3 [part 2]

2.9K 234 121
                                    

Evren POV


Otomatis aku terbawa emosi.

"Ihh, Nia ... Lo mah nggak ngertiin gue bang-"

"Ehh-"

Hampir saja smartphone bermerek iPhone X Plus terlepas dari genggamanku.

"RAKAA!!!"

"Lo bisa nggak sih sehari aja jangan rese?!"

"Hehe, NGGAK!" nadanya sedikit ditekan, ia tanpa sedikitpun merasa bersalah.

Entah mengapa, aku heran bisa punya Adik seperti manusia yang satu ini-saking malas sebut nama-.

Ibuku ngidam apa sih? Ya, ampun ...

"Halo?"

Aku sampai lupa teleponku masih terhubung dengan Nia.

"A-anu maaf, Nia. Gue lupa hehe ..."

"Tuh, belom jadi nenek aja udah pikun!" Nia menampilkan rasa kekecewaan karena telah dilupakan olehku.

"Intinya muka gue belom keriput-kan?" tanyaku serius.

"Belom, tapi lagi proses," canda Nia.

"Sembarangan kalo ngomong!"

"Gue setuju tuh sama temen lo!" celetuk Raka tanpa permisi. Ternyata Raka masih berdiri dibelakangku dan menguping pembicaraan kami berdua.

"Apaan sih lo! Pengen banget diajak. Emang lo tau apa yang gue omongin barusan?"

"Tau lah!" jawabnya mantap.

Aku menaikan sebelah alis. "Coba jelasin sekarang kalo bisa!" tantangku.

"Ogah amat ... menurut lo penting gitu? Haha, sorry-sorry aja ya gue sibuk!"

"Bilang aja lo gak tau kan? Makanya jadi orang gak usah sok-sok-an tau deh!"

"Eh, gue ini gak kayak lo yang kerjaannya cuma telepon-an gak jelas. So, gue masih punya banyak pekerjaan yang lebih penting daripada lanjut dengerin percakapan lo berdua yang garing!"

Anak itu pergi seenaknya tanpa permisi.

"Halo? Apa ada orang disana?"

Lagi-lagi Nia terlupakan olehku.

"Sorry, tadi lagi ada gangguan."

"Gangguan? Ren, jangan bilang kalo sebenernya ini untuk kedua kalinya lo lupa."

"Yaelah, wajar kali namanya juga manusia," elakku.

"Okay, sekarang gue mau tanya. Seumur-umur udah berapa kali lo lupa?"

Dari sekian banyak pertanyaan yang pernah terlontar dari mulut orang lain. Menurutku, ini yang paling susah untuk diperkirakan.

"Kayaknya sekitar 500 kali atau bisa jadi jauh lebih banyak dari perkiraan gue," jawabku jujur.

"Wow ... tingkatkan terus prestasimu wahai anak muda!" Nia pura-pura takjub.

"Gak usah nge-hina deh! Gue lupa juga pasti ada sebabnya kok, nggak mungkinkan tiba-tiba lupa dengan sendirinya-kan?"

"Makanya banyak minum air putih!" perintahnya.

"Eitss ... jangan salah! Bahkan lagi renang aja gue sedot tuh air sampe bikin perut kembung."

"Ah ... yang bener lo?" Ia tidak yakin atas perkataanku.

"Ya, bener. Soalnya suka nggak sengaja keminum," aku meyakinkannya kembali.

My Warm BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang