Ramai. Ribut. Bising. Tidak teratur.
Empat kata itu cukup mendeskripsikan bagaimana suasana kelas 12 Ips 5, kelas dimana Riga menuntut ilmu untuk satu tahun terakhir di SMA.
Seperti yang selalu anak Ips dapatkan, kelas ini sedang dalam mode free class dimana guru yang mengajar berhalangan hadir karena suatu alasan. Dan saat ini guru sejarah yang seharusnya mengajar berhalangan hadir karena sakit sejak beberapa hari yang lalu.
Hal ini dimanfaatkan para murid untuk melepas penat setelah beberapa jam full belajar tanpa henti. Ada yang bergosip ria, bermain game, membicarakan oppa-oppa Korea, makan di kantin, dan lain-lain.
Di barisan belakang, anak cowo sedang bermain mobile lagend. Di barisan tengah, para anak perempuan berkumpul untuk membicarakan banyak orang yang memiliki hal ganjal. Sedangkan di bagian kanan, para fangirl sedang membicarakan idola mereka yang baru saja post foto di akun instagram mereka. Ada juga beberapa anak yang berbincang dengan teman sebangkunya. Atau ada juga yang sibuk membaca novel atau buku pelajaran. Sedangkan Riga hanya menelungkupkan kepalanya di atas kedua tangannya yang sudah ia lipat di atas meja.
Riga sangat bosan.
Di kelas 12 ini dia jadi kesulitan beradaptasi. Karena biasanya, ia hanya bermain dengan ketiga temannya. Kalau sudah begini, Riga jadi bingung sendiri harus ngapain disaat jam kosong. Apalagi teman sebangkunya juga ikutan duduk diam di sampingnya. Padahal biasanya dia jalan-jalan kaya robot berbaterai 200%, petakilan.
"Diem-diem bae! Ngopi apa ngopi!" tegur teman sebangkunya, Megan.
Megan ini sama aneh dan absurdnya seperti Ilham. Bedanya, Ilham masih memiliki wajah yang tampan, sedangkan Megan tidak terbentuk. Dia memiliki sifat yang tidak jelas. Kadang suka tertawa sendiri, kadang marah-marah kayak cewe pms, kadang juga diam dadakan. Dia juga hiperaktif. Kerjaannya jalan-jalan kalau sedang jam kosong. Maka dari itu Riga sedikit risih dan bingung karena Megan tidak juga bangkit dan tempat duduk seperti biasanya. Dia juga suka sekali tebar pesona, tapi sayangnya, tidak ada satupun yang menyukai kelakuannya itu. Justru dibenci iya.
"Gak jelas lo," balas Riga.
"Lo mah sewotan mulu kayak Jane," protes Megan.
Jane menoleh ke belakang, tepat pada tempat duduk mereka berdua. Jane menatap Megan dengan tatapan sinis, benci, dan membunuh.
"Ngapain lo sebut-sebut nama gue?!" tanyanya garang.
"Siapa yang nyebut nama lo? Geer!" balas Megan.
Ketiga teman Jane juga ikut menoleh ke arah Megan dan menatap cowo itu dengan tatapan yang sama.
"Gak usah sok ganteng deh lo Gan! Pas-pas an aja belagu!" teriak Zean sinis.
Oh ya, Riga kedapatan satu kelas dengan teman Anna. Bahkan Riga tidak menyangka kalau Zean perempuan bar-bar.
"Gue emang ganteng! Bilang aja lo berempat suka kan sama gue? Di sini hina gue, di luar puji-puji gue lagi," kata Megan dengan tingkat kepercayaan diri yang sangat tinggi.
"Geer najis," balas Jane sebelum keempat cewe itu berbalik dan melanjutkan bergosip ria.
"Godain cewe terus lo. Cari pacar sana," ujar Riga.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Hidden
Teen Fiction•TAHAP REVISI• Rindu yang mendalam hanya bisa diobati dengan temu. Tapi bagaimana jika pertemuan itu adalah hal yang paling kamu takuti dan kamu inginkan dalam satu waktu? Kecelakaan beberapa tahun silam membuat rasa bersalah itu tak kunjung hilang...