Tak perlu dipaksakan, karena masa lalu punya cara sendiri untuk menghilang.
***"Alvaro?"
Nesya melirik clara dan alvaro bergantian dengan kedua halisnya yang bersatu "Kalian saling kenal? "
Clara mengerjap beberapa kali ia tak percaya bisa bertemu alvaro dihari libur seperti ini. Ternyata dunia ini memang sempit, orang yang dicintainya ternyata adalah anak dari teman ibunya sendiri.
"Hng, iya tan alvaro teman sekelas ara" clara tersenyum lalu melirik sekilas alvaro yang masih berdiri cuek dengan kedua tangannya dilipat didepan dada.
"Waahh jadi kalian satu sekolah? Wah asik dong ya." Nesya terkekeh pelan "Yaudah al kamu anterin clara pulang ya"
Alvaro mengangguk lalu melenggang pergi meninggalkan clara yang masih ditempat tanpa mengajak clara.
Clara mengumpat dalam hati "Dia kenapa sih? Kadang bersikap hangat kadang juga bersikap dingin. Dasar pria! " —batinnya.
Clara langsung menyalimi tangan nesya untuk berpamitan kemudian berjalan menyusuli alvaro yang sudah berada diluar rumah dan duduk diatas motornya.
Alvaro menyodorkan helm untuk dipakai clara tanpa mengatakan sepatah katapun pada clara. Clara memutar bola matanya malas. Dasar kepribadian ganda.
Alvaro langsung melajukan motornya dengan kecepatan rata-rata. Cuaca yang tadinya terasa menyengat kini sudah tak terasa menyengat lagi. Clara tersenyum tipis saat dirinya sadar bahwa sekarang ia bisa sedekat ini dengan orang yang dia cinta.
"Tadi ngapain kerumah gue? "tanya alvaro membuka pembicaraan.
Clara mengernyit suara alvaro hanya terdengar samar-samar karena suara kendaraan lain lebih dominan "hah? kenapa? " teriak clara.
"tadi ngapain kerumah gue? "
Masih samar-samar terdengar seakan suara alvaro tadi terbawa angin. Bukannya clara budeg tapi memang jalanan padat kendaraan. Clara mendekat menempelkan telinganya kesamping wajah alvaro agar suaranya lebih jelas.
"Kenapa? Suara lo kecil banget al? "
Alvaro memalingkan wajahnya kearah clara tak sengaja wajah keduanya bertemu hingga menyisakan beberapa senti saja jaraknya sangat dekat hingga hembusan nafas keduanya saling terasa. Keduanya saling tatap dengan perasaannya masing-masing hingga alvaro memutuskan kontak mata itu dan mengalihkan pandangannya kedepan memperhatikan jalan.
Clara terdiam masih dengan perasaan yang tak karuan jantungnya berulah berdetak begitu hebat wajahnya memerah semerah kepiting rebus.
Tak lama alvaro kembali melontarkan pertanyaan yang sama "tadi lo ngapain kerumah gue?"
Clara mengerjap membuyarkan segala pikirannya "Oh hehe, nganterin cupcake buatan nyokap gue"
Alvaro mengangguk paham, keduanya saling diam tak ada satu patah katapun yang keluar dari mulut dua insan manusia itu hanya terdengar suara bising kendaraan dan klakson dari beberapa kendaraan yang tak sabaran.
Tak lama keduanya sampai dirumah clara. Clara langsung turun dari motor alvaro dengan hati-hati.
"Makasih ya al mau mampir?"
Alvaro mengangguk "Gue langsung pulang aja"
Clara tersenyum tipis "Yaudah gue masuk ya" clara berjalan masuk kehalaman rumahnya dengan jantungnya yang masih berdisko.
"Claraa" teriak alvaro lagi refleks clara menoleh memiringkan wajahnya bingung.
"Helmnya" Sambung alvaro.
KAMU SEDANG MEMBACA
Certezza [END]
Teen FictionSequel: My Moodbooster Judul awal : My Name is Clara Jika ada yang bilang bahwa 'Mata adalah jendela hati ' menurutku itu memang benar. Karena berawal dari kontak mata aku bisa mencintai dia pada pandangan pertama. Alvaro Algiero, orang yang berha...