45 [part 2]

325 15 0
                                    

Author POV

Kanan, kiri, depan, belakang. Ternyata sudah aman. Wiam berhasil kabur dari ancaman berbahaya. Untungnya Pak Radit tidak berniat untuk mengejarnya, jika ia tertangkap rencananya untuk membantu Evren bisa gagal total.

"Huffttt ... Akhirnya bisa lolos juga dari tuh Guru," ucap Wiam dengan nafas yang masih tak karuan.

Tibalah ia di depan ruang UKS.

"Assalamualaikum."

Ketika dilihat ternyata tidak ada siapa-siapa.

Wiam berdecak kesal. "Gue harus cari kemana lagi nih?"

Iapun berpikir sejenak. Seingatnya kini beliau sedang mengajar di kelas X IPS 1.

"Oh iya! Gue baru inget!" tuturnya seraya menepuk dahi.

Wiam kembali meneruskan perjalanannya untuk mencari pertolongan, karena beliaulah satu-satunya harapan yang bisa membantunya.

BINGO! Kali ini tebakannya benar.

"Assalamualaikum, Bu."

Seisi kelas langsung menyorotkan mata ke arah Wiam.

Demi Evren ia rela harus melakukan hal seperti ini. Meski gugup, ia tetap nekat untuk masuk ke kelas X IPS 1.

"Wa'alaikumsalam," serentak mereka menjawab salam dari Wiam.

"Maaf mengganggu, Bu. Bisa bicara sebentar?" tanya Wiam dengan santunnya.

Beliaupun mengangguk.

"Sebentar ya, anak-anak. Ibu ada perlu."

Mereka berdua memutuskan untuk berbincang di luar kelas.

"Ada perlu apa, Nak?"

"Begini, Bu. Saya butuh bantuan Ibu."

"Memangnya ada masalah apa?"

"Ibu kenal Evren kan?"

Beliau terkejut ketika Wiam berbicara soal Evren. "Apa terjadi sesuatu dengan Evren?"

Wiam menggeleng. "Bukan dia, Bu. Dia baik-baik aja."

"Lalu?"

"Ibunya, sekarang Ibunya lagi dirawat di rumah sakit."

"APA?!!" Beliau langsung shock usai mendengar hal itu. "Kenapa dia gak cerita sama sekali ke Ibu."

"Entahlah, Bu," ucap Wiam sambil tertunduk lesu.

"Jadi, apa yang bisa Ibu bantu sekarang?"

Kepala Wiam menengadah. "Dia kesulitan dispen karena Guru piket gak ngizinin untuk pergi ke rumah sakit."

"Oh, jadi begitu ya?"

Wiam mengangguk. "Evren pernah cerita ke saya, kalo Ibu adalah penolongnya."

Terlukislah senyum manis dibibir beliau. "Benarkah? Anak itu memang baik sekali."

Wiam tersenyum usai mendengar pujian beliau untuk Evren. "Ya, Ibu benar!"

"Jadi, apa Bu Tati mau membantu saya?"

"Tentu! Sekarang juga kita ke sana."

Sesampainya di sana, mereka berdua mendapati Evren yang sedang termenung. Kasihan sekali Evren, padahal keadaan sedang genting, namun ada saja penghalang lain yang membuat kepalanya semakin pening.

"Sang Penyelamat datang!" seru Wiam hingga membuat Evren langsung tersadar dari lamunannya.

"Hai! Kita ketemu lagi Evren!"

My Warm BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang