Pesan Riga masih sama seperti kemarin, tidak terbalas maupun terbaca. Ia menghela nafas panjang. Riga kembali meletakkan ponselnya di atas meja, kemudian ia segera bergegas mandi.
•-•
"Bang, gimana keadaan Kak Rean?" tanya Gisel sambil menggigit sandwich yang ia buat.
"Baik. Tinggal proses pemulihan, abis itu pulang," balas Riga.
"Kalo Kak Anna? Gue kangen loh sama dia. Berantem lo ya?" tebak Gisel.
"Engga. Ngomong apa sih lo? Lagi sama-sama sibuk aja jadi gak pernah bareng," balas Riga sewot.
"Eh, Bang. Lo mah bukan sibuk, tapi menyibukkan diri. Ya gue tau lo pasti harus temenin Kak Rean. Tapi lo harusnya sadar kalo di hidup lo bukan cuma Kak Rean doang sekarang. Udah lupa lo sama Kak Anna? Lupa kalo pernah bareng-bareng terus tanpa terpisah meski satu menit sekalipun!" sahut Gisel sarkatis.
"Udah siang nih. Mau berangkat kapan lo?" tanya Riga.
"Yeh! Ngalihin pembicaraan lagi! Gue yakin, gak cuma gue doang yang ngerasain lo berubah Bang. Bye!"
Riga menghela nafas kala mendengar suara pintu tertutup. Otaknya mulai memutar semua kalimat Gisel. Riga tau ini semua salahnya. Tak seharusnya Riga begini, sangat fokus dan intens pada Rean, kemudian melupakan semua yang ada di sekitarnya. Tak seharusnya dia menolak permintaan Anna ketika gadis itu meminta waktunya sebentar untuk berbicara. Anna bukan tipe orang yang modus, yang menghalalkan segala cara agar bisa bersama. Kenapa dia tidak izin telat saja waktu itu? Toh di dalam dia tidak ada kepentingan apapun. Kenapa dia bisa sebodoh ini?
"Gue harus ke kelas Anna nanti, gue harus minta maaf sama dia, harus."
•-•
Waktu menunjukkan pukul sepuluh kurang lima belas menit. Pandangan Megan tak luput dari Riga yang terus-menerus melirik jam di tangannya, juga guru di depan. Kaki Riga juga tidak bisa diam, menendang-nendang kecil mejanya sendiri, membuat meja Megan juga ikut bergetar. Megan tau teman sebangkunya itu sedang gelisah, tapi Megan tak mau ikut campur, karena dia tidak tau apa-apa tentang kehidupan teman sebangkunya itu. Tapi yang membuatnya tak tahan adalah..
"Riga! Astagfirullah tulisan guee!"
..tulisan Megan yang sudah hancur semakin hancur karena Riga menendang-nendang mejanya.
"Kenapa sih lo?" tanya Riga bingung.
"Tulisan gue jadi jelek begini gara-gara lo nendang meja gue!" balas Megan.
"Yailah. Bu Tuti gak bakal nyadar juga, kan tulisan lo udah jelek dari sananya juga," sahut Riga.
Megan menghela nafas berat. Tak ada gunanya berdebat dengan orang yang sedang resah.
"Bel istirahat pertama kapan sih bunyinya? Lama banget perasaan," gumam Riga.
"Ibu ke ruang guru dulu ya," pamit Bu Tuti.
"Iya Bu," balas murid-murid serempak.
"Gak sabar mau nelpon Ocha, hm?" tanya Megan.
"Orang gue mau nyamperin Anna," balas Riga.
"Tumben inget Anna, biasanya waktu luang lo buat Ocha terus," sahut Megan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Hidden
Teen Fiction•TAHAP REVISI• Rindu yang mendalam hanya bisa diobati dengan temu. Tapi bagaimana jika pertemuan itu adalah hal yang paling kamu takuti dan kamu inginkan dalam satu waktu? Kecelakaan beberapa tahun silam membuat rasa bersalah itu tak kunjung hilang...