page 68

193 16 0
                                    

Lagu milik Tulus berjudul Sepatu mengalun lembut di sebuah cafe bertema modern. Semua menu yang ada di buku menu merupakan makanan dan minuman yang saat ini banyak dikonsumsi oleh semua kalangan. Anna berdecak kagum, kapan terakhir kali ia bermain di cafe?

"Lo suka sama cafe nya?" tanya Azam yang sedari tadi memerhatikan segala gelagat Anna.

"Ya. Anak hits pasti pada nongkrong di sini ya? Ini keren banget," balas Anna.

Azam tertawa ringan, "Gue sering nemu anak Pattimura di sini sih, biasanya buat selfie-selfie atau nongkrong. Padahal yang mereka pesen juga gak banyak, tapi lama banget duduk di sininya. Bisa-bisa jam tujuh baru balik."

"Gaya-gayaan doang dong?" tebak Anna.

"Yagitu. Tapi gak semua, ada juga yang emang pesen banyak, kalem, tapi duduk lama di sini. Ada juga yang bawa pacarnya ke sini. Kapan-kapan gue bawa lo ke sini malem, pasti lo lebih suka. Nanti kita makan dibagian outdoor."

"Okey."

"Zam? Gimana kehidupan Shaila?" tanya Anna.

Azam menatap gadis itu dalam, ia benar-benar merindukan gadis di hadapannya ini. Benar-benar mirip dengan Shaila, orang yang sangat ia sayang.

"Pas gue liat lo tadi, pikiran gue langsung buyar. Gue selalu nyari Shaila. Bahkan, gue minta orang tua gue buat nyari lo juga. Mereka nyewa orang buat nyari Shaila selama ini, tapi mereka belum berhasil. Shaila. Shaila adalah perempuan manis yang gue kenal sejak umur gue tiga tahun. Waktu itu, Papa gue baru aja naik jabatan, uangnya juga mulai lancar. Papa beli rumah di samping rumah lo. Waktu itu, gue anak yang pemalu, yang gak mau disentuh orang, juga gak pernah bicara ke siapapun, kecuali keluarga gue. Tapi Shaila nyenggol gue, walaupun gue cuma diam, gak balas suara Shaila, dia tetap bicara tentang dia, di mana dia tinggal, kapan dia lahir, kenapa dia bisa ada di sini, juga tentang dia yang lagi ngambek sama Mamanya karna gagal beli ayam kecil yang warnanya biru laut yang katanya jorok. Gue cuma bisa dengerin Shaila, pengen ngomong tapi susah, semuanya gue simpan dalam hati," ujar Azam.

"Itu pertemuan pertama lo sama gue?" tanya Anna.

"Ya, kalo lo Shaila," balas Azam, kemudian laki-laki itu menyedot ice expresso coffe miliknya.

"Setelahnya?" tanya Anna.

"Awalnya dia cuma cerita-cerita tentang diri dia, tapi waktu ceritanya udah abis, dia marah-marah minta gue ngomong karena sepanjang dia cerita, gak ada satupun yang gue tanggapin. Akhirnya, gue mulai ngomong sama dia, walaupun cuma satu-dua patah kata. Waktu pertama kali gue ngomong, dia seneng banget, lompat-lompat sambil meluk boneka barbie nya. Kita sama-sama tumbuh, makin berubah, makin paham satu sama lain. Kemampuan bicara gue makin berkembang, tapi cuma sama dia aja, gak sama yang lain. Karna sama orang lain, gue selalu diam. Bisa aja gue ngomong, karena gak ada kata susah lagi buat gue ngomong. Tapi gak tau kenapa, gue cuma mau Shaila yang tau gimana gue, gimana sifat asli gue, sampai akhirnya, gue jatuh hati sama dia."

"Lo? Jatuh hati?" tanya Anna.

"Ya. Shaila tau gue sayang sama dia, dia juga begitu. Walaupun saling sayang, kami gak mau jalin hubungan. Karna saat hubungan itu putus, yang kami lakukan hanya menjauhi satu sama lain. Sebelum Shaila hilang, dia sempat dirawat di rumah sakit karna demam berdarah. Sore itu, sore yang paling gue sesali sampai sekarang. Karena gue Shaila hilang."

Anna menatap Azam, melihat perubahan ekspresi yang terjadi.

Kenapa Azam mirip Riga gini?

"Ehm. Jadi, gimana Shaila hilang? Penculikan?" tanya Anna.

"Itu alasan yang sampai sekarang gak ada yang tau. Sore itu gue tanding, Shaila mau liat. Gue udah bilang kalo dia gak perlu datang, tapi dia tetap mau datang. Dia keluar, lepas infus, kabur dari rumah sakit waktu gak ada yang jaga dia. Tapi sampai malam tiba, Shaila gak sampai di tempat tanding gue, juga belum balik ke rumah sakit."

"Gue gak tau dia kenapa. Tapi ada kabar, sore itu ada kecelakaan di depan rumah sakit, penabrak bertanggung jawab sama kecelakaan itu. Tapi gak ada yang tau siapa penabrak itu," lanjut Azam.

Anna terdiam memikirkan awal pertemuannya dengan Sarah juga Bram. Mereka bilang mereka menabrak Anna, kemudian mereka membawa dirinya ke rumah sakit. Setelah Anna sadar, ia tak ingat siapa dirinya. Dokter bilang, ada benturan keras di kepalanya. Apa Shaila benar-benar dirinya?

"Apa lo dikucilin sama keluarga Shaila?" tanya Anna.

"Enggak sama sekali. Waktu itu gue ngerasa bersalah banget, terpuruk selama berbulan-bulan karna Shaila pergi. Tapi keluarga Shaila selalu dukung gue, mereka bilang ini bukan salah gue, ini takdir. Meskipun keluarga Shaila gak nyalahin gue sama sekali, gue berusaha semampu gue buat cari Shaila, di manapun," balas Azam.

"Gimana sama keluarga Shaila itu sendiri?" tanya Anna.

"Mereka juga berusaha buat cari. Orang tua Shaila sama-sama sedih, bahkan lebih sedih dari gue. Mereka nyalahin diri mereka sendiri yang gak bisa jaga Shaila. Bahkan buat beberapa minggu, Mama dari Shaila ngalamin depresi."

"Are you seriously?!" tanya Anna terkejut.

"Gue serius. Kalo lo tanya keadaan nyokapnya Shaila gimana sekarang, jawabannya baik-baik aja. So, gimana lo bisa tau kalo lo amnesia?" tanya Azam.

"Gak sengaja. Waktu itu gue di rumah sakit karna pingsan dadakan waktu lagi ketemuan sama orang di cafe dekat sekolah. Tapi waktu gue siuman, gue denger kalo nyokap takut ingatan gue balik. Ya, setelah gue minta penjelasan, mereka jelasin ke gue kalo mereka sempat nabrak gue di depan salah satu rumah sakit. Tapi waktu gue sadar, gue gak ingat apa-apa. Karna itu mereka angkat gue jadi anak," jelas Anna.

"Gue yakin kalo lo Shaila. Apa lo siap kalo hari ini gue temuin lo sama kedua orang tua Shaila?" tanya Azam.

Anna menggeleng.

"Kenapa? Lo harus balik ke keluarga kandung lo."

"Izinin gue sampai minggu depan. Belum pasti juga kalau gue itu Shaila."

Azam menghela nafas berat. "Oke."

•-•

"Jadi Azam itu cowo populer di kalangan Ipa?" tanya Riga.

Ocha mengangguk-anggukan kepalanya.

"Punya banyak prestasi?" tanya Riga lagi.

"Ya."

"Banyak yang ngejar, tapi gak ada satupun yang Azam terima?" tanya Riga.

"Ya."

"Gak punya mantan sama sekali?"

"Ya."

"Gak pernah pdkt sama perempuan manapun?"

"Ya."

"Anna satu-satunya perempuan yang dia tumpangin?"

"Ya."

"Azam suka sama Anna?!"

"Bisa jadi."

"Gak boleh!"

Ocha melirik Riga, bingung dengan laki-laki di hadapannya ini.

"Sebenernya lo suka sama Anna kan?" tanya Ocha curiga.

"Enggak!" balas Riga.

"Trus kenapa Azam gak boleh suka sama dia? Jelas-jelas Azam cowo baik-baik," sahut Ocha.

Riga diam membisu.

"Kalo lo gak bisa pastiin perasaan lo buat Anna, jangan halangin orang lain buat gapai hati Anna," ujar Ocha.

The HiddenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang