Anna gelisah. Sekarang sudah pukul tujuh malam, tapi pesan yang ia kirim sejak pukul empat sore tak kunjung mendapat balasan.
Bukan saja tak dibalas, tapi ponselnya juga mati, telpon darinya tidak dijawab, hanya operator yang membalas, berbicara jika pemilik kartu sedang berada diluar jangkauan.
"Lo kemana sih Rig? Gue khawatir gini," gumam Anna.
Seperti gosokan, ia berjalan bolak-balik di lantai kamarnya. Ponsel masih ada di genggamannya, wajahnya juga gelisah tak karuan.
Biasanya di jam-jam segini, Anna sudah berada di atas kasur, chatting dengan Riga hingga larut malam, bahkan hingga telponan. Tapi malam ini tidak, Anna sebenarnya tidak terlalu mempermasalahkan mereka yang tidak chat. Tapi masalahnya, Riga akan pergi bersama dengan temannya yang masih marah dengannya. Anna takut Riga diacuhkan lagi oleh teman-temannya, Anna takut Riga merasa sedih, tapi tak ada dirinya di samping laki-laki itu.
Dengan kalut Anna membuka kontak di ponselnya, menekan sebuah nomor, menunggu hingga jaringan terhubung.
"Halo? Asalamualaikum."
"Halo Tante, waalaikum salam, ini Anna. Riga udah pulang Tan?"
"Riga? Belum Na. Tante kira dia sama kamu, engga ya?"
"Engga. Pesan Anna belum dibalas dari tadi sore. Anna coba hubungin, tapi nomornya gak aktif."
"Serius Na? Coba nanti Tante hubungin teman-temannya ya. Dia gak pamit juga sih mau ke mana."
"Teman-temannya? Gak usah deh Tan, nanti biar Anna yang nanya ya."
"Yaudah. Nanti kalo Tante tau Riga ada di mana, Tante hubungi kamu ya."
"Iya Tan."
"Gak usah khawatir sayang, Riga emang biasa kaya gini kok. Paling handphonenya low. Dia gak bakal kenapa-kenapa. Jadi tenang aja ya?"
"Iya Tan, makasih banyak ya. Wasalamualaikum."
"Waalaikum salam."
Tut.
Setelahnya, Anna tetap menunggu balasan dari Riga, berharap pesannya dibalas. Tapi, hingga pukul sepuluh, ponselnya tak kunjung mendapat notifikasi dari laki-laki itu.
Hingga mata gadis itu berat, dan terlelap, dengan ponsel digenggamannya.
•-•
"Makasih ya Rig udah nganterin gue sampe rumah," ucap Ocha dengan seulas senyum.
"Santai aja. Sorry ya sampai malam gini, hp gue mati sih, jadi gak bisa liat jam," balas Riga.
"Gak apa-apa, Mama sama Papa percaya sama lo kok," ujar Ocha.
"Gue balik dulu ya Cha, jangan takut sama gue lagi yaa. Kapan-kapan kita wajib jalan bareng lagi," sahut Riga dengan wajah antusias.
"Siap deh. Hati-hati ya Rig."
Bersamaan dengan kalimat terakhir Ocha, motor Riga melaju pergi meninggalkan rumah milik gadis yang menjadi cinta pertamanya itu.
•-•
Pagi tadi, Anna bangun dengan posisi yang sama, menggenggam ponsel. Ponselnya mati karna baterai yang kosong.
Sesampainya di sekolah, yang ia lakukan hanya duduk, diam, juga memandang meja yang tak ada apapun di atasnya. Otaknya masih kalut, masih memikirkan apa Riga baik-baik saja semalam atau tidak.
"Lo kenapa Na? Belum ngerjain tugas?" Tanya Nindi, teman sebangkunya yang baru diubah beberapa hari yang lalu.
"Gak apa-apa, gue udah ngerjain tugas juga," balas Anna.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Hidden
Teen Fiction•TAHAP REVISI• Rindu yang mendalam hanya bisa diobati dengan temu. Tapi bagaimana jika pertemuan itu adalah hal yang paling kamu takuti dan kamu inginkan dalam satu waktu? Kecelakaan beberapa tahun silam membuat rasa bersalah itu tak kunjung hilang...