Ditemani semilir angin, Azam berdiri di balkon menatap gedung-gedung tinggi penghias kota. Dengan mata memandang lurus, Azam sibuk memikirkan hal-hal yang telah lama mengganggu otaknya. Sesekali ia mengambil nafas panjang, kemudian menghembuskan dengan kasar. Tanda jika dirinya benar-benar sedang berada di dalam situasi yang rumit.
Tiga bulan sudah semuanya berlalu. Masa-masa dimana dirinya tak pernah tenang karena melihat tubuh Anna yang belum juga pulih. Kini mereka telah terlepas dari segala hal berbau rumah sakit. Bahkan ingatan Anna sudah kembali dengan sempurna. Ia telah mengingat identitas pribadinya yang asli, juga mengingat kejadian setelah kecelakaan hebatnya beberapa tahun yang lalu.
Keluar dari rumah sakit, Azam tak menemukan sosok Shaila yang ia kenal. Kepribadiannya telah berubah. Sikapnya lebih tenang juga pendiam. Tak ada lagi perempuan bar-bar yang selalu mencaci maki dirinya. Bahkan meski Azam mengganggu, itu bukan hal yang menarik untuk direspon oleh Anna. Hal ini membuatnya berpikir berulang kali. Sebenarnya apa yang menyebabkan Anna seperti sekarang ini?
Banyak hal yang ia tebak tentang penyebab perubahan ini. Hal yang paling besar adalah hilangnya sosok Auriga dalam kehidupannya. Setelah mencari tau sedetail-detailnya, Azam bisa mengerti seberapa pentingnya Riga dalam hidup Anna. Ia berpikir, ini harus segera diselesaikan. Anna bisa hidup tanpa Riga. Karena sebelum perempuan itu hilang ingatan pun, tak ada Riga di kehidupannya. Mengapa kepergian laki-laki itu sangat berpengaruh?
Ia berpikir, Riga hanya pengganti dirinya saat dirinya tak berada di sisi Anna. Lagipula dulu Anna sangat bergantung pada Azam. Pasti Anna hanya membutuhkan waktu untuk memulihkan segalanya. Kasih sayang Azam, akan membuat Anna melupakan Riga seutuhnya. Hanya itu yang harus ia usahakan.
Tapi di sisi lain, masih ada yang mengganggu pikirannya. Hal-hal yang telah ia terapkan, baginya hanya omong kosong. Meski otak berteriak itu adalah kebenaran, tapi hati berkata lain. Ada satu hal yng mengganjal, ia pun tau itu. Hal yang sampai saat ini, ia yakini akan memulihkan kondisi Anna. Mengubah seorang Anna menjadi Shaila.
"Ya. Ini yang terbaik. Gue ngelakuin ini karena gue sayang sama Shaila, gue mau Shaila pulih. Gue mau Shaila kembali," gumamnya meyakinkan diri sendiri.
•-•
Mencari minuman dingin, Anna memperhatikan beberapa ruang yang ada di kulkas. Melihat susu coklat yang membuat nafsunya bergejolak, membuatnya agresif mengambil botol itu seakan satu detik telat, susu itu akan hilang. Dipeluknya botol itu dengan tangan kanan, tangan kirinya sibuk menutup kulkas. Masih dengan botol susu dipelukan, tangan kirinya meraih gelas di lemari yang berada di atas kepalanya. Meski sedikit kesulitan, Anna tak mau melepas botol susu yang berada di pelukannya.
"Letakkan dulu susunya, baru ambil gelasnya," ujar Azam yang baru datang.
"Ambilin gelasnya, tolong," sahut Anna tak memedulikan ucapan Azam.
Dengan membuang nafas kasar, Azam menuruti kemauan Anna. Selalu begitu.
"Thank you."
"Udah sarapan?" tanya Azam.
"Belum. Baru juga bangun," balas Anna.
Azam melirik jam tangannya. Pukul 10.00. Ini bukan lagi pagi, bukan lagi jam normal orang bangun. Anna siang sekali bangunnya.
"Na, gak baik bangun siang-siang, nanti lo kena penyakit," kata Azam mengingatkan.
"Namanya juga orang ngantuk, kurang tidur!" Anna meninggalkan dapur setelahnya, tanpa mengucap kalimat selamat pagi atau selamat tinggal.
Jika ini merupakan hal yang tidak sopan, maka biarkanlah Anna melakukan hal itu pada Azam. Karena entah bagaimana, setelah ingatannya kembali, Anna mendadak kesal setiap melihat wajah Azam, meski laki-laki itu tidak pernah berbuat salah padanya, mengasarinya, atau berbuat jahat padanya. Intinya, Anna tengah muak.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Hidden
Teen Fiction•TAHAP REVISI• Rindu yang mendalam hanya bisa diobati dengan temu. Tapi bagaimana jika pertemuan itu adalah hal yang paling kamu takuti dan kamu inginkan dalam satu waktu? Kecelakaan beberapa tahun silam membuat rasa bersalah itu tak kunjung hilang...