Alvaro celingak-celinguk mengedarkan pandangannya kesuluruh penjuru taman. Apa benar ini adalah taman yang dimaksud oleh sebuah surat pesawat tak bernama itu? Pasalnya taman ini adalah taman yang telah lama Alvaro sukai. Taman kenangan. Banyak kenangan indah dan kenangan pahit yang sudah Alvaro ukir di Taman ini. Apapun kondisinya bagaimana pun keadaannya tempat pelarian Alvaro adalah kesini ke taman kenangan.
Rasanya hati Alvaro sudah melekat disini. Jika benar ini taman yang dimaksud pesawat itu, tapi mengapa penulis surat itu tak kunjung terlihat?
Kalau boleh Alvaro berharap, ia ingin sekali pengirim surat itu adalah Clara. Sungguh ia merindukan gadis itu, entahlah Alvaro memang lelaki pecundang yang tak bisa memilih salah satu perempuan diantara dua pilihan ini. Ia sadar diri bahwa dirinya memang pengecut lebih pengecut dari lelaki manapun karena ia tak bisa menegaskan hatinya sendiri untuk siapa berlabuh."Alvaro kamu disini? "
Alvaro menoleh kesumber suara "kok Kamu juga disini? "
Gadis itu tersenyum berjalan mendekat dan duduk disamping Alvaro.
"Jadi kamu yang ngirim pesawat surat itu? " tanya Alvaro to the point.
Gadis itu memicing dan tersenyum "Uh, iya. Ternyata kita sehati ya"
Pupus sudah harapan Alvaro. Ternyata surat itu bukanlah dari Clara melainkan dari Claretta. Ia tersenyum kecut dalam hatinya menertawakan dirinya sendiri yang terlalu berharap pada gadis yang sudah ia sakiti beberapa kali. Mana mungkin Clara mau mengirim surat untuk dirinya yang sudah dengan tega melontarkan kata-kata pahit untuk Clara. Jelas Clara akan benci dirinya.
"Kenapa sampe ngirim surat segala kalo mau ketemu? " tanya Alvaro.
Claretta menyelipkan anak rambutnya kebelakang telinga lalu tersenyum manis "Biar kamu inget masa-masa saat kita SMP. Dulukan kamu bandel suka ngelempar surat pas lagi jam pelajaran "
Alvaro tersenyum tatkala mengingat kejadian tempo dulu saat memang dirinya sering melempar buntalan kertas kepada Claretta saat pelajaran dimulai. "Kamu masih ingat aja? "
"ingatlah, mana mungkin aku bisa lupa"
"Bukannya kenangan kita bersama menurutmu sama sekali gak berarti? Dulu kamu bilang begitu saat kamu pergi memilih yang lain"
Claretta terdiam sejenak menatap tas dipangkuannya "Please var jangan bahas tentang masa lalu lagi"
"Kamu yang memulai untuk mengingat nya"
"Uhuukk uhuukk uhuukk var kepalaku pusing banget badan aku dingin banget rasanya " Claretta memeluk tubuhnya sendiri yang menggigil.
Alvaro melepas jaket bombernya dan memakaikannya ketubuh Claretta. Alvaro mulai menggosokan kedua tangan Claretta dan meniupnya agar Claretta merasa hangat.
Tak disangka, dari kejauhan Clara melihat kejadian memilukan itu kembali. Hati yang sebelumnya sudah mulai utuh kembali patah lagi. Perlahan namun pasti Clara berjalan mundur dan pergi meninggalkan dua insan yang telah berhasil mematahkan hati Clara untuk kesekian kalinya.
Clara pikir, hari ini akan menjadi hari kebahagiaan nya akan kembali. Kepastian cintanya akan terungkap. Namun, nyatanya malah memperjelas bongkahan luka itu semakin menganga. Memberi kepastian hubungannya tak akan kembali utuh. Nyatanya yang Fero bilang bahwa Alvaro sudah Move on itu hanya omong kosong. Hanya sekedar Pemalsuan agar menambah luka hati Clara saja.
"Mereka cocok sekali" Clara tersenyum nanar air matanya menetes membasahi pipi tanpa ia sadari "jodohku bukanlah kamu al"
Clara mempercepat langkahnya menepis kasar setiap butiran bening yang meluncur sempurna.
KAMU SEDANG MEMBACA
Certezza [END]
Teen FictionSequel: My Moodbooster Judul awal : My Name is Clara Jika ada yang bilang bahwa 'Mata adalah jendela hati ' menurutku itu memang benar. Karena berawal dari kontak mata aku bisa mencintai dia pada pandangan pertama. Alvaro Algiero, orang yang berha...