riga.
"APA?! Lo ngatain gue gila hah?!"
"Kenyataan."
Gisel mendengus kesal. Susah punya abang yang punya mulut gacor seperti Riga. Sementara mulutnya mencibir tidak jelas, tangannya terulur untuk menyalakan radio. Dari pada mendengar ocehan Riga yang tak guna mending dengerin orang bicara di radio.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Hidden
Teen Fiction•TAHAP REVISI• Rindu yang mendalam hanya bisa diobati dengan temu. Tapi bagaimana jika pertemuan itu adalah hal yang paling kamu takuti dan kamu inginkan dalam satu waktu? Kecelakaan beberapa tahun silam membuat rasa bersalah itu tak kunjung hilang...