Rindu mantan bukan berarti minta balikan. Bukan!
***Alvaro membuka kancing demi kancing seragamnya tanpa berniat melepas seragam ditubuhnya. Ia duduk dibalkon sendirian menatap langit-langit yang berwarna jingga memaparkan matahari mulai terbenam disana angin sepoy-sepoy menerpa rambutnya. Senja mulai naik, keindahan tuhan mulai terpancar disana ia tersenyum tipis dan tak lama beranjak dari posisi nyamannya untuk kembali kedalam kamarnya.
Dia duduk dikursi kecil dekat ranjang mengambil sebuah gitar kesayangannya dan mulai memetik gitar itu dengan penuh perasaan satu patah kata mulai ia nyanyikan. Sudah hobby nya sendiri sedari kecil memang tertarik akan musik.
"kamu adalah bukti dari cantiknya paras dan hati kau jadi harmoni saatku bernyanyi tentang terang dan gelapnya hidup ini. Kaulah bentuk terindah dari baiknya tuhan padaku waktu tak mengusaikan cantikmu kau wanita terhebat bagiku tolong kamu camkan itu"
Petikan demi petikan mulai terdengar lebih asik. Alvaro menikmati alunan yang keluar dari gitar yang dipetiknya, setiap kata-perkata nyanyian yang dikeluarkan dari mulutnya ia resapi.
Sekarang, hanya ada satu nama dibenaknya; Clara Revalina Femita.
"Hati gue kenapa? "
***
Clara membuka lembaran demi lembaran buku tebal dihadapannya yang sedang memaparkan beberapa tugas tentang pelajaran sejarah. Jika bukan tugas sejarah mungkin clara akan mengabaikan tugas itu dan memilih membuka novel. Tapi berhubung ini adalah pelajaran yang menurutnya menarik dan penasaran untuk dipelajari jadilah ia menyukai mata pelajaran itu. Sebagian orang mungkin akan malas dengan pelajaran sejarah karena mereka dari awal sudah berpikiran jika sejarah itu bikin ngantuk. Padahal itu hanyalah prasangka yang tidak benar adanya atau jika disosiologi itu hanyalah sikap stereotip mereka saja.
Ia membolak-balik buku tebal itu untuk mencari jawaban yang dicarinya yaitu tentang salah satu peristiwa yang menjadi salah satu pemicu adanya Revolusi Amerika yakni peristiwa The Boston tea party, dimana terjadinya pembuangan teh-teh kelaut yang terjadi diBoston.
Clara menguap lebar-lebar jam dindingnya sudah menunjukan pukul setengah sembilan lebih. Nampaknya hari sudah larut malam pantas saja ia merasa sepi. Ia mengecek kembali tugas yang baru saja ia kerjakan untuk memastikan jawabannya sesuai atau tidak karena kan kalau sejarah itu mengemukakan fakta-fakta bukan perhitungan seperti matematika.
Clara menghembuskan napasnya lega "akhirnya selesai" ia mengucek matanya mengusap sedikit air mata diujung matanya akibat ia terus-terus menguap karena kantuk melanda.
Ia berjalan menghampiri ranjang kemudian merebahkan badannya kesana. Sebelum tidur sudah kebiasaan ia mengecek hp siapa tau ada yang ngechat dan bilang kangen.
Ngarep!
Ternyata masih sama, handphonenya sepi seperti hatinya. Semenjak ia putus dengan agian handphone miliknya lebih dominan ditinggal sendirian dikamar. Sakit.
Ngomong-ngomong soal agian, Clara jadi rindu sosok agian. Sosok yang dulu selalu membuatnya bahagia, sosok yang selalu perhatian, sosok yang suka marah jika clara bercerita tentang lelaki lain, sosok yang jika main kerumah pasti selalu membawakan martabak manis dan minuman kesukaan clara, dan yang jelas clara rindu orang itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Certezza [END]
Teen FictionSequel: My Moodbooster Judul awal : My Name is Clara Jika ada yang bilang bahwa 'Mata adalah jendela hati ' menurutku itu memang benar. Karena berawal dari kontak mata aku bisa mencintai dia pada pandangan pertama. Alvaro Algiero, orang yang berha...