Anna kebelet pipis.
Sungguh.
Ini kebiasaan.
Kebiasaannya terbangun di tengah malam karena kebelet pipis setiap tidur di tempat asing.
Anna menghela nafas. Mengubah posisi tidurnya jadi duduk tegap menatap Zela yang sudah tertidur lelap.
Pasti Zela baru berhasil tidur.
Anna tidak tega melihat Zela yang terlihat pulas. Ia tidak tega membangunkan gadis itu. Lagipula kamar mereka juga lampunya tidak dimatikan, jadi kamar mereka terang.
Setelah mengumpulkan nyawanya, Anna bangkit dan berjalan menuju kamar mandi.
Seusai buang air kecil, Anna kembali duduk di pinggir ranjang. Memikirkan apa yang harus ia kerjakan sekarang. Kalau sudah begini, Anna sudah tidak bisa tidur kembali. Ini sudah tengah malam, ditambah lagi tidak ada teman yang menemaninya tidur.
Kalau dia digondol wewe gombel gimana? Kan ngeri.
Anna menghela nafas berat. Rasa kantuknya menghilang begitu saja, berbeda ketika ia terbangun tadi.
Ponselnya bergetar tiba-tiba diatas meja nakas. Kenapa ia tau? Karna ada suaranya juga, dan ponselnya bergeser.
Auriga
Kalo lo belom tidur, ke ruang tengah sekarang.
Ah! Tepat sekali! Tanpa membuang waktu ia segera keluar dari kamar menuju ruang tengah.
•-•
Entah dorongan darimana Riga mengirim pesan pada Anna. Mana mungkin gadis itu masih membuka matanya? Paling-paling sudah pulas.
Tapi dirinya langsung terkejut saat mengetahui pesannya terbaca. Itu artinya Anna membacanya bukan? Atau.. Mba kunti yang baca? Ah masa tidak ditinggal bertahun-tahun membuat rumah ini berhantu?
Riga menepis pikiran anehnya. Mendengar suara sandal yang bertubrukan dengan lantai, Riga langsung menengok. Disana seorang gadis dengan rambut tergerai menuruni tiap tangga dengan tangan mengucak mata.
"Gelap banget." ujar gadis itu dengan suara serak.
Duh gemas sendiri Riga jadinya.
"Kan udah malam. Ke rooftop yuk?" ajak Riga pada gadis itu.
Anna mengangguk mengikuti langkah Riga dengan hati-hati, takut terjatuh karena sempoyongan.
Semilir angin malam menyambut mereka. Riga baru sadar kalau angin malam tidak baik untuk perempuan.
Riga bangkit dari tempat duduknya berniat untuk mengambil jaket.
"Eh mau kemana?" tanya Anna.
"Kebawah sebentar. Tunggu sini," balas Riga.
Anna hanya mengangguk sebagai jawaban.
Sementara Riga langsung bergegas ke kamarnya untuk mengambil jaket. Kenapa dia bisa sebodoh itu melupakan angin malam yang tidak baik untuk gadis itu? Riga semakin mempercepat langkahnya menuju rooftop kembali setelah menemukan jaketnya, bahkan ia berlari.
Sementara Anna sibuk mengamati keindahan dari sini. Kendaraan yang masih berlalu lalang, lampu penerang jalan, bintang-bintang bertaburan, gedung-gedung yang menjulang. Indah sekali. Ia sangat suka pada setiap rooftop bangunan. Entah sejak kapan, yang jelas sejak dulu ia menyukai rooftop. Bahkan Bram rela membuat rooftop diatap rumah mereka dan membelikan teleskop untuk Anna. Baik sekali kan papanya.
Riga datang dengan membawa jaket yang ia ambil. Ia langsung menyampirkan jaket itu pada pundak Anna.
"Pake. Gabagus angin malam." titah Riga.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Hidden
Teen Fiction•TAHAP REVISI• Rindu yang mendalam hanya bisa diobati dengan temu. Tapi bagaimana jika pertemuan itu adalah hal yang paling kamu takuti dan kamu inginkan dalam satu waktu? Kecelakaan beberapa tahun silam membuat rasa bersalah itu tak kunjung hilang...