Evren POV
Sebelum meninggalkan ruang kelas ada baiknya kucek kembali isi kolong meja, takut ada alat tulis, buku atau peralatan sekolah lain tertinggal disini. Jarang sekali ceritanya kalau benda tertinggal di dalam kelas akan tetap utuh keesokkan harinya, pasti menghilang entah kemana, antara dibuang sama diambil orang.
Kedua tanganku berusaha merogoh-roboh kolong meja hingga se-dalam mungkin. Berikutnya kuintip kembali untuk memastikan sudah benar-benar kosong.
Oh, ya. Aku penasaran sama kolong mejanya Alby. Siapa tau aku bisa menemukan alat tulis atau buku catatan miliknya yang tak sengaja tertinggal disini, untuk sementara waktu aku bisa menyimpannya dan mengembalikannya pada saat ia masuk sekolah nanti.
Hm, apa itu? Kertas?
Kuambil secarik kertas disudut bagian kanan, nampaknya memang sengaja diubah bentuk menjadi sebuah bola pingpong.
Langsung saja kuubah kembali bentuk dari bola pingpong menjadi sedia kala meskipun sudah lecak dan hampir sobek.
Biodata
Nama: Alby Pradipta Fachry
Kelas: X IPS 4
Alamat: Jl. Rajawali RT.08/RW.09 No.75
Asal Sekolah: SMP TitaniumIni kan biodata yang Kak Sekar suruh kumpulin 2 hari yang lalu buat masa perkenalan murid baru. Kok dia buang sih? Tapi seenggaknya gue bisa tau alamat rumah Alby.
Hanya sebuah kebetulan atau tidak, yang jelas ini suatu keajaiban. Ramalan Kak Sekar sangatlah tepat. Hari ini aku akan pergi untuk menjenguk Alby. Soal ongkos untung aku masih menyimpan sisa uang jajan tadi siang. Bila dihitung-hitung sih cukuplah.
Lebih baik kukabari Ibu terlebih dulu sekalian meminta izin pada Beliau agar aku bisa pulang lebih sore dan Beliau tak perlu khawatir untuk mencemaskan bagaimana keadaanku.
"Assalamualaikum, Bu," ucapku setelah panggilan teleponku terjawab olehnya.
"Wa'alaikumsalam, ada apa Ren?"
"Bu, maaf, Ren hari ini pulang lebih lambat soalnya mau jenguk temen yang sakit, boleh?"
"Boleh. Eh, tapi rumahnya dimana? Jauh gak?"
"Di Jl. Rajawali RT. 08/RW. 09 No.75"
"Daerah mana tuh?"
"Susah jelasinnya, Bu. Biasanya sih kalo urusan alamat rumah orang, Ayah jagonya. Soalnya ini juga baru pertama kali Ren kesana."
"Sama siapa kamu ke sana?"
"Sendiri."
"Kalo sendiri jangan!" Ibu membatalkan keputusan.
"Yah ... Sebentar doang kok buat jenguk temen sekelas. Boleh ya ...?" rayuku.
"Yaudah, hati-hati. Inget sebelum maghrib udah sampe rumah biar gak kemaleman."
"Baik, Bu. Makasih banyak, Bu."
"Sama-sama sayang ... Udah dulu ya Ibu mau lanjut masak buat makan malem. Oh, ya, kamu mau dimasakkin apa?"
"Apa aja Bu yang penting enak, kan bagi Ren masakkan Ibu slalu jadi nomor satu."
"Bisa aja kamu. Oke kalo gitu, Wassalamualaikum."
"Wa'alaikumsalam."
Senang sekali rasanya hingga hatiku menjerit kegirangan, meski sempat tidak diperbolehkan oleh Beliau.
Aku dan Alby, apa benar cocok seperti yang dikatakan orang lain? Entah menapa aku masih bingung dengan perhatian yang Alby berikan padaku. Benar-benar tulus atau tidak ya? Disisi lain aku percaya 100% kalau itu memang sifat aslinya, terkadang pula aku merasa ini semua hanyalah tipuan belaka dari gombalan cowok.
I feel that's a real not fake.
Sudahlah aku tak perlu memikirkan hal yang belum tentu akan terjadi keesokan hari dan seterusnya. Justru hanya akan menjadi beban pikiranku saja dan membuatku jadi stress sendiri karena bimbang antara 2 pilihan, Wiam atau Alby.
Logika memilih Wiam, yaitu cinta pada pandangan pertamaku, sedangkan hati memilih Alby, karena aku selalu merasa nyaman ketika berada didekatnya.
TBC ...
Alby >< Evren
KAMU SEDANG MEMBACA
My Warm Boyfriend
أدب المراهقينPertemuan bukanlah keutamaan. Kedekatan bukanlah jaminan. Suka bukanlah tumpuan. Cinta bukanlah kepastian. Dan sayang bukanlah alasan. Karena orang yang benar-benar bisa menjadi penghangat, itulah yang kucari diantara kalian. ©oneda_ 01/02/18