Author POV
Alby perlahan memarkirkan motor CB1500F dengan hati-hati agar tidak tersenggol oleh motor disisi kanan dan kirinya, dilanjutkan melepas helm sembari mematikan mesin motor serta mencabut kunci motor, lalu ia masakukkan kesaku celananya.
"Kita sudah sampai, Tuan Putri." Alby menadangkan helm milik Evren, kemudian menaruh helm-helm tersebut ditempat penitipan.
Sore ini Alby menepati janjinya untuk mengantar Evren ke toko buku disalah satu mall yang letaknya tidak jauh dari sekolah mereka. Mereka melangkah masuk melalui pintu lantai 2. Dari kejauhan mereka sudah terlihat bagaikan pasangan serasi. Bukan hanya satu atau dua orang saja yang menyoroti kekompakkan mereka, tetapi hampir disepanjang perjalanan menuju lantai 4 Alby dan Evren jadi bahan tontonan, terutama pasangan lain yang sedang berjalan berdampingan sama seperti yang sedang mereka lakukan.
Mata Evren tidak bisa diam melihat toko-toko pakaian disisi kanan dan kirinya. Ia suka saja jika sekedar melihat pakaian-pakaian yang sedang trend sama seperti anak muda pada umumnya, terutama dikalangan cewek-cewek yang suka diajak berbelanja oleh Ibunya. Ketertarikkan gadis ini pada model pakaian unik dan tidak terkesan ramai, intinya cenderung suka hal-hal yang sederhana.
Bila kekasihnya meminta untuk ditemani, Alby sebagai cowok setia akan menemani kekasihnya dengan senang hati. Sebenarnya sih ia tidak suka untuk melakukan hal tersebut apalagi kalau soal berbelanja, sama seperti cowok-cowok pada umumnya yang cuek pada hal-hal seperti itu. Tak jarang pula Alby merasa bosan, akan tetapi rasa itu akan ia pendam hingga Evren sudah tak lagi betah berlama-lama di Mall.
"Bagus ya bajunya!" puji Evren sembari memperlihatkan sebuah long dress pada kekasihnya, berharap Alby juga akan sependapat.
Tangan Alby mengelus lembut bahan dari long dress tersebut seakan-akan ia paham mengenai kualitas bahan pakaian layaknya seorang desainer. "Iya bahannya bagus!".
"Iya, aku juga suka sama warnanya," gumam Evren, ia mengecek ulang pakaian tersebut selama beberapa kali. "Mbak, saya ambil yang ini aja ya!" seru Evren kemudian memberikan long dress tersebut kepada penjual untuk dikemas rapih ke dalam kantung plastik.
Alby menggaruk-garukkan tengkuknya itu berarti ia sedang ragu dan tidak sependapat bila Evren akan mengenakkannya, bukan karena jelek, hanya saja kurang cocok bila dipakai ditubuh kekasihnya karena terkesan lebih tua. "Kamu serius mau beli baju itu?" Ia memastikan kembali keputusan dari Evren, Alby berharap Evren akan pikir-pikir lagi dan tidak jadi untuk membelinya.
Tidak sedikitpun ada raut ragu diwajah Evren. Justru Evren semakin antusias dan mengangguk mantap sambil tersenyum lebar. "Ungu itu warna kesukaan Ibuku, pasti beliau suka, apalagi ini model long dress dan kalo Ibuku pake pasti cocok, karena bentuk tubuh ibuku ideal!".
Aku salut sama kamu, Ren! Disaat kamu lagi seneng-seneng jalan berduaan sama aku, kamu tetep mikirin ibu kamu, bahkan sampe bela-belain buat beliin baju. Aku yakin nggak semua cewek bisa sepeduli kamu, kebanyakan cewek kalo udah bucin biasanya bakal lupa dan lebih mementingkan urusan pribadinya, berkat Evren ia jadi tahu bahwa masih ada cewek yang benar-benar berbakti kepada orang tuanya.
Tidak lama kemudian, sang penjual menyerahkan plastik yang berisikan long dress, sesuai permintaan Evren. Ketika Evren ingin membayarnya, Alby langsung buru-buru mengeluarkan dompet dari saku celananya dan ia lebih dulu memberikan uang pas pada sang penjual. Itu membuat Evren jadi tidak enak hati, hingga berniat untuk mengganti uang milik Alby, namun cowok tampan itu terus saja menolak sambil menyunggingkan senyum manis kepadanya. Akhirnya Evren memutuskan untuk menuruti kemauan dari niat baik cowok tampan itu, Alby mengatakan bahwa ia ikhlas membantu. Usai mendengar perkataan Alby tiada hentinya Evren mengucapkan kata terimakasih, karena merasa sudah banyak merepotkan Alby.
Selanjutnya mereka meneruskan perjalanan menuju toko buku, ketika sedang menaiki eskalator arah pandangan Evren terpaku pada lantai dasar, kebetulan disana sedang ada pertunjukkan band akustik sehingga Mall ini semakin ramai dikunjungi. Sedari tadi Alby curi-curi pandang untuk menikmati kecantikan Evren. Alby mempunyai niatan untuk menggenggam tangan cewek disebelanya yang sedang menganggur, ia sangat ingin melakukannya sama seperti pasangan kekasih lain yang dilihatnya sepanjang jalan ketika berkeliling Mall.
Cowok itu baru saja memulai aksi modusnya. Tidak biasanya Alby gugup hingga terlalu berlebihan seperti ini. Segugup apapun tetap ia berusaha untuk mencoba, hingga keinginannya terpenuhi. Perlahan namun pasti, sedikit demi sedikit ia kaitkan jari jemari satu sama lain hingga tangan mereka saling bergandengan. Cewek disebelahnya baru sadar bahwa tangan kanannya sudah bercengkraman erat. Ia memandangi cowok disebelahnya, hal itu membuat Alby menjadi salah tingkah dan senyum-senyum sediri.
"Kalo lagi diliatin sama cecan yang ada disebelahku, rasanya kayak nge-fly gimana gitu," ucapnya lebay.
*Cecan = Cewek Cantik.
Evren ikut tertular oleh ucapan lebaynya Alby. "Kalo lagi dipegang sama cogan yang ada disebelahku, rasanya kayak deg-deg-an gimana gitu."
Mereka tersenyum satu sama lain dan saling memberi kontak mata.
Tibalah mereka di toko buku langganan Evren. Alby sendiri masih bingung dengan Evren yang sangat suka pada buku-buku tebal. Menurut Alby membaca buku tipis dalam hitungan menit saja tentu sudah terasa membosankan, Alby juga akan membutuhkan waktu lama apabila dipaksa harus membaca buku setebal 800 halaman, mungkin sebulan saja belum tentu tuntas. Jangankan segitu, baca 300 halaman saja terkadang sudah membuatnya pusing dan sakit mata saking terlalu banyak tulisan yang tercetak di dalamnya, ia jauh lebih memilih komik ketimbang novel. Selera cowok memang tergolong lebih simple.
"Sebanyak itu bakal kamu baca?" Ia mengomentari buku-buku yang sudah dipegang Evren sejak tadi, usai memilah-milah novel yang tepat sesuai seleranya.
"Ini bisa aku baca habis kurang dari sebulan." Nampaknya bertolak belakang sekali dengan Alby, yang agak pemalas.
Alby berdeham kemudian mendekatkan dirinya pada Evren. Sejujurnya ada rasa ragu untuk menanyakan sesuatu pada Evren, Alby takut apabila Evren mulai merasa jengkel, namun rasa penasarannya lama-lama kian membesar, ia juga tidak ingin dihantui rasa itu terus-menerus.
Sekarang wajah Alby benar-benar serius. "Boleh aku nanya soal Wiam lagi?"
Evren nampak tegang dan ikut menseriusi percakapan tersebut.
"Dia sering kayak gitu ke kamu?" tanyanya, terbaca jelas bahwa ia cemburu pada Wiam.
"Yaa ... gitu." Jawaban yang Evren berikan kelihan seperti sudah kehabisan kata-kata.
"Selengket itu dia sama kamu?"
Evren mengangguk pelan, ia tidak berani melakukan kontak mata pada Alby karena takut melihat raut wajah kekasihnya akan berubah marah.
Untuk kesekian kali Alby menghela nafas, demi menstabilkan emosi, ia ingat kini sedang berada ditempat umum. "Sampe nawarin kamu pulang bareng kayak gitu?"
"Mungkin dia merasa nggak enak aja, kamu juga tau sendirikan kalo bokap aku sama bokap dia temenan."
Masuk akal juga, namun tetap saja kedatangan Wiam dalam hidupnya merupakan suatu bencana. Kini ia merasa semakin was-was dan harus lebih menjaga Evren. "Oke, cukup tau," gumamnya sembari mengusap bagian bawah hidungnya menggunakan jari telunjuk, ia terlihat berat hati untuk menerima cobaan yang satu ini.
~●~
KAMU SEDANG MEMBACA
My Warm Boyfriend
Teen FictionPertemuan bukanlah keutamaan. Kedekatan bukanlah jaminan. Suka bukanlah tumpuan. Cinta bukanlah kepastian. Dan sayang bukanlah alasan. Karena orang yang benar-benar bisa menjadi penghangat, itulah yang kucari diantara kalian. ©oneda_ 01/02/18