Author POV
"Hey, Nak!"
Evren dan Alby yang tadinya sedang asyik nimbrung bareng Ran dan Lin tersentak kaget dan langsung kembali ke tempat duduknya yang menghadap kearah papan tulis.
Mereka berempat langsung keringat dingin karena mereka tahu bahwasanya sedang berhadapan dengan salah satu guru paling killer di sekolahnya.
Namanya, Bu Margaretha. Panggilan akrabnya, Bu Margaret. Guru olahraga paling tegas, disiplin dan berwibawa. Bila terlambat 1 menit saja ketika melintasi pintu gerbang, maka ia akan menyergap murid tersebut dan langsung membawanya ke meja piket untuk dicatat namanya ke dalam 'Buku Dosa'. Istilah buku tersebut biasa mereka pakai agar terkesan lebih menyeramkan, faktanya buku itu memang horror bagi para siswa-siswi SMA Indonic karena buku itu berisi nama-nama murid yang ada di sekolah ini, supaya guru-guru mengetahui seberapa banyak siswa-siswi yang melakukan poin pelanggaran. Jikalau sudah mencapai 100 poin maka siswa maupun siswi tersebut akan dikeluarkan secara tidak terhormat dari sekolah itu.
"Kamu bisa nggak bantu Ibu buat taruh buku-buku itu?" tanya Bu Margaret sembari menunjuk kearah meja guru yang berada di dekat papan tulis.
Evren menghela nafas lega, tadinya ia berpikir bahwa akan terjadi sesuatu padanya. "B-bisa, Bu," ucapnya sedikit gemetar.
"Alby, kamu bantuin pacar kamu ya!" pinta beliau.
Alby dan Evren saling bertukar pandang satu sama lain dan mata mereka saling terbelalak. Kemudian mereka kembali menatap Bu Margaretha, tiba-tiba beliau menyunggingkan senyum liciknya, sepertinya beliau ingin mendengar langsung penjelasan dari kami berdua.
"Maksud Ibu?"
"Udah ... Kamu nggak perlu ngeles lagi, By. Ibu tau tentang kedekatan kalian. Sekarang udah berstatus pacaran-kan?"
"Udah lumayan lama sih, Bu, dari sebulan yang lalu," ucap Alby sambil malu-malu kucing.
"Kita dikasih PJ, Bu!"
"Ya, Bu. Kita udah makan besar!"
"Mereka kalo kemana-mana barengan terus, Bu, udah kayak biji!"
"Mereka kalo di kelas pacaran mulu, Bu! Sampai iri saya liatnya."
Banyak dari teman-teman mereka yang ikut untuk angkat suara berdasarkan pendapat masing-masing, hal itu membuat Bu Margaret puas untuk mempermalukan mereka berdua. Bisa dibilang beliau termasuk ke dalam tipe Guru yang suka bergurau dan suka mencampuri urusan anak muda. Jika diambil kesimpulan, beliau suka menjadikan hubungan muridnya sebagai sasaran empuk untuk dijadikan bahan gurauan, apalagi kalau ada berita-berita remaja yang lagi hot, seperti hubungan antara Alby dan Evren.
Sedari tadi Alby menaruh kepalanya diatas meja seraya menutup kedua telinganya, ia merasa malu plus sedikit merasa jengkel pada Bu Margaret, sedangkan Evren pura-pura tuli dengan cara membaca novel kesukaannya.
"PUAS LO SEMUA!"
Alby nekat berbicara kasar pada semua teman-temannya meski ia tahu bahwa masih ada Guru dihadapannya. Ya, begitulah sikap Alby kalau sudah marah.
Evren ikut berdiri dari kursi yang ia duduki dan berusaha meredam amarah sang kekasih. "Cukup, By, cukup!"
"Gak bisa, Ren. Aku gak terima!" tutur Alby yang masih bernada tinggi.
"Hah, aku?!!"
"Cieeee ..., aku?"
"Gak salah denger gue? Aku?"
Lagi-lagi mereka berdua dipanas-panasi. Tentunya Alby semakin tidak bisa mengendalikan dirinya.
"DIEM LO SEMUA!" bentaknya.
"Wehhh ... jagoan."
"Pentolan kelas nih ..."
Sahut beberapa temannya lagi, dengan nada meledek.
Bukannya marah Bu Margaret justru tersenyum melihat kelakuan murid-muridnya yang masih bersikap seperti anak SMP.
"Iihhh ... Gemes deh Ibu ngeliat kalian semua ..."
Meskipun terkenal ganas. Bu Margaret tetap memiliki jiwa keibuan. Intinya jikalau murid-muridnya berbaik hati padanya maka ia akan berbuat sebaliknya bahkan bisa lebih daripada itu dan begitupula sebaliknya jika murid-muridnya susah diatur jangan harap bisa ditolelir.
"Daripada kamu ngomel-ngomel terus mending bantuin tuh pacar kamu, kasian dia keberatan nanti kalo bawa semuanya."
Alby melirik kearah Evren yang sibuk membagi buku menjadi 2 bagian yang sama rata. "Tuh, bawain sisanya!" pintanya, lalu ia langsung pergi meninggalkan kekasihnya sembari membawa buku-buku tersebut.
"Eh, tunggu!" Alby segera membawa buku-buku yang tersisa dimeja kemudian menyusul Evren. Ternyata Evren sudah berada di lantai bawah.
"Lelet!" ucapnya ketus pada Alby.
"Wajar, aku-kan dikasih yang berat-berat," keluhnya.
"Alesan!"
Evren terus saja berjalan cepat menuju ruang Guru, tanpa mempedulikan Alby yang tertinggal jauh di belakangnya.
"Huuhhh, kamu jalan cepet banget sih?" tanya Alby dengan nafas yang masih terengah-engah.
"Tadi-kan aku udah bilang, kamu tuh lelet kayak siput!"
Alby menyubit pipi Evren bagian kanan tanpa melihat kondisi kanan-kiri. "Tapi kamu cinta-kan? Eaaa ..."
"Eh kok kalian masih di depan pintu?"
Alby dan Evren menoleh kesumber suara. Rupanya itu Bu Margaret. "Ini saya lagi mau masuk, Bu," kata Evren. "Si Alby-nya aja nih ngajak ngobrol saya mulu," sambungnya.
"Lah kok jadi aku yang disalahin?" tanya Alby serta menunjuk dirinya sendiri.
Bu Margaret mendorong tubuh mereka hingga masuk ke dalam Ruang Guru. "Udah-udah, jangan ribut terus!"
"Taruh disitu aja!" perintah beliau seraya menunjuk ke salah satu meja. "Makasih ya, Nak," tutur Bu Margaret lembut setelah mereka berdua selesai menaruh buku-bukunya.
Alby dan Evren berpamitan pada Bu Margaret. "Yang akur ya!" pesan beliau.
"Iya, buu ..."
Baru saja keluar dari Ruang Guru, tiba-tiba ...
Bruk!
~●~
12.29
Panas-panas gini author kasih yang seger-seger :v
KAMU SEDANG MEMBACA
My Warm Boyfriend
Teen FictionPertemuan bukanlah keutamaan. Kedekatan bukanlah jaminan. Suka bukanlah tumpuan. Cinta bukanlah kepastian. Dan sayang bukanlah alasan. Karena orang yang benar-benar bisa menjadi penghangat, itulah yang kucari diantara kalian. ©oneda_ 01/02/18