2 [part 1]

4.5K 275 149
                                        

Evren POV

Mataku melotot lebar ke layar smartphone. Setelah mengecek kembali urutan namaku ternyata sudah terpental untuk kedua kalinya. Kesempatan masuk di SMA N 71 telah sirna. Nyawaku tinggal satu. Satu-satunya harapan agar masuk ke sekolah negri yang unggulan adalah SMA N 8.

Entah mengapa setelah melihat deretan angka-angka berkoma jauh lebih besar dibanding nilai NEM yang-ku punya jadi merasa minder. Seakan-akan aku ini paling rendah diantara mereka semua. Bahkan, tidak ada apa-apanya. Yah, mau bagaimana lagi kalau sudah nasib mendapat nilai NEM pas-pas-an. Jadi susah mau masuk sekolah sana-sini.

Tak biasanya suasana rumah se-hening ini seharusnya terdengar suara keran air mengucur deras saat ibu mencuci beberapa piring dan gelas kotor.

Dengan cepat aku melesat menuju lantai bawah untuk melihat apa yang sedang Ibu lakukan.

"Bu! Ibu! Ibu dimana?" panggilku berulang-ulang.

"Bukannya kemarin udah?"

Aku mengintip dari pintu kamar ibu. Ternyata beliau sedang berbincang dengan Ayah. Sepertinya penting. Saking pentingnya sampai-sampai Beliau tidak mempedulikan panggilanku. Kira-kira apa yang sedang mereka bicarakan, aku jadi penasaran. Huh, terpaksa aku harus melakukannya lagi.

"Tapi, masalahnya yang nyuruh itu si Bos, Bu."

"Enggak bisa gitu dong, Yah!" bentak Ibu.

Suasana kian memanas.

Ayah memberi serangan balik. "Kalau gitu Ibu juga nggak bisa seenaknya ngatur-ngatur Ayah dong!"

"Oh, bagus ... Jadi situ udah berani ngebantah?" tanya Ibu sambil berkacak pinggang.

"Terus maunya Ibu gimana?"

"Pokoknya enggak usah pake acara-acara tugas tambahan lagi!" perintah Beliau.

Ayah tidak setuju dengan perkataan Ibu. "Oh ... Kalo itu sih Ayah enggak setuju, Bu!"

Ayah mulai meninggikan nada suaranya.

Cukup sudah. Aku tak kuasa melihat mereka berdua bertengkar.

Bos? Sebenarnya siapa dia? Orang itu benar-benar sudah keterlaluan. Ini semua gara-gara pemberian tugas tambahan. Mungkin ini hanya masalah sepele antara upah gaji naik atau tetap. But, I don't care! Mau masalah sekecil apapun jika terus-menerus dibiarkan begitu saja maka tanpa disadari perlahan akan semakin membesar. Pokoknya aku harus cari solusi!

~●~

Pertengkaran baru saja usai. Kurang lebih selama 1 jam keributan itu berlangsung.

Raka yang tadinya sedang menjalani ritual bangun siang justru malah sebaliknya, ia bangun lebih awal dibanding hari-hari libur lain. Ia merasa sangat terganggu dengan suara bising di lantai bawah.

Misal, Raka tidak mau bangun pagi. Tinggal tempel speaker di telinganya. Terus setel lagu dangdut kesukaannya sampai volume mentok biar dia joget sekalian. Eh, jangan deh, nanti dia malah keasyikan dan tidak terbangun dari tidur lelapnya.

Pertengkaran telah usai, namun persaingan nilai NEM masih berlanjut hingga esok hari. Aku kelimpungan melihat urutan namaku hampir berada diujung tanduk. Ingin rasanya memberi tahu kabar buruk ini pada Ibu. Tapi, mood Beliau pasti belum sepenuhnya kembali.

Sekarang aku harus bagaimana lagi? Kalau memang tidak bisa masuk sekolah unggulan seperti teman-temanku yang lain, no problem. Hal yang dipertanyakan, apa aku masih bisa bertahan dan mendapat sekolah negri? Ditambah kondisi orang tua sedang tidak akur seperti ini. Mengandalkan Raka? Rasanya tidak mungkin. Jadi serba salah.

My Warm BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang