Rahman bukan tipe orang yang main-main terhadap perkataannya, itu artinya, Riga memang harus menyelesaikan urusannya dengan Anna dulu.
Tapi bagaimana? Riga sudah terlanjur membuat gadis itu marah. Apa ada toleransi untuknya?
Selepas Rahman pulang, Riga masih berada di cafe itu hingga magrib. Masuk waktu magrib, Riga segera mencari mushola terdekat, melaksanakan ibadah, lalu pergi lagi.
Ia benar-benar tidak tau ingin kemana. Rasanya tidak enak kalau ia pulang dalam keadaan kalut begini.
Jalanan terasa ramai, tapi masih bisa ia lewati. Selepasnya, jalanan lega. Ia lega, karna ia lewat daerah sepi, tak berpenghuni, hanya pohon-pohon besar saja yang ada.
Riga mengernyitkan dahi, menajamkan matanya. Ada mobil dengan mesin terbuka, lalu ada perempuan yang mengarah ke mesinnya, pakai pakaian sederhana, hanya baju polos panjang kebesaran berwarna biru navy serta jins hitam dengan rambut terurai.
Gak takut digondol kuntilanak apa ya itu orang? Batin Riga.
Ia segera menghampiri mobil itu, berhenti, melepas helm, lalu turun.
"Bermasalah?" tanya Riga.
Perempuan itu menoleh ke belakang.
"Loh, Riga?"
"Vera?"
Riga agak parno sebenarnya. Kesal juga. Tapi kasian. Campur aduk intinya.
"Gak sama Anna?" tanya Vera.
Riga menggeleng. Dia gak tau harus respon apa.
Vera sempat terdiam, menunduk, lalu menatapnya lagi.
"Gue tau gue kelewatan waktu itu. Gue minta maaf ya. Mau minta maaf sama Anna, tapi gak tau kontaknya," ujar Vera, nadanya terdengar tulus.
"Sekolah di mana sekarang?" tanya Riga mengubah topik.
"Lo gak percaya sama gue ya?" tanya Vera.
Lagi-lagi Riga bingung harus jawab apa.
"Gak apa-apa, gue paham kok. Gue sekolah di luar kota sih, di Bandung. Ini lagi main aja ke sini, katanya identitas Rean lagi dicari, jadi gue mau ketemu dia juga," jelas Vera.
"Buat apa?" tanya Riga dingin.
Vera terkekeh mendengarnya, membuat Riga menyernyitkan dahinya bingung. "Mau minta maaf, gue sadar gue salah. Aduh, banyak banget sih salah gue."
"Lo mau kemana?" tanya Riga.
"Tadinya mau ke rumah dua temen gue yang waktu itu bully Anna juga. Mereka kan juga ikut dikeluarin, so, kita mau temu kangen sebelum gue balik ke Bandung lagi," balas Vera.
"Mobil lo kenapa?"
"Berhenti dadakan, mogok. Gue udah minta bengkel langganan Papa buat ke sini kok. Cuma emang agak jengkel nungguinnya."
"Kenapa berubah?"
Vera bingung, apanya yang berubah?
"Style lo. Kenapa berubah?" ulang Riga.
Vera menatap bajunya, lalu celananya. "Oh hehe. Lebih suka gini lah, gak mau terlalu feminim, ntar digangguin om-om nackal," balas Vera menekankan kata terakhir dengan suara dibuat genit.
Reflek Riga terkekeh karenanya. Baju Vera memang tampak kebesaran dan menutupi tubuhnya. Rambutnya yang digerai bertujuan untuk menutupi leher jenjangnya.
"Mau tetep ke rumah temen lo?" tanya Riga.
Vera menggeleng, "Udah gue batalin tadi."
"Ikut gue aja, sebentar kok. Gue tau jam Om Rian izinin anaknya," pinta Riga.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Hidden
Teen Fiction•TAHAP REVISI• Rindu yang mendalam hanya bisa diobati dengan temu. Tapi bagaimana jika pertemuan itu adalah hal yang paling kamu takuti dan kamu inginkan dalam satu waktu? Kecelakaan beberapa tahun silam membuat rasa bersalah itu tak kunjung hilang...