33

715 22 0
                                    

Author POV

"Mbak Sul, ini baju siapa?" tanya Evren dengan tatapan menyelidik pada salah satu pembantu di rumahnya. Ia menemukan pakaian asing yang tiba-tiba saja ada di dalam kamarnya ketika ia baru saja tiba di rumah usai pulang sekolah.

"Mungkin itu punya Non Nia," jawab Mbak Sul setelah mengamati betul pakaian itu, namun tidak tahu pasti benar atau tidak.

"Nia?"

"Hallooo ..., apa kabar sahabat lama kuhh ...?!" Tiba-tiba ada suara ribut muncul ditengah percakapan serius antara Evren dengan pembantunya.

Evren menoleh. "Flat?!! Kok tiba-tiba lo bisa ada disini?" tanya Evren dengan ekspresi terkejut. "Rambut lo kok basah? Lo abis mandi ya?" terkanya.

"Iyaa dongg ..., gue kesini cuma mau numpang mandi," tuturnya sambil nyengir.

"Lah emang ngapa dah? Air di rumah lo lagi kosong?"

"Bukan kosong."

"Terus?"

"Disumurnya ada bangke tikus nyemplung, gila aja kalo gue nekat mandi pake air itu, yang ada kulit gue bisa kena panu, kadas, kurap!"

Evren dan Mbak Sul tertawa geli usai mendengar pengalaman pahit yang dialami Lavenia. Ada sih rasa kasian di dalam benak mereka masing-masing, tetapi lucu aja sih dengernya, itulah sebab mereka ngakak.

"Permisi ya Non, saya mau cuci piring dulu," pamit beliau dengan santunnya kepada dua gadis itu, sejujurnya Mbak Sul tidak kuat untuk mendengar kelanjutan cerita dari Lavenia jadi beliau memutuskan untuk tidak ikut nimbrung bersama mereka, bisa jadi beliau akan sulit untuk berhenti tertawa, sama seperti Evren.

"Emangnya udah dari kapan, Ni?"

"Dari 2 hari yang lalu."

Evren langsung bergidik. "Emang lo nggak nyium bau bangke samsek?"

"Nyium sih, gue pikir cuma perasaan gue doang."

Evren terbahak sejadi-jadinya. "Heran gue punya temen pinter banget!" cibirnya.

Lavenia menoyor kening sahabatnya. "Sini, kembaliin baju gue!" Segera ia ambil kembali pakaian miliknya dari tangan Evren.

"Oh ya, gue beli novel baru lagi lohh ..." pamer Evren dengan bangganya. "Mau pinjem gak?" tawarnya.

"Mana? Coba gue pengen liat?"

Mereka berdua masuk ke kamar dan mencari novel tersebut. Di rak itu berisi banyak sekali buku-buku mulai dari novel bergenre horror, teenfiction, fantasy, humor, dan masih banyak lagi, semuanya hanya milik Evren seorang.

"Ini diaaa ..."

"Widihhh ... Mantep bener lo! Ini-kan novel keluaran terbaru!" ucap Nia dengan hebohnya. "Ada lagi nggak yang lain?"

Evren menggeleng sambil menyunggingkan senyum kecil. "Niatnya besok gue mau beli lagi."

"Kalo gitu gue ikut ya? Bolehkan? Bolehkan? Pasti boleh lahh ...," Nia menjawab sendiri pertanyaan yang ia tujukan pada Evren saking bersemangatnya.

Evren berpikir sejenak. "Emm ... Besok kayaknya gue nggak bisa ajak lo ke sana."

Nia merasa kecewa usai mendengar tutur kata dari sahabatnya. "Yahh ..., emangnya kenapa? Apa karena gue bawel jadi lo nggak mau lagi pergi bareng gue?".

"Bukan gitu! Masalahnya gue udah ada janji sama orang lain."

"Siapa? Jangan bilang kalo lo janji sama temen-temen baru lo yang jauh lebih asik dari gue, jahat lo!" tuduh Nia yang bukan-bukan.

"Isshh ... Bukan! Makanya dengerin gue dulu napa!" pinta Evren saking jengkelnya. "Gue tuh ada janji sama cowok gue!" jelasnya.

"Hah?! Kok lo nggak bilang-bilang sih kalo udah pacaran sama si Wiam?!!"

Spontan Evren langsung menyekap congor Lavenia dengan kedua tangannya. "Sssttt ... Jangan kenceng-kencengg!! Nanti kalo kedengeran sama nyokap gue gimana?!"

Lavenia segera menyingkirkan telapak tangan Evren dari mulutnya. "Sorry-sorry ... tapi seriusan lo udah pacaran sama dia?"

"Iya serius, tapi bukan sama Wiam," ucap Evren seraya memutar kedua bola matanya karena tidak sudi lagi menyebut nama Wiam, sekarang ini dihatinya hanya setia pada Alby seorang.

"Terus sama siapa dong?"

"Kalo gue kasih tau lo juga gak bakal kenal."

"Kasih tau aja elahh ..., daripada bikin gue makin penasaran," paksanya.

"Alby."

"Lo pacaran sama fans pertama lo? Alby yang kata temen sebangku lo itu-kan? Yang dia tau-tau-an soal id line lo dan yang kakinya cantengan gara-gara abis make sepatu lo-kan? Kan-kan-kann ...??" Lavenia menjabari semua hal yang ia ketahui.

"Kok lo tau sih?"

"ADUH, NEK! UDAH TUA JANGAN PIKUN-PIKUN AMAT NAPA!!" cibir Lavenia, dia nge-gas saking keselnya punya sahabat yang pikunnya nggak ketulungan.

Evren menepuk jidatnya. "Haduh, sampe lupa!"

"AYAH TADI ABIS NELPON SIAPA?!"

"NGGAK NELPON SIAPA-SIAPA BU."

"BO'ONG! ITU BUKTINYA MEGANG HAPE!"

Evren dan Lavenia saling bertukar pandang.

"Ren, lo denger gak tadi?" tanya Nia.

Evren mengangguk, matanya mendelik. "Denger, kayak suara orang ribut."

"Tetangga lo mungkin," terka sahabatnya.

Evren mengangkat kedua bahunya. "Biar gak penasaran, mending kita check aja! " Mereka berdua lari keluar kamar agar bisa memastikan kebenarannya.

"SEKARANG JUJUR, TADI NELPON SIAPA?!!"

"Ternyata suara bokap sama nyokap gue, Ni!" duga Evren, Lavenia terkejut bukan main.

"Terus gimana?" tanyanya sedikit berbisik.

Evren meneruskan langkahnya menuju tangga  sambil dibuntuti oleh sahabatnya. Mereka menguping pembicaraan secara diam-diam. Kebetulan pada saat selang waktu beberapa menit para pembantu Evren semuanya naik ke lantai atas. Itu membuat mereka saling terkejut satu sama lain.

"Non, kalian berdua lagi pada ngapain?" tanya salah satu pembantu.

"Kami penasaran, Mbak, sebenernya apa yang terjadi?" tanya Evren berharap beliau akan menjawab pertaannya.

Mbak Sul dan pembantu lainnya saling bertukar pandang. Beberapa dari mereka menghiraukan mereka dan pergi begitu saja, kecuali Mbak Sul yang masih mematung.

Lavenia memohon pada beliau dengan sangat. "Mbak tolong jawab! Kasian Ren," pinta Nia, ketika ia melirikkan mata kearah sahabatnya, didapatilah Evren sudah dalam kondisi mata berkaca-kaca.

Kepala Mbak Sul menengadah. "Maaf Non, Mbak Sul gak tau apa-apa, begitu pula yang lain. Permisi," Beliau ikut meninggalkan mereka sama seperi yang lain.

"Mereka semua sama aja, gak ada yang bisa diandalkan!" geram Evren.

~●~

My Warm BoyfriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang