Gweni mengerjapkan matanya yang terasa berat bercampur perih akibat kebanyakan menangis sedangkan tubuhnya butuh banyak beristirahat dan membutuhkan asupan makanan. Namun, semenjak Clara terbaring lemah diatas ranjang rumah sakit dengan beberapa peralatan medis dan kepala yang dibalut penuh membuat nafsu makan Gweni menurun serta pola tidur nya yang tak teratur.
Pagi ini, seperti pagi sebelumnya. Yaitu sebuah pagi yang buruk dengan kantung mata menghitam serta wajah lesunya Gweni terbangun setelah menghabiskan waktu empat jam tidur dengan posisi duduk diatas kursi tunggu rumah sakit masih dengan kepala bersandar didada bidang suaminya.
Gavin masih tertidur dengan wajah lelahnya. Setia memeluk istrinya yang tidur ditopangan dadanya. Gweni beranjak dari duduknya segera mengintip kedalam ruangan untuk sekedar melihat kondisi anaknya disana. Ternyata, masih sama. Anaknya masih tertidur pulas dengan wajah yang pucat pasi. Gweni pikir kejadian kemarin-kemarin adalah sebuah mimpi namun ini sebuah kenyataan yang tak bisa ia hindari.
Disisi lain, Gweni juga merasa beruntung memiliki seorang calon menantu yang dengan setianya menjaga dan merawat Clara penuh kasih sayang. Lihat saja sekarang, Alvaro tidur dengan menggenggam erat tangan Clara sedangkan kepalanya ditopang oleh sebelah tangannya yang lain. Itulah bukti sebuah kesetiaan Alvaro untuk anaknya.
"Gwen gimana keadaan anak kamu sekarang? " Tanya Nesya—Ibu Alvaro—dengan panik saat datang menghampiri Gweni.
Gweni langsung berhambur kepelukan Nesya menumpahkan segala isi hatinya yang tak terbendung lagi. "Sya, Clara hikss Clara makin parah"
Nesya balas memeluk Gweni berusaha memberikan nya semangat kepada sobat karibnya "Kamu yang sabar ya Gwen, kamu harus yakin Clara pasti sembuh"
Gweni mengangguk dalam pelukan Nesya. Masih dengan tangisnya yang tak kunjung reda.
"Maafin aku ya baru jenguk. Kemarin aku ada diparis dan gak tau kejadian ini" jelas Nesya yang merasa tak enak.
"Gak apa-apa kok hikss aku ngerti"Algis—ayah Alvaro—menepuk pundak Gweni lembut "Yang sabar yah" ia tersenyum lembut kemudian beralih menatap Gavin yang masih tidur dikursi tunggu "Aku ke gavin ya"
Gweni dan Nesya mengangguk bersamaan sebagai jawaban. Sepeninggal Algis, Nesya terus berusaha menenangkan Gweni yang terus menangis semakin menjadi.
"Gwen, yang sabar. Jangan nangis terus, kamu harus tunjukin ke Clara kalo kamu kuat biar Clara juga bisa ikutan kuat"
"Tapi hikss tapi hikss tapi aku beneran gak kuat"
"Kamu kuat gwen, aku tau itu"
"Makasih yah syaa "
Nesya mengangguk diiringi senyuman tulus yang terpancar dari bibirnya. Selang beberapa menit, Sahabat-sahabat Clara datang dengan wajah-wajah khawatir nya. Disana ada Selly, Nuri, Diana bahkan Vidha dan Gisella yang turut hadir.
"Tante, gimana keadaan Clara? Dia baikan? Dia sembuhkan? " Tanya Nuri dengan wajah paniknya.
"Kata Alvaro, Sekarang Clara mau dioperasi tan? " Kini giliran Diana yang turut bertanya.
Gweni menghapus jejak-jejak air matanya dengan kasar "Iyah, Clara mau dioperasi sekitar jam 9. Doain yah"
"Maafin kita ya tan gak bisa ikut jaga Clara " Ucap Vidha mewakili semuanya.
"Iyah sayang gak apa-apa, doanya aja ya " Gweni mengusap lembut lengan Vidha.
Semuanya serempak mengangguk sebagai jawaban atas permintaan Gweni barusan.
"Tante ketoilet dulu ya " Pamit Gweni lantas pergi meninggalkan semuanya.
Gweni menatap pantulan dirinya didalam cermin toilet lantas mencuci mukanya agar terlihat lebih segar dari sebelumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Certezza [END]
Teen FictionSequel: My Moodbooster Judul awal : My Name is Clara Jika ada yang bilang bahwa 'Mata adalah jendela hati ' menurutku itu memang benar. Karena berawal dari kontak mata aku bisa mencintai dia pada pandangan pertama. Alvaro Algiero, orang yang berha...